Tautan-tautan Akses

4 Tahun Jokowi, Pemerintah Klaim Tingkat Kemiskinan Terendah Dalam Sejarah


Pemukiman kumuh dengan latar gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, 4 Juli 2017.
Pemukiman kumuh dengan latar gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, 4 Juli 2017.

Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menyebut perekonomian Indonesia selama kepemimpinannya tumbuh dengan baik.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengklaim tingkat kemiskinan Indonesia pada era kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla merupakan yang terbaik dalam puluhan tahun terakhir. Tingkat kemiskinan Indonesia turun dari 10,96 persen pada 2014 menjadi 9,82 persen pada 2018.

Di samping itu, kata dia, angka ketimpangan pendapatan terus menurun dalam empat tahun terakhir. Hal tersebut terlihat dari angka rasio gini yang juga terus menurun dari 0,414 persen pada 2014 menjadi 0,389 persen pada 2018.

"Lebih jauh dari itu, indikator-indikator yang lebih dalam dari sekedar pertumbuhan ekonomi, saya tunjukkan tingkat kemiskinan adalah posisi terbaik, mungkin yang kita alami sejak beberapa puluh tahun terakhir yaitu 9,82 persen. Satu digit," jelas Darmin Nasution di Auditorium Gedung 3 Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (23/11).

Di sisi lain, Darmin menambahkan ekonomi Indonesia sepanjang 2014-2017 tumbuh stabil pada kisaran lima persen dan terus meningkat di tengah ketidakpastian ekonomi global. Sedangkan untuk semester I tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,17 persen.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan neraca Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014-2018 juga dalam kondisi aman dan sehat. Kata dia, salah satunya terlihat dari defisit APBN yang menurun setiap tahun. Dari 2,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2014 menuju kisaran 2,1 persen pada 2018. Bahkan, dalam Rancangan APBN 2019, pemerintah mengusulkan defisit di bawah dua persen terhadap PDB.

Para pelaju di sepanjang jalan protokol saat jam sibuk di Jakarta, 7 Maret 2917. Menurut Bank Pembangunan Asia, negara-negara Asia membutuhkan $29 triliun hingga 2030 untuk pembangunan infrastruktur untuk memerangi kemiskinan, meningkat pertumbuhan ekonomi, dan memerangi perubahan iklim.
Para pelaju di sepanjang jalan protokol saat jam sibuk di Jakarta, 7 Maret 2917. Menurut Bank Pembangunan Asia, negara-negara Asia membutuhkan $29 triliun hingga 2030 untuk pembangunan infrastruktur untuk memerangi kemiskinan, meningkat pertumbuhan ekonomi, dan memerangi perubahan iklim.

Sri Mulyani menjelaskan APBN mengalami tekanan paling berat pada 2015 karena defisit membengkak akibat banyak program pembangunan yang mendesak dan ekonomi mengalami berbagai tekanan.

"Entah itu komoditas turun, minyak dan bukan minyak semuanya mengalami penurunan, sehingga, pada 2015 itu defisit sangat dalam. Namun, kita lihat pemerintah kemudian mengambil posisi untuk mulai mengkondisikan APBN," papar Sri Mulyani.

Sri Mulyani menambahkan kontribusi penerimaan pajak juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada 2014, penerimaan pajak sebesar 74 persen dari total pendapatan negara menjadi kisaran 81 persen pada 2018.

Tiga kebijakan penting soal pajak yang mendukung hal ini, yaitu amnesti pajak, Undang-undang Akses Informasi Keuangan, dan pembaruan sistem administrasi perpajakan.

Dari sisi ekspor, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan kinerja ekspor Indonesia juga meningkat dari $145,1 miliar pada 2016, menjadi $168,7 miliar pada 2017.

"Kenaikan 2017 itu mencapai 16 persen. Tetapi untuk 2017-2018, target internal kita adalah 11 persen, walaupun oleh Pak Menko hanya cukup ditargetkan 6 persen. Sampai dengan saat ini baru mencapai 9,41 persen," kata Enggartiasto.

Enggartiasto menyatakan Indonesia akan terus berupaya meningkatkan ekspor. Salah satu upaya yaitu dengan membuka pasar baru di beberapa negara. Tiga perjanjian dagang baru yang sudah ditandatangani Indonesia yaitu masing-masing dengan Palestina, Chile, dan Australia. [ab/lt]

Recommended

XS
SM
MD
LG