Tautan-tautan Akses

WALHI: Pencemaran di Perairan Teluk Bima Berdampak pada Kesehatan dan Ekonomi Nelayan


Foto udara yang diambil pada 2 April 2018 ini menunjukkan sebagian tumpahan minyak di Pantai Benua Patra di Balikpapan sebagai ilustrasi. WALHI NTB mendorong pemerintah untuk segera menangani dugaan terjadinya pencemaran di Perairan Teluk Bima. (Foto: AFP)
Foto udara yang diambil pada 2 April 2018 ini menunjukkan sebagian tumpahan minyak di Pantai Benua Patra di Balikpapan sebagai ilustrasi. WALHI NTB mendorong pemerintah untuk segera menangani dugaan terjadinya pencemaran di Perairan Teluk Bima. (Foto: AFP)

Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkapkan dampak dari dugaan pencemaran di Perairan Teluk Bima mengakibatkan beberapa warga jatuh sakit karena keracunan setelah mengkonsumsi ikan. Hingga kini penyebab pencemaran masih menunggu hasil laboratorium.

Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Nusa Tenggara Barat mendorong pemerintah untuk segera menangani dugaan terjadinya pencemaran di Perairan Teluk Bima, sekaligus melakukan penelitian dan pengkajian untuk mengungkap bahan kental berwarna cokelat yang menyelimuti permukaan laut di wilayah yang cukup luas di pantai Lawata, Amahami dan sekitarnya.

“Dia adalah semacam bahan yang kental berwarna cokelat, kemudian ada juga berwarna ke hitam-hitaman tapi dia tidak menyatu dengan air laut. Dia berada di permukaan laut, mengapung di laut,” jelas Direktur Eksekutif WALHI NTB, Amri Nuryadi, di hubungi VOA, Sabtu (30/4) sore.

Pencemaran dalam bentuk gumpalan jelly itu menyebar hingga ke pantai di pesisir barat dan pesisir timur Teluk Bima sehingga berdampak buruk terhadap kesehatan dan aktivitas ekonomi masyarakat di sembilan desa, yang berprofesi sebagai nelayan. Menurut WALHI NTB, sejumlah warga di laporkan jatuh sakit karena keracunan setelah mengonsumsi ikan yang bersumber dari perairan itu.

Seorang polisi menyendoki minyak yang mencemari Pantai Banua Patra dari tumpahan minyak di perairan Balikpapan, Kalimantan Timur, 2 April 2018. (Foto: Antara/Sheravim via REUTERS)
Seorang polisi menyendoki minyak yang mencemari Pantai Banua Patra dari tumpahan minyak di perairan Balikpapan, Kalimantan Timur, 2 April 2018. (Foto: Antara/Sheravim via REUTERS)

“Nah ini yang menjadi keresahan masyarakat terutama nelayan. Kalau secara ekonomi pasti yang sangat dirugikan adalah nelayan yang berada di sekitar situ, orang tidak berani makan ikan,” jelas Amri Nuryadi.

Pertamina Diminta Ikut Beri Penjelasan

Selain pemerintah, pihak Badan Usaha Milik Negara Pertamina juga perlu memberikan penjelasan secara komprehensif terkait dugaan pencemaran itu karena wilayah yang tercemar berada dalam wilayah zonasi penempatan pipa bawah laut milik Pertamina.

“Sangat terang dan jelas bahwa wilayah situ yang menggunakan media ruang laut untuk usahanya adalah Pertamina, jadi itulah alasan kenapa WALHI meminta Pertamina untuk mengklarifikasi secara komprehensif, tidak setengah-setengah, tidak parsial-parsial memandang pencemaran yang hari ini sudah berdampak sangat luas di masyarakat,” kata Amri Nuryadi

Dampak pada Kegiatan Budi Daya Rumput Laut

Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, Fisabilil Haq mengatakan pencemaran itu mengancam kegiatan budi daya rumput laut, budi daya ikan bandeng dan pertanian garam yang dikembangkan masyarakat di sepanjang pesisir Perairan Teluk Bima.

“Jadi jika air lautnya terkontaminasi jangan hanya orang yang mandi yang dilarang, tapi larang aktivitas budi daya itu, larang memproduksi garam karena perlu kita teliti ini. Karena kalau ada polutan kemungkinan mempengaruhi kualitas garam,” kata Fisibili Haq dalam diskusi publik bertema Ada Apa Dengan Teluk Bima, Sabtu (30/4).

Menurutnya Dinas Kelautan dan Perikanan di Bima dan Provinsi Nusa Tenggara Barat serta Kementerian Kelautan dan Perikanan akan membentuk tim khusus untuk melakukan penanganan bagi upaya pemulihan Perairan Teluk Bima sekaligus mencegah timbulkan dampak kerugian pada aktivitas budi daya perikanan.

“Jadi tentu saja kalau Teluk Bima ada pencemaran pasti ada rehabilitasi artinya kondisi perairan itu harus kembali, meskipun tidak 100 persen akan kembali normal tapi ada upaya-upaya biologis yang dilakukan oleh tim untuk merehabilitasi kondisi di perairan,” jelas Fisabilil

Foto ini diambil pada 2 April 2018 menunjukkan seorang polisi berusaha membersihkan Pantai Benua Patra setelah terjadi tumpahan minyak di dekatnya di Balikpapan. (Foto: AFP)
Foto ini diambil pada 2 April 2018 menunjukkan seorang polisi berusaha membersihkan Pantai Benua Patra setelah terjadi tumpahan minyak di dekatnya di Balikpapan. (Foto: AFP)

Menunggu Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Perekayasa Bidang Teknik Kelautan dan Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia, Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Arief Rahman mengatakan pencemaran di perairan Teluk Bima, NTB terpantau sejak 27 April 2022. KKP tengah berkoordinasi dengan Pemda setempat untuk menyelidikan pencemaran yang mengakibatkan permukaan laut menjadi kecoklatan. Hingga kini sampel air permukaan, air bawah permukaan dan bangkai ikan telah dikirimkan untuk dilakukan uji laboratorium oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Nusa Tenggara Barat.

“Hingga saat ini belum ada hasil laboratorium yang dirilis secara resmi dari sampel-sampel yang diambil oleh otoritas yang berwenang untuk memastikan apa kandungan dan apa sumber pencemar di Teluk Bima,” kata Arief Rahman dalam diskusi publik tersebut.

Namun demikian, menurut Arief Rahman, setidaknya ada tiga praduga terkait sumber pencemar di Teluk Bima yaitu Sea Snort (lendir laut) yaitu lumpur hijau yang terbentuk secara alami ketika ganggang dipenuhi nutrisi akibat cuaca panas dan polusi air. Praduga yang kedua adalah ledakan populasi alga atau sianobakteri yang cukup besar. Dan praduga yang ketiga material pencemar akibat tumpahan minyak atau residu/sisa penanganan tumpahan minyak. [yl/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG