Tautan-tautan Akses

Utusan PBB Desak Mahkamah Pidana Internasional Untuk Mengadili Diskriminasi Gender di Afghanistan


Seorang perempuan Afghanistan dan anaknya tampak berada di tengah para pendukung Taliban yang turun ke jalan di Kabul untuk merayakan dua tahun Taliban kembali berkuasa di negara tersebut pada 15 Agustus 2023. (Foto: Reuters/Ali Khara)
Seorang perempuan Afghanistan dan anaknya tampak berada di tengah para pendukung Taliban yang turun ke jalan di Kabul untuk merayakan dua tahun Taliban kembali berkuasa di negara tersebut pada 15 Agustus 2023. (Foto: Reuters/Ali Khara)

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) harus mengakui diskriminasi gender di Afghanistan sebagai sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan dan menyelidikinya untuk mengadili semua pihak yang bertanggung jawab, kata utusan pendidikan global PBB Gordon Brown pada Selasa (15/8).

Pada peringatan dua tahun kembali berkuasanya Taliban di Afghanistan, setelah pasukan pimpinan Amerika Serikat menarik diri dari negara itu setelah berperang di wilayah tersebut selama 20 tahun, Brown mengaku telah menulis surat kepada jaksa ICC Karim Khan untuk menjelaskan argumennya.

“Ini adalah contoh terburuk pelanggaran hak asasi manusia terhadap anak-anak perempuan dan perempuan dewasa di seluruh dunia, dan apabila kita membiarkan ini terjadi dan terus terjadi dengan kekebalan hukum, maka pihak lain mungkin akan mencoba melakukan hal serupa,” kata Brown kepada wartawan.

Anak-anak perempuan di atas 12 tahun dilarang melanjutkan pendidikan di sekolah sejak Taliban berkuasa lagi. Taliban juga melarang sebagian besar pegawai perempuan bekerja di lembaga-lembaga bantuan. Mereka juga menutup salon kecantikan, melarang perempuan ke taman dan membatasi perjalanan bagi perempuan yang tidak didampingi wali laki-laki.

“Mahkamah Pidana Internasional harus mengakui diskriminasi gender ini sebagai sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan dan menyelidikinya dengan maksud untuk melakukan pendakwaan dan mengadili mereka yang bertanggung jawab,” kata Brown, mantan perdana menteri Inggris.

Kantor Karim Khan tidak segera menanggapi permohonan tanggapan. Khan sendiri sedang menyelidiki dugaan kejahatan perang yang dilakukan di Afghanistan selama 20 tahun terakhir.

Sementara itu, Taliban mengatakan mereka menghormati hak-hak yang sejalan dengan interpretasi mereka akan hukum syariah.

Brown mengatakan, ia yakin terdapat perpecahan di dalam tubuh Taliban sendiri, di mana sebagian pejabat di Kabul mendukung pemberian izin kembali bersekolah kepada perempuan, sementara para pemimpin di Kandahar – tempat kelahiran Taliban dan kediaman pemimpin tertinggi spiritual – tetap menentang.

“Kita harus membujuk ulama-ulama ini, bahwa merupakan sebuah interpretasi yang keliru apabila anak-anak perempuan dan perempuan dewasa tidak boleh mendapatkan hak-hak dasar yang dimiliki laki-laki,” ungkap Brown.

“Ia mendesak negara-negara mayoritas Muslim untuk mengirimkan delegasi ke Kandahar untuk mencoba membujuk para pemimpin Taliban “untuk mencabut larangan mereka terhadap pendidikan bagi anak-anak perempuan dan pekerjaan bagi perempuan, yang tidak berdasar di dalam Al-Qur’an maupun agama Islam.” [rd/lt]

Forum

XS
SM
MD
LG