Tautan-tautan Akses

UNODC: Produksi Opium Myanmar Tetap Stabil Akibat Kemiskinan dan Konflik


Seorang pria mengambil getah poppy, yang kemudian digunakan untuk membuat opium. (Foto: dok.)
Seorang pria mengambil getah poppy, yang kemudian digunakan untuk membuat opium. (Foto: dok.)

Badan PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mengatakan produksi opium di Myanmar tetap stabil dalam pemantauan terbaru. Para pejabat PBB mengatakan Aung San Suu Kyi, sudah mempelajari kebijakan untuk mengurangi produksi opium di negara itu, tetapi menghadapi tantangan besar.

Survei terbaru UNODC tentang opium di Myanmar dan Laos, mengatakan kemiskinan dan konflik merupakan pendorong utama penanaman poppy, yang menghasilkan opium, yang terbesar kedua setelah Afghanistan.

UNODC mengatakan meskipun jumlah opium yang diproduksi di Asia Tenggara umumnya stabil dalam beberapa tahun terakhir, tingkat produksinya masih lebih dari tiga kali lipat dibanding tahun 2006. 90 Persen produksi opium itu berpusat di Myanmar, terutama di negara bagian Shan, Myanmar utara.

Jeremy Douglas, wakil UNODC untuk Asia Tenggara, menjelaskan alasan mengapa produksi opium di beberapa tempat tetap stabil.

"Alasannya jelas-jelas karena ekonomi. Melalui survei sosial ekonomi kami mendapati dua hal, yaitu pertanian poppy yang merupakan sumber pendapatan yang lebih tinggi, dan kemiskinan, keduanya merupakan alasan utama. Karena miskin, mereka tidak mampu hidup secara layak dan menanggung keluarga. Dan karena itulah mereka menaman poppy untuk dijadikan opium," kata Douglas.

Di Laos, laporan itu menunjukkan daerah-daerah yang pertanian poppy sebagian besar terdapat di provinsi Phongsali sebelah utara, luasnya kira-kira kurang dari 6.000 hektar. Opium produksi Myanmar dan Laos totalnya kira-kira 25 persen dari produksi global, sementara mayoritas opium di dunia diproduksi oleh Afghanistan.

Di Myanmar, negara bagian Shan di Myanmar utara mengalami peningkatan produksi 14 persen, walaupun terjadi pertempuran antara pasukan etnis Shan dan tentara Myanmar.

Douglas mengatakan konflik selama lima tahun terakhir ini telah menyebabkan produksi opium menjadi dua kali lipat di beberapa daerah.

Douglas mengatakan pemerintahan mendatang, di bawah Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi, sudah mempelajari cara-cara mengatasi isu perdagangan opium dan heroin. Bulan September, Aung San Suu Kyi berkunjung ke negara bagian Shan dan mengatakan penyusunan kebijakan narkoba akan merupakan prioritas pemerintahnya.

Tapi kesulitannya tetap ada, terutama karena instansi-instansi penting pemerintah yang mengawasi kebijakan obat-obatan terlarang di Myanmar masih dikuasai oleh militer yang kuat di negara itu.

Pasar regional perdagangan opium dan heroin, yang sebagian besar memenuhi permintaan dari China dan Hong Kong, bernilai kira-kira $ 20 miliar.

Douglas mengatakan walaupun PBB dan negara-negara donor berusaha mengembangkan sumber pendapatan alternatif bagi para petani opium, tantangan perdagangan narkoba regional baru telah bermunculan, terutama jenis stimulan methamphetamine dan obat-obatan sintetis lainnya. [zb/ii]

Recommended

XS
SM
MD
LG