Tautan-tautan Akses

Universitas Richmond Jadi Lahan Subur Promosikan Gamelan di Pantai Timur AS


Gamelan Bali Ragakusuma arahan Andrew McGraw di Richmond, Virginia (foto/dok: Andrew McGraw)
Gamelan Bali Ragakusuma arahan Andrew McGraw di Richmond, Virginia (foto/dok: Andrew McGraw)

Jarak antara kota Richmond di ujung timur AS dan Denpasar maupun Solo lebih dari 16.500 kilometer, namun masyarakat di ibu kota Virginia ini sering disuguhi pentas musik gamelan. Ini semua berkat sebuah universitas yang giat memperkenalkan dan mempromosikan seni pertunjukan dari Denpasar dan Solo.

Universitas Richmond (University of Richmond) di kota Richmond, negara bagian Virginia, tidak hanya menawarkan mata kuliah gamelan, utamanya gamelan Jawa dan Bali, tetapi juga memberikan kesempatan kepada masyarakat sekitar untuk menikmati alunan musik gamelan dengan penampilan ensembel gamelan universitas. Bahkan, masyarakat sekitar yang berminat juga diberi kesempatan untuk ikut belajar gamelan dan menjadi anggota ensembel tersebut, bernama Raga Kusuma.

University of Richmond melalui Jurusan Musik kini berupaya mengejar ketertinggalan dari beberapa universitas lain yang lebih lama menawarkan mata kuliah gamelan, seperti University of California Los Angles, University of California Berkeley, Colorado University Boulder, Yale University, dan Wesleyan University.

Upaya itu dilakukan dengan menawarkan mata kuliah gamelan bagi mahasiswa yang berminat sebagai bagian dari pembelajaran tentang musik global dan Raga Kusuma merupakan wadah untuk memberi mahasiswa dan masyarakat sekitar pengalaman dan pemahaman yang pada akhirnya menimbulkan apresiasi lintas budaya. Dengan program-program yang disponsorinya, universitas ini bertujuan menjadi katalis budaya, tidak hanya melibatkan kalangan civitas akademika, tetapi juga masyarakat di luar kampus.

Andy McGraw, Ph.D. adalah tokoh dan motor penggerak semaraknya seni pertunjukan Indonesia, utamanya gamelan Bali dan Jawa serta musik kroncong di University of Richmond.

Andy McGraw, PhD, pemimpin grup gamelan Raga Kusuma dan guru besar etnomusikologi di University of Richmond (foto: courtesy).
Andy McGraw, PhD, pemimpin grup gamelan Raga Kusuma dan guru besar etnomusikologi di University of Richmond (foto: courtesy).

Penyandang gelar PhD bidang etnomusikologi lulusan Wesleyan University yang telah menerbitkan banyak buku tentang musik Asia Tenggara ini adalah juga pengrawit dan pemimpin grup gamelan Raga Kusuma yang keanggotaannya terbuka untuk peserta didik dan staf universitas maupun komunitas Richmond yang lebih luas.

Selain memberikan kuliah gamelan dan menjadi motor grup gamelan Raga Kusuma, Andy yang menjabat sebagai ketua Jurusan Musik di University of Richmond, juga memimpin ensembel kroncong bernama Rumput di ibu kota negara bagian Virgina itu.

Berbicara dengan VOA, Andy menyatakan bahwa menawarkan mata kuliah gamelan dapat mendukung komitmen universitas terhadap keanekaragaman budaya dan pemahaman global. Selain itu, dengan belajar gamelan, mahasiswa berkesempatan mengeksplorasi dan mengapresiasi musik dari budaya yang berbeda, memelihara lingkungan akademis yang lebih inklusif, dan memperkaya cakupan global.

Musik gamelan, ujar Andy, tidak hanya melibatkan musik, tetapi juga tari dan sejarah budaya, sehingga mengintegrasikan mata kuliah gamelan ke dalam kurikulum dapat mendukung studi interdisipliner, menarik mahasiswa dari berbagai jurusan yang tertarik untuk menjelajahi blantika musik dan budaya yang berbeda. Lebih jauh, tambahnya, belajar musik dunia, seperti gamelan memungkinkan mahasiswa untuk terlibat dalam tradisi musik non-Barat, dan memperluas pemahaman mereka tentang keberagaman ekspresi musik dari mancanegara.

“Dari segi pedagogi tingkat sarjana, gamelan paling cocok bagi mahasiswa yang ingin belajar musik lain, musik dari luar budaya Eropa-Amerika,” ungkapnya.

Universitas Richmond menjadi Lahan Subur Promosi Gamelan di Pantai Timur AS
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:07:07 0:00

Lebih jauh, Andy menandaskan bahwa dari jumlah peserta didik, musik gamelan bisa mengakomodasi lebih banyak peserta.

“Saya sering ajak seniman dari Brazil, dari India, dari mana-mana, tapi bagi saya gamelan paling bagus untuk mahasiswa karena dalam satu kelas bisa ajak 20 orang. Walaupun mereka tidak bisa main alat yang susah, panerusan kalau gamelan Jawa atau kotekan kalau gamelan Bali, minimalnya mereka bisa masuk di sana. Dan, kalau belajar sama seniman yang hebat seperti Peni dan Gusti, kami bisa langsung jalan, cari lagu. Kalau musik India raga, gak bisa gitu, kalau musik bossa nova, gak bisa juga.”

Peni dan Gusti seperti disebutkan oleh Andy di atas bernama lengkap Dr. Peni Candra Rini dan Dr. I Gusti Putu Sudarta, akademisi dan artis kondang yang sering diundang ke University of Richmond sebagai artis tamu.

