Tautan-tautan Akses

Rusia Ikut Berperan dalam Pilpres AS Tahun Ini


Kantor Departemen Keamanan Dalam Negeri AS di Washington DC (foto: dok). Pejabat pemerintah AS mengatakan bahwa para peretas asing telah serangan dunia maya terhadap sistem registrasi pemilih AS di lebih dari 20 negara bagian.
Kantor Departemen Keamanan Dalam Negeri AS di Washington DC (foto: dok). Pejabat pemerintah AS mengatakan bahwa para peretas asing telah serangan dunia maya terhadap sistem registrasi pemilih AS di lebih dari 20 negara bagian.

Pemerintah Amerika telah secara resmi menuduh Rusia melakukan serangan dunia maya terhadap Komite Nasional Partai Demokrat supaya pemilu lebih berpihak pada calon presiden Partai Republik Donald Trump.

Presiden Rusia Vladimir Putin telah menyangkal keterlibatan Rusia. Tetapi ini hanya satu isu yang melibatkan Rusia di mana kedua calon presiden berbeda pendapat.

Dalam dua tahun terakhir ini, Rusia telah mengadopsi kebijakan luar negeri yang lebih hakulyakin: pertama, dengan pengambilalihan Krimea dan dukungan pada kelompok pemberontak separatis Ukraina. Kedua, ketika melakukan intervensi di Suriah demi kepentingan rejim Bashar Al Assad.

Tindakan-tindakan Rusia telah menjadi topik yang kerap dibicarakan dalam debat dan kampanye pemilu presiden Amerika tahun ini. Calon presiden Partai Demokrat Hillary Clinton mengambil sikap yang tegas tentang hal ini.

“Saya ingin menegaskan bahwa yang dipertaruhkan di sini adalah ambisi dan keagresifan Rusia. Rusia telah menentukansemua yang terjadi di Suriah, dan mereka juga memutuskan siapa yang mereka inginkan untuk menjadi presiden Amerika. Tentunya bukan saya,” ujar Clinton.

Analis di Brookings Institutions – Thomas Wright mengatakan sikap antipati tampaknya timbal-balik.

“Putin menyalahkan Clinton terhadap protes menentang kembalinya Putin ke tampuk pemerintahan pada tahun 2012. Ia menilai Amerika – dan khususnya Departemen Luar Negeri Amerika – berada di balik protes-protes itu,” kata Wright.

Sementara, Donald Trump berupaya menurunkan komentar-komentar positif tentang Putin yang disampaikan sebelumnya.

“Saya tidak suka Putin. Saya juga tidak membencinya. Kita lihat saja bagaimana nanti. Mungkin kita akan memiliki hubungan yang baik, mungkin juga tidak. Mungkin kita akan memiliki hubungan yang biasa-biasa saja,” ungkap Trump.

Menurut pakar teroris Malcolm Nance, posisi Trump tentang Rusia sangat berbeda dibanding hampir seluruh pemimpin kebijakan luar negeri utama di Partai Republik dan Partai Demokrat.

“Trump percaya bahwa posisi Rusia – NATO tidak berguna, Uni Eropa berantakan – membuat Rusia memiliki kendali penuh di Eropa Timur sebagaimana dilihatnya sesuai, dan membiarkan Rusia melakukan apapun yang diinginkannya di Suriah hampir cocok dengan yang dikehendaki Vladimir Putin," ulas Nance.

Tetapi apa yang dinilai Clinton dan pihak-pihak lain sebagai bukti keagresifan Rusia, justru dipandang Trump sebagai kesempatan.

“Saya kira akan sangat luar biasa jika kita bisa berteman dengan Rusia karena misalnya kita bisa memerangi ISIS bersama-sama. Tetapi saya tidak kenal Putin,” tambah Trump.

Bagi kubu Clinton, peretasan email-email mereka merupakan bukti bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin ingin supaya Trump yang menjadi presiden Amerika berikutnya.

Namun, kubu Trump mengatakan para pemilih seharusnya memberi lebih banyak perhatian pada potensi kerugian akibat email-email Partai Demokrat itu dibanding mencari tahu siapa yang meretasnya. [em/al]

XS
SM
MD
LG