Nama pertanian itu NatureWorks. Luasnya hanya sekitar 4.000 meter persegi. Namun pertanian kecil di kota Giza, tepian Barat Sungai Nil, ini memproduksi sayuran hijau dalam jumlah cukup mencengangkan: dua juta ton per tahun.
Pemiliknya, Abdelrahman Ahmed, seorang pengusaha muda berusia 31 tahun, mengaku mengembangkan proyek hidroponiknya itu sejak 2017. Ia memproduksi ikan nila dan sayuran hijau, mulai dari basil (kemangi) sampai oregano, dengan memanfaatkan kotoran ikan sebagai pupuk alami.
“Ikan nila memiliki reputasi yang buruk karena banyak berkembang biak di selokan dan suka mengonsumsi kotoran, sehingga banyak orang kurang nyaman mengonsumsinya. Sebaliknya di sini, ikan yang satu ini paling penting. Ikan itu adalah jiwa dari pertanian ini. Semakin baik lingkungan tempat ikan itu hidup, dan semakin banyak pakan berkualitas tinggi yang dimakannya, semakin baik tanaman tumbuh,. Jadi mereka melengkapi satu sama lain," jelasnya.
Ikan dibiakkan dan diberi makan di dalam kolam berbentuk tangki, di mana mereka mengeluarkan kotoran. Air kemudian disaring untuk menghilangkan bongkahan padat, dan digunakan kembali untuk menyuburkan tanaman.
Karena menggunakan metoda hidroponik, pertanian ini tidak mengandalkan nutrisi dalam tanah, melainkan bergantung pada nutrisi yang terkonsentrasi dalam larutan air untuk memberi makan tanaman.
Karena terbatasnya jumlah air yang digunakan, serta ruang yang rapat di antara tanaman, hasil pertanian itu kira-kira setara dengan apa yang bisa dihasilkan oleh pertanian biasa seluas delapan hektar.
“Pertanian yang kami kembangkan di sini menghemat 95 persen air yang digunakan dalam pertanian tradisional. Karena ini adalah sistem tertutup, kami mengisi air cukup sekali. Itu satu hal. Hal lain adalah bagaimana meningkatkan kerapatan tanaman di sini, ini membantu kami menanam sepuluh kali lebih banyak dari apa yang dilakukan pada lahan pertanian tradisional seluas 4.000 meter persegi," imbuhnya.
Tahun lalu, NatureWorks memproduksi sekitar dua ton sayuran hijau, dan menjual hasil panennya ke hotel, restoran, dan pasar ritel.
Mesir mengalami kekurangan air yang signifikan, karena efek gabungan dari perubahan iklim, polusi, dan populasi yang terus bertambah.
Beberapa pejabat mengatakan, sebuah bendungan besar baru yang dibangun di hulu Sungai Nil di Ethiopia juga membuat akses Mesir ke air sungai itu menjadi kurang pasti. [ab/uh]