Tautan-tautan Akses

Warga Haiti Minta Penculik Bebaskan Para Anggota Kelompok Misionaris


Para pengunjuk rasa di Titanyen, sebuah kota di dekat Port-au-Prince, Haiti, melakukan aksi di jalan menuntut pembebasan 17 misionaris yang diculik oleg geng 400 Mawozo pada 19 Oktober 2021. (Foto: VOA/Matiado Vilme)
Para pengunjuk rasa di Titanyen, sebuah kota di dekat Port-au-Prince, Haiti, melakukan aksi di jalan menuntut pembebasan 17 misionaris yang diculik oleg geng 400 Mawozo pada 19 Oktober 2021. (Foto: VOA/Matiado Vilme)

Warga Titanyen, desa di utara ibu kota Haiti, Port-au-Prince, turun ke jalan pada hari Selasa (19/10) untuk menuntut pembebasan 17 anggota kelompok misionaris yang diculik oleh geng 400 Mawozo Sabtu (16/10) lalu.

Pengunjuk rasa, termasuk anak-anak, membentangkan poster dan batang pepohonan seraya melintasi jalan utama desa itu.

“Tanpa misionaris-misionaris ini, banyak orang tua yang Anda lihat di sini tidak akan bisa menyekolahkan anak-anak mereka. Tanpa misionaris-misionaris ini, banyak di antara kami yang mungkin akan kehilangan tempat tinggal akibat banjir. Tanpa misionaris-misionaris ini, rumah-rumah kami yang rusak tidak akan pernah diperbaiki,” ujar seorang pengunjuk rasa yang menolak memberitahukan namanya kepada VOA.

“Merekalah yang membangun jalan yang kita tapaki kini.” Pria itu mengaku tidak bisa diam saja.

Sementara Robert, pengunjuk rasa lainnya, menyebut para misionaris sebagai penyelamat warga.

“Mereka mengaspal jalanan kami; mereka membantu kami melindungi rumah dari longsor dan banjir. Kami meminta pembebasan mereka saat ini juga. Dan kami meminta para penculik untuk membiarkan kami hidup damai,” ungkapnya. Robert mengatakan kepada VOA bahwa penculikan yang merajalela telah memaksanya berhenti kuliah, karena takut diculik dalam perjalanan ke kampus.

Para pengunjuk rasa menuturkan kepada VOA bahwa mereka berniat terus turun ke jalan hingga para misionaris dibebaskan.

Enam belas anggota kelompok misionaris asal Amerika Serikat (AS) dan seorang warga Kanada dari Pelayanan Bantuan Kristen (Christian Aid Ministries) diculik 16 Oktober lalu setelah mengunjungi panti asuhan di Ganthier, sebuah komune di Croix-des-Bouquets, di sebelah timur ibu kota.

Geng penculik menuntut uang tebusan sebesar $1 juta (Rp14 miliar) per kepala, ungkap Menteri Kehakiman Haiti, Liszt Quitel, kepada The Wall Street Journal, Selasa (19/10). Kepolisian Nasional Haiti belum menanggapi permintaan VOA Creole untuk berkomentar.

Polisi tampak berusaha memindahkan ban yang terbakar saat berlangsungnya unjuk rasa di Port-au-Prince pada 18 Oktober 2021 yang memprotes maraknya kasus penculikan di Haiti. (Foto: Reuters/Ralph Tedy Erol)
Polisi tampak berusaha memindahkan ban yang terbakar saat berlangsungnya unjuk rasa di Port-au-Prince pada 18 Oktober 2021 yang memprotes maraknya kasus penculikan di Haiti. (Foto: Reuters/Ralph Tedy Erol)

400 Mawozo adalah salah satu geng paling kejam di Haiti. April lalu, geng itu menculik para pendeta dan biarawati Katolik di bawah todongan senjata di kawasan Croix-des-Bouquets. Mereka kemudian dibebaskan.

Di Washington, FBI mengonfirmasi kepada VOA melalui email bahwa pihaknya terlibat dalam operasi gabungan untuk membebaskan para misionaris.

“FBI terlibat dalam upaya gabungan pemerintah AS untuk menyelamatkan warga negara Amerika yang diculik. Atas pertimbangan operasional, tidak ada informasi lebih lanjut yang tersedia saat ini,” kata FBI kepada VOA.

Juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, berbicara kepada para reporter dalam konferensi pers harian di Washington, pada 18 Oktober 2021. (Foto: AP/Susan Walsh)
Juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, berbicara kepada para reporter dalam konferensi pers harian di Washington, pada 18 Oktober 2021. (Foto: AP/Susan Walsh)

Dalam konferensi pers harian Gedung Putih, juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, menjelaskan alasan dibatasinya rincian operasi penyelamatan.

“Alasan kami tidak membahas detail operasional, karena tujuan kami membawa mereka pulang, dan biasanya tidak menguntungkan (bagi kami) untuk membeberkan rinciannya secara publik saat proses itu berlangsung,” kata Psaki.

Ia menambahkan bahwa “Kedutaan Besar AS di Port-au-Prince berkoordinasi dengan pihak berwenang dan memberikan bantuan kepada keluarga untuk menyelesaikan masalah ini.”

Menanggapi situasi keamanan di Haiti, pada hari Senin (18/10), juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan bahwa peningkatan kasus penculikan mempengaruhi upaya bantuan kemanusiaan.

“Warga sekaligus Koordinator Kemanusiaan Fernando Hiraldo mengatakan bahwa kekerasan, penjarahan, blockade jalan dan kehadiran geng-geng bersenjata secara terus menerus menimbulan hambatan bagi akses kemanusiaan,” papar Dujarric. Ia juga meminta pemerintah Haiti untuk mengambil tindakan.

“Adalah kewajiban pemerintah Haiti untuk fokus pada tantangan keamanan, termasuk melipatgandakan upaya untuk mereformasi dan memperkuat kapasitas kepolisian nasional untuk menangani keselamatan masyarakat, dan semua tindak kejahatan ini harus diselidiki,” jelasnya.

Unjuk rasa di Titanyen pada Selasa (19/10) menyusul aksi mogok massal hari Senin (18/10) di Port-au-Prince dan kota-kota lainnya di Haiti yang memprotes situasi keamanan yang buruk dan maraknya penculikan. Kementerian Luar Negeri AS telah meningkatkan peringatan perjalanan ke Haiti menjadi Level 4: Jangan Bepergian ke Sana. [rd/rs]

Recommended

XS
SM
MD
LG