Dr. Peni Candra Rini, sinden dan dosen di Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Surakarta (foto: courtesy).
Dr. Peni Candra Rini, sinden dan dosen di Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Surakarta (foto: courtesy).

Dr. Peni Candra Rini adalah komposer dan sinden kenamaan yang sering membawakan musik tradisi, neotradisi, dan eksperimental Jawa adalah dosen di Jurusan Karawitan, Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

Selain secara rutin menjadi artis tamu dengan sponsor University of Richmond, dia telah menerima banyak penghargaan dan disponsori oleh berbagai lembaga nasional dan internasional, termasuk pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi; Yayasan Aga Khan, Asian Cultural Council; Asia Society; Beasiswa Fulbright-Hays melalui AMINEF daan banyak lagi. Ia telah menggubah lagu dan tampil bersama musisi dan ansambel kelas dunia, termasuk Kronos Quartet, baik di berbagai arena pentas di Amerika atau di negara-negara lain.

Dr. I Gusti Putu Sudarta, dalang dan dosen Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar (foto: courtesy).
Dr. I Gusti Putu Sudarta, dalang dan dosen Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar (foto: courtesy).

Dr. I Gusti Putu Sudarta adalah seorang musisi, komposer, penari dan dalang kondang yang juga menjadi dosen tetap di Jurusan Teater di Institut Seni Indonesia Denpasar.

Dia mulai mempelajari seni pertunjukan Bali sejak usia enam tahun dan berpartisipasi dalam berbagai pertunjukan seremonial dan sekuler mingguan di Bali. Gusti telah berpartisipasi dalam berbagai tur nasional dan internasional untuk pementasan musik dan tari tradisional dan eksperimental Bali sejak pertengahan tahun 1980-an. Dalang tenar ini juga pernah berkolaborasi dalam teater dan musik eksperimental antar budaya dengan komposer Australia Paul Grabowksy dan sutradara teater Nigel Jameson.

Kembali ke Andy, dia mengatakan bahwa program pertukaran akademisi dan artis antara University of Richmond dan lembaga-lembaga pendidikan seni di Indonesia berjalan lancar karena bantuan dan kerja sama dengan pemerintah Indonesia. Terlebih lagi, dia menghargai dukungan Yayasan AMINEF – lembaga pengelola beasiswa pemerintah Amerika di Indonesia – yang seringkali turun tangan sebagai sponsor pertukaran artis dan beasiswa Fulbright Scholar-in-Residence.

“Mas Alan (Feinstein, direktur eksekutif AMINEF) dan AMINEF sangat mendukung. Di sini semester lalu sebelum Peni, Mas (Danis) Sugianto dari ISI Solo. Semester depan saya ke Solo pakai (sponsor) Fulbright. Hampir setiap dua tahun ada,” lanjut Andy.

Grup gamelan Raga Kusuma bersama artis tamu Dr. Peni Candra Rini (foto: courtesy).
Grup gamelan Raga Kusuma bersama artis tamu Dr. Peni Candra Rini (foto: courtesy).

Andy mengatakan program pertukaran seniman dan akademisi ini dimulai sejak lebih dari 16 tahun lalu. Dia mengakui bahwa Gusti dan Peni lebih rutin diundang ke Richmond karena alasan keduanya telah dikenal baik oleh komunitas di Richmond.

“Karena penelitian saya waktu S3 di Indonesia. Dan, pada tahun 2007, saya sama Bli Gusti mengadakan buat ini grup, community group di Richmond, berdua. Jadi ini, cooperation, ini kolaborasi yang udah lama sekali. Dan Pak Gusti dan Peni kenal sama community group. Mereka bisa tahu sampai mana. Dan karena ini collaboration yang cukup lama, mereka bisa datang langsung main. Dan Pak Gusti dan Peni tahu repertoar yang paling cocok untuk mahasiswa di sini untuk community di sini. Jadi cocok sekali kolaborasi ini dan kita sudah teman yang cukup akrab dan senang bikin kolaborasi musik baru di luar kelas atau di luar kegiatan community group juga.”

Gusti mengaku gembira bisa secara rutin menjadi artis dan dosen tamu di University of Richmond. Baginya program ini sangat berkesan dia bisa menularkan ketrampilan berkesenian dan menghantarkan semangat Bali di mancanegara.

“Bagi saya kan bagaimana membawa bukan sekedar skill berkesenian, tapi juga membawa spirit di balik itu, di balik seni. Itu kan sebenarnya untuk komunikasi lewat budi ya kalau orang Jawa bilang, orang Bali juga. Bagaimana spirit kesenian itu membawakan pencerahan kepada hati nurani sebenarnya. Even though (meskipun) kita beda budaya, tapi dalam konteks budi itu kan sama saja, bisa menyentuh, bisa berdialog dengan itu,” ujar Gusti.

Pernyataan senada disampaikan oleh Peni. Dia merasa bersyukur bisa ikut memberikan sumbangsih bagi pengembangan promosi seni tradisi Jawa di University of Richmond dan di tempat-tempat lain di Amerika maupun di berbagai negara yang dikunjunginya.

“Saya bersyukur selalu dipertemukan dengan jiwa saya yang di mana pun gamelan ada menerima saya itu adalah sebuah bukti bahwa apa yang telah diwariskan oleh nenek moyang kami itu untuk menjalin persatuan, perdamaian melalui gamelan di seluruh dunia. Dan, ini kesan yang dalam sekali untuk saya bahwa apa yang diwariskan nenek moyang melalui gamelan ini adalah sebuah berkah untuk saya dan untuk dunia.”

Menutup pembicaraan dengan VOA, Peni berpesan kepada para pelaku gamelan, bagi para generasi muda yang menggeluti seni tradisi, musik tradisi yang ada di Indonesia.

“Kalian berada di jalan yang tepat