Tautan-tautan Akses

Warga Kenya Tuntut Kompensasi akibat Penjajahan Inggris Jelang Kunjungan Raja Charles


Aktivis HAM dan mantan pejuang kemerdekaan memegang spanduk dan meneriakkan slogan-slogan selama demonstrasi menentang kunjungan Raja Inggris Charles III ke Kenya dan menuntut kompensasi akibat penjajahan, dalam aksi di Nairobi Senin (30/10).
Aktivis HAM dan mantan pejuang kemerdekaan memegang spanduk dan meneriakkan slogan-slogan selama demonstrasi menentang kunjungan Raja Inggris Charles III ke Kenya dan menuntut kompensasi akibat penjajahan, dalam aksi di Nairobi Senin (30/10).

Pada tahun 1952, ia jadi salah satu pemuda yang terpilih untuk menyanyi di hadapan Putri Inggris Elizabeth di sebuah acara di dekat Danau Victoria.

Ia dan para pemuda lain berencana menggunakan acara itu untuk mengajukan petisi kepada Elizabeth untuk merelokasi orang tua mereka yang berada di kamp penahanan.

Anggota klan Talai ketika itu telah ditahan selama hampir dua dekade karena dicurigai mengobarkan perlawanan terhadap pemerintahan kolonial Inggris.

Namun acara itu tidak jadi digelar.

Raja George VI meninggal dan Elizabeth, yang kemudian diangkat menjadi ratu, harus bergegas kembali ke London.

Lebih dari 70 tahun kemudian, putra Elizabeth, Raja Charles, akan mengunjungi Kenya pekan ini.

Ngasura ingin memberi tahunya bahwa mereka harus diberi kompensasi atas penderitaan yang mereka lalui.

Joel Kimetto adalah perwakilan kelompok etnis Kipsigis, di mana klan Talai merupakan salah satu dari 196 klan yang ada di kelompok itu.

“Kami meminta Raja Charles III juga menyinggung masalah yang sama, membahas tanah ini, kenapa tanah ini masih digunakan oleh Inggris, sementara masyarakat Kipsigis menderita.”

Orang-orang yang ditahan di kamp dibebaskan pada tahun 1962, namun tanah di mana sebelumnya mereka menggembalakan ternak kini menjadi milik pemukim Inggris dan perusahaan teh.

Sekarang, Ngasura dan keturunannya bertahan hidup dari setengah lusin sapi dan beberapa kebun jagung.

Istana Buckingham mengatakan, kunjungan Charles akan mengakui “aspek menyakitkan sejarah Inggris dan Kenya.”

Inggris berkuasa selama lebih dari enam dekade sebelum Kenya meraih kemerdekannya pada tahun 1963.

Laporan PBB pada 2021 mengatakan bahwa lebih dari setengah juta warga Kenya di sekitar kota Kericho mengalami pelanggaran HAM berat, termasuk pembunuhan di luar hukum dan perampasan tanah pada masa pemerintahan kolonial Inggris.

Pemerintah Inggris selama ini tidak mau menerima permintaan kelompok etnis Kipsigis dan klan Talai untuk memberikan kompensasi.

Pada tahun 2019, Inggris mengatakan kepada komunitas-komunitas itu bahwa pihaknya “tidak berniat memasuki proses apa pun” untuk menyelesaikan klaim-klaim itu, menurut laporan PBB.

Salah seorang juru bicara Kantor Luar Negeri, Persemakmuran dan Pembangunan pemerintah Inggris mencatat bahwa pemerintah Inggris sebelumnya telah menyatakan penyesalan atas pelanggaran yang dilakukan selama pemberontakan melawan pemerintahan kolonial tahun 1952-1960 di Kenya tengah.

Ia tidak menanggapi tuduhan yang diajukan oleh Kipsigi maupuan Talai.

Istana Buckingham tidak merespons permintaan tanggapan. [rd/lt]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG