Keprihatinan akan merebaknya pandemi dan kepedulian akan kesehatan warga senior dari komunitas diaspora Indonesia di Amerika telah melahirkan Satuan Tugas (Satgas) COVID dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington, D.C. Dari Satgas COVID itu pula lahirlah apa yang oleh para penggagasnya dinamai "VidRa Salt’NPepper", sebuah layanan video-radio online sebagai ajang silaturahmi dan komunikasi, serta sebagai wahana penyemangat, pemberi inspirasi, serta penyalur informasi dan hiburan dalam berbagai genre seni dan budaya dari tanah air.
Bermula dari perayaan Idul Fitri secara virtual tahun 2020 yang disponsori oleh Satgas COVID dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington, D.C., yang diketuai oleh Theo Nugroho, kepala Fungsi Protokol dan Konsuler ketika itu, beberapa relawan merasa terpanggil untuk memfasilitasi keinginan dan kerinduan warga senior diaspora Indonesia di ibukota Amerika dan sekitarnya dengan meluncurkan video-radio online yang mereka namakan VidRa Salt’NPepper.
Program yang ditayangkan seminggu sekali ini dapat disimak dengan live streaming lewat aplikasi Zoom atau ditonton kemudian via video on demand di YouTube atau Facebook.
Meirina (“Rina”) Hutabarat adalah salah seorang penggagas sekaligus technical director VidRa Salt’NPepper (SP). Dia mengatakan layanan video-radio itu diluncurkan karena rasa terharu terhadap kerinduan warga diaspora akan wadah silaturahmi.
“Kami yang tergabung dalam grup volunteer Satgas Lansia merasa trenyuh melihat dan merasakan betapa ada kerinduan para lansia untuk saling berinteraksi setelah acara (Idul Fitri virtual) selesai. Mereka terus mengobrol di zoom, menanyakan kabar satu sama lain,” kata Rina.
Dari situlah, Rina bersama dua relawan lain, Angela (“Ella”) Widowati Nugroho sebagai direktur program dan Gaby Hasnan sebagai direktur hubungan publik bersama musisi Untung Tanoto sebagai penata suara dan pengarang jingle serta Tesa sebagai asisten teknik bertekad menjadikan VidRa Salt’NPepper sebagai tayangan rutin mingguan.
Gaby mengatakan bahwa soft launch tayangan VidRa SP berlangsung pada tanggal 13 Juni 2020 dan grand launch pada 11 Juli 2020 dengan kata sambutan oleh Chargé d'Affaires (KUAI) Iwan Freddy Hari Susanto serta istri Wakil Menteri Luar Negeri RI Ita Siregar.
Khalayak yang menjadi sasaran program VidRa SP adalah mereka yang termasuk dalam kelompok yang mereka sebut vintage world – pemirsa berusia 60 tahun ke atas, tetapi dalam kenyataan, “mereka ini pada saat menonton dibantu dan ditemani oleh cucu, anak dan menantu. Maka target kami bergeser menjadi lansia dan keluarga,” ujar Rina.
Gaby menambahkan bahwa hiburan untuk lansia bukan melulu harus dari lansia, tetapi juga dari generasi muda. Oleh karena itu dalam program-programnya sering ditampilkan artis yang pernah sangat terkenal pada zamannya maupun artis kontemporer yang sedang populer di Indonesia. Dari banyak episode VidRa SP yang telah ditayangkan, acara seni dan budaya sering menjadi tema andalan, walaupun tema-tema lain juga menjadi perhatian.
“Informasi ringan seputar artis pengisi acara di episode tersebut, lagu-lagu lawas dan baru, informasi seputar kegiatan lansia di DMV area, pernah juga (yang) di Bali dan Jakarta, acara sapa lansia dan fundraising (penggalangan dana), bekerja sama dengan kelompok-kelompok lain (misalnya) Indonesia Relief USA, Suar Dunia untuk SAU (Saung Angklung Udjo) dan Sticthting Hibiscus, yayasan di Belanda pemberi bantuan kepada anak-anak di Indonesia,” ungkapnya.
Sementara itu, Ella menambahkan bahwa dalam berbagai episode VidRa SP juga mengundang berbagai kalangan sebagai tamu.
“Kami mencoba selalu menampilkan artis-artis papan atas, misalnya Titiek Puspa, Rano Karno, Nia Daniaty, Sandro Tobing, dan lain lain, bahkan pembatik seperti Ghea Sukasah. Ada juga tema-tema lain seperti misalnya kami mendukung (program penanggulangan) breast cancer dengan mengundang Love Pink Indonesia. Di situ ada artis muda, Chelsea Islan yang sangat dikenal di Indonesia. Dengan variasi itu kami coba terus supaya program kami digemari. Dari genre-nya sendiri kami mengangkat dari dangdut sampai sampai konser musik klasik yang dipimpin oleh konduktor kawakan di Eropa Avip Priatna, dan kemudian informasi kesehatan bersama penyintas COVID, dan dokter-dokter,” kata Ella.
Bonita, yang akrab dengan julukan Emak adalah diaspora Indonesia yang tinggal di Maryland yang tidak pernah melewatkan tayangan VidRa SP. Kepada VOA, dia mengakui banyaknya sumber hiburan dari berbagai media, termasuk televisi, radio dan portal-portal online, tetapi menurutnya informasi dan hiburan dari tanah air selalu dirindukan.
“Dengan adanya pandemi kita tidak bisa keluar sembarangan, tentunya kita mencari hiburan selain dari TV setempat. Kami juga ingin mendapatkan hiburan dari Indonesia. Tentunya nomor satu karena kami tidak ingin ketinggalan mengenai kemajuan-kemajuan yang dipimpin Bapak Presiden Jokowi, bagaimana perkembangan yang telah dimulai dengan keadaan ekonomi, keadaan pembangunan sekarang…bahkan kereta api yang di sini tidak semewah dan sebagus kereta api yang ada di Jakarta. Kemajuan-kemajuan itu kami sangat banggakan mengenai Indonesia tentunya,” jelasnya.
Emak mengatakan dari VidRa SP dia juga mendapat hiburan dari berbagai artis sekaligus menambah informasi mengenai para artis bersangkutan.
“Dari Salt’NPepper saya mendapat juga informasi yang sangat berguna mengenai penyanyi-penyanyi dari kalangan musik seperti Titiek Puspa, Arie Kusmiran, James Sundah dan lain-lain, yang sering diwawancara oleh mereka. Yang saya ikuti dari Salt’NPepper ini kami sebarluaskan kepada masyarakat Indonesia yang ada di Amerika Serikat. Itulah kenapa saya selalu mengikuti acara SP yang sangat berguna untuk menambah pengetahuan kami yang sama sekali tidak didapat dari televisi-televisi di Amerika,” ujar Bonita.
Baik Gaby, Rina, maupun Ella berharap akan terus bisa berkarya bahkan setelah pandemi berlalu. Ella, yang kini tinggal di Jakarta, menambahkan bahwa “kehidupan semasa pandemi memberikan ide kepada dunia untuk bergerak di sebuah platform baru dalam bentuk online melalui Internet.
“Di situ tidak terbatas ruang, bahkan waktu, sehingga meskipun pandemi sudah bisa teratasi, maka budaya virtual akan tetap ada, terlebih untuk menembus ruang. Jika kami harus berkolaborasi dengan narasumber di benua yang berbeda – bahkan menembus batasan waktu – kami selalu bisa menyepakati waktu yang convenient,” tukas Ella.
Ke depan, ketiga perempuan yang menaruh perhatian dan kepedulian pada kesejahteraan masyarakat diaspora Indonesia dari golongan yang mereka juluki vintage world ini berharap VidRa Salt’NPepper akan terus bisa tayang dan menjadi wahana untuk mempererat tali silaturahmi dan mendekatkan persahabatan di antara sesama warga diaspora Indonesia di Amerika, serta terus memperkuat ikatan dengan tanah air. Selain itu, mereka juga ingin agar ketika diperlukan, VidRa SP dapat memfasilitasi aksi penggalangan dana bagi “saudara-saudara yang kurang beruntung” di Indonesia.
Mengakhiri bincang-bincang dengan VOA, ketiga perempuan relawan itu mengatakan akan “berkarya kapan pun, berkarya di mana pun, dan menginspirasi sebanyak mungkin.” [lt/ab]