Jaksa Uganda mendakwa seorang pria dengan tuduhan “homoseksualitas yang semakin parah,” dengan ancaman hukuman mati di bawah undang-undang antigay yang disahkan awal tahun ini di negara itu, kata pejabat kejaksaan hari Senin (28/8).
Undang-undang yang dianggap sebagai salah satu yang paling kejam di dunia itu mengandung ketentuan yang membuat “homoseksualitas yang semakin parah” sebagai pelanggaran hukum yang dapat diancam hukuman mati. UU itu juga mencakup hukuman maksimal penjara seumur hidup untuk hubungan konsensual (suka sama suka) sesama jenis.
Tersangka “didakwa di Soroti (di Uganda timur) dan ia ditahan di penjara. Ia akan menghadiri sidang pembacaan kasus tersebut,” kata Jacquelyn Okui, juru bicara direktorat penuntutan umum Uganda.
Menurut berkas dakwaan yang dilihat AFP, tersangka berusia 20 tahun itu didakwa 18 Agustus lalu atas tuduhan melakukan “hubungan seksual tidak sah dengan… (seorang) pria dewasa berusia 41 tahun.”
“Pernyataan pelanggaran hukum: homoseksualitas yang semakin parah bertentangan dengan… Undang-Undang Anti-Homoseksualitas 2023,” bunyi berkas dakwaan itu.
Okui mengaku kepada AFP bahwa ia tidak yakin apakah ini kali pertama seorang warga Uganda didakwa dengan tuduhan “homoseksualitas yang semakin parah” di bawah undang-undang yang baru.
Undang-undang yang disahkan Mei lalu itu dikutuk oleh PBB, berbagai pemerintah asing termasuk AS, serta kelompok-kelompok HAM di seluruh dunia.
Bulan ini, Bank Dunia mengumumkan penangguhan pinjaman baru bagi negara di Afrika Timur itu, dengan alasan undang-undang itu “bertentangan secara mendasar” dengan nilai-nilai yang dianut lembaga yang bermarkas di AS itu.
Mei lalu, Presiden AS Joe Biden menyerukan penghapusan segera peraturan yang ia sebut “sebuah pelanggaran tragis terhadap hak asasi manusia universal” dan mengancam akan menghentikan bantuan dan investasi di Uganda.
Namun pemerintah Uganda menentang seruan itu, terlebih legislasi itu mendapatkan dukungan meluas di negara yang mayoritas beragama Kristen dan berhaluan konservatif itu. Anggota parlemen membela legislasi itu dan menyebutnya sebagai benteng yang diperlukan untuk melawan pengaruh Barat yang tidak bermoral.
Presiden Uganda Yoweri Museveni menuduh Bank Dunia menggunakan uang untuk mencoba “memaksa” pemerintahnya mencabut legislasi kontroversial itu.
Addrian Jjuuko, direktur eksekutif Human Rights Awareness and Promotion Forum, mengatakan bahwa organisasinya telah “mencatat 17 penangkapan” pada bulan Juni dan Juli menyusul penerapan undang-undang itu.
Awal bulan ini, polisi menangkap empat orang, termasuk dua perempuan, di sebuah panti pijat di distrik Buikwe, karena dituduh melakukan kegiatan sesama jenis setelah menindaklanjuti sebuah informasi. [rd/lt]
Forum