Tautan-tautan Akses

Warga Kristen Irak Anggap Lawatan Paus Fransiskus sebagai Pesan Harapan


Paus Fransiskus menyampaikan audiensi umum mingguannya dari perpustakaan di Istana Apostolik di Vatikan, 11 November 2020. (Foto: Vatican Media via Reuters)
Paus Fransiskus menyampaikan audiensi umum mingguannya dari perpustakaan di Istana Apostolik di Vatikan, 11 November 2020. (Foto: Vatican Media via Reuters)

Vatikan pekan ini merilis rencana kunjungan Paus Fransiskus ke Irak bulan depan. Warga Kristen Irak menganggap kunjungan Sri Paus sebagai pesan harapan.

Paus Fransiskus siap mengakhiri masa 15 bulan tanpa perjalanan internasional, dengan rencana kunjungan ke Irak yang dipastikan akan menjadi sebuah lawatan historis.

Vatikan pekan ini merilis jadwal perjalanan Paus Fransiskus ke Irak pada 5 hingga 8 Maret mendatang. Ini merupakan kunjungan ke luar negeri pertamanya dalam 16 bulan, aktivitas yang terhenti karena pandemi virus corona.

Paus yang berusia 84 tahun dan telah divaksinasi COVID-19 ini tampaknya berniat untuk melanjutkan rencana perjalanannya, meskipun pandemi masih berlangsung dan kekhawatiran mengenai masalah keamanan terus membayangi.

Alasan utama Paus Fransiskus untuk melakukan lawatan pertama seorang paus ke Irak adalah untuk menyemangati warga Kristen di negara itu. Umat Kristen Irak selama puluhan tahun menghadapi diskriminasi dari warga Muslim, sebelum mereka juga menghadapi persekusi dari kelompok ISIS sejak tahun 2014.

Warga Kristen Irak menganggap lawatan bersejarah Paus itu sebagai pesan harapan, rekonsiliasi, hidup rukun berdampingan dengan umat agama lain, dan sebagai cara untuk membangun kembali Irak.

“Kunjungan ini memberi kami harapan untuk tetap berpegang pada tanah dan negara kami, terlepas dari penderitaan yang kami alami, pembunuhan, penculikan, pembantaian terhadap warga Kristen dan gereja-gereja, pencurian properti milik warga Kristen yang masih terus berlangsung hingga hari ini. Tetapi, kunjungan ini akan mendorong banyak di antara warga Kristen kami di luar negeri untuk optimistis dan memiliki harapan bahwa mereka akan dapat kembali," kata Aklas Bahnam, seorang warga Kristen Irak.

“Kunjungan Paus merupakan undangan bagi semua partai politik untuk keluar dari jubah fanatisme, Chauvinisme dan permusuhan, serta upaya untuk mencari kesamaan elemen-elemen bagi rekonsiliasi, hidup berdampingan secara rukun dan mencapai pembangunan di Irak," tambah suami Bahnam, Dr. Hakmet Dawood, seorang pensiunan pegawai pemerintah.

Paus Fransiskus berpidato di depan anggota Korps Diplomatik yang diakreditasi untuk Tahta Suci di Vatikan 8 Februari 2021. (Foto: Vatican Media via Reuters)
Paus Fransiskus berpidato di depan anggota Korps Diplomatik yang diakreditasi untuk Tahta Suci di Vatikan 8 Februari 2021. (Foto: Vatican Media via Reuters)

Sejak invasi ke Irak yang dipimpin AS pada tahun 2003, warga Kristen kerap menjadi target serangan kelompok ekstremis Islamis.

Komunitas Kristen di Irak, Asiria, Armenia, Khaldea, Protestan, dan juga Yazidi telah menjadi sasaran langsung sewaktu ISIS menyapu bagian utara dan barat negara itu, meneror masyarakat dan memaksa puluhan ribu orang melarikan diri ke negara-negara barat, negara-negara tetangga, atau ke wilayah Kurdi di bagian utara Irak.

“Kami berharap lawatan ini akan berkontribusi bagi perubahan situasi dan persepsi umat Kristen Irak di hadapan masyarakat Irak dan khususnya di depan konstitusi, karena migrasi umat Kristen adalah karena ekstremisme dan masalah internal di Irak," kata Nazeer Deco, pastor di Katedral Khaldea Santo Yosef, salah satu gereja utama di Baghdad.

Banyak di antara mereka yang bertahan di Irak terkurung di daerah-daerah permukiman yang dilindungi oleh barikade dan pos-pos pemeriksaan.

Paus Fransiskus dijadwalkan bertemu dengan para imam Katolik dan biarawati di Gereja Our Lady of Salvation. Pada tahun 2010, gereja itu menjadi lokasi pembantaian yang menewaskan 58 orang. Serangan itu diklaim dilakukan kelompok al-Qaida di Irak, yang belakangan terpecah menjadi ISIS.

Foto-foto para korban serangan gereja itu dipasang di luar maupun di dalam gereja, di dekat altar, untuk mengenang mereka.

Serangan tersebut adalah serangan terburuk terhadap komunitas Kristen yang telah semakin berkurang di Irak, dan menyebabkan ribuan lagi warga Kristen Irak meninggalkan tanah air mereka.

Kepulangan para pengungsi Kristen yang lambat ke Irak Utara, sejak wilayah itu dibebaskan dari ISIS pada tahun 2017, masih menjadi isu panas. Hanya sejumlah kecil keluarga Kristen yang telah kembali. Vatikan telah mendorong mereka yang lari mengungsi untuk kembali, dan memastikan umat Kristen terus ada di daerah itu yang bermula sejak masa Kristus.

Tidak seperti Syiah, Sunni dan Kurdi, komunitas Kristen terpencar-pencar di beberapa daerah kantong kecil di berbagai penjuru Irak.

Khaldea dan Asiria adalah dua kelompok Kristen utama di Irak.

Seorang Kristen Irak bersiap untuk misa Minggu pertama di Grand Immaculate Church sejak direbut kembali dari ISIS di Qaraqosh, dekat Mosul di Irak, 30 Oktober 2016. (Foto: Reuters)
Seorang Kristen Irak bersiap untuk misa Minggu pertama di Grand Immaculate Church sejak direbut kembali dari ISIS di Qaraqosh, dekat Mosul di Irak, 30 Oktober 2016. (Foto: Reuters)

Dari sekitar 1,5 juta warga Kristen yang tinggal di Irak sebelum invasi pimpinan AS, sekarang ini diyakini tinggal sepertiganya saja yang masih tetap berada di negara itu, meskipun estimasi yang akurat sukar diperoleh mengingat minimnya data sensus di Irak.

Sementara itu, bagi Dr. Hakmet Dawood, kunjungan Paus Fransiskus bulan depan memiliki banyak makna.

“Pada waktu Paus berkunjung, ia sebenarnya akan mengarahkan perhatian dunia pada fakta bahwa Irak merupakan sebuah titik pertemuan bagi seluruh budaya di dunia, titik kasih, titik hidup rukun berdampingan. Dan lawatan Paus ke tempat kelahiran Nabi Ibrahim, bapak dari semua nabi, sebenarnya merupakan ziarah Kristen oleh Paus dan untuk semua orang Kristen di seluruh dunia. Menurut pendapat saya, kunjungan Paus juga merupakan undangan bagi wisata religi di Irak," katanya. [uh/ab]

XS
SM
MD
LG