Desak Pembebasan Meliana, Warga Demo di Monas

Aksi para peserta di pelataran Monumen Nasional di Jakarta Pusat, Rabu (12/9). (Foto: VOA/Ahmad B.)

Sejumlah LSM dan organisasi keagamaan menyerukan pihak berwenang untuk membebaskan terpidana kasus penistaan agama, Meliana.

Sekitar 100 anggota organisasi masyarakat sipil dan keagamaan berkumpul di pelataran Monumen Nasional di Jakarta Pusat Rabu malam (12/9), menyerukan kepada otorita berwenang di Indonesia untuk membebaskan Meliana, terpidana kasus penistaan agama di Tanjung Balai, Sumatera Utara. Amnesty Internasional, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Konferensi Waligereja Indonesia dan perwakilan organisasi Buddha adalah sejumlah organisasi massa terkemuka yang anggota-anggotanya ikut berdemonstrasi.

Peneliti Amnesty International Indonesia Papang Hidayat mengatakan lembaganya juga telah meminta komunitas internasional untuk terus mendesak pemerintah Indonesia terkait kasus ini.

"Kalau Amnesty kan jelas sikapnya. Kita menolak UU penodaan agama itu sendiri, pasal 156a, adalagi pasal di ITE segala macam. Karena dia digunakan untuk membungkam ekspresi-ekspresi yang dilakukan secara damai yang harusnya tidak mengalami kriminalisasi. Meliana hanyalah salah satu kasus," jelas Papang di Pelataran Monumen Nasional di Jakarta.

Papang menambahkan pasal penodaan agama yang menimpa Meliana bukan kali pertama digunakan untuk mengekang hak kebebasan berekspresi dan berpendapat di Indonesia. Data Amnesty International menunjukan antara 2005 hingga 2014, ada 106 orang yang divonis dengan pasal penodaan agama.

Sejumlah LSM dan organisasi keagamaan membacakan pernyataan sikap di pelataran Monumen Nasional di Jakarta Pusat, Rabu 12/9. (Foto: VOA/Ahmad B.)

Meliana merupakan orang kelima yang divonis bersalah atas pasal penodaan agama tahun 2018 ini.

Sementara pada tahun 2017 tercatat sedikitnya 12 orang divonis dengan pasal penodaan agama.

Angka tersebut berbeda jauh dibanding saat Orde Baru berkuasa, dimana dari tahun 1965 hingga 1998 hanya 10 orang yang dijerat pasal tersebut.

Sementara itu, Arya Prasetya dari Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) mengatakan kasus Meliana dapat menjadi pembelajaran bagi umat beragama di Indonesia agar lebih teliti dalam menyerap informasi. Sehingga konflik yang tidak semestinya terjadi dapat dihindari.

"Kejadian ini menjadi suatu pembelajaran ya. Baik untuk warga di Sumatera Utara maupun di seluruh Indonesia. Bahwa hal yang kecil itu tidak perlu dibesar-besarkan. Apalagi era sosial media, semua itu gampang sekali tersebar, hal-hal yang belum tentu benar," jelasnya.

Your browser doesn’t support HTML5

Desak Pembebasan Meliana, Warga Demo di Monas

Aksi dukungan terhadap Meliana juga dihadiri penyanyi Melanie Subono. Menurutnya, kasus Meliana ini menunjukkan hukum di Indonesia masih abu-abu. Sebab, ujarnya, sejumlah kasus lain yang melibatkan tokoh agama dan pejabat tidak diproses secara hukum.

"Sama seperti pelecehan seksual, tapi tidak dijelaskan pelecehan seksual itu seperti apa. Ini kan abu-abu banget. Kalau mau benar-benar diperjelas. Sekarang begini, saat agama tertentu atau ormas tertentu membawa nama agama, atau khotbah yang melecehkan agama, ketangkap tidak. Padahal itu viral di mana saja. Kalau mau diperjelas," tukas Melanie.

Kasus tersebut bermula dari ucapan Meliana tentang suara azan masjid yang semakin kencang. Ucapan yang viral itu kemudian memicu kemarahan sekelompok orang yang berujung pada perusakan belasan Vihara dan Klenteng di Tanjung Balai. Pengadilan memvonis Meliana dengan pasal penodaan agama pada 21 Agustus lalu. [Ab/em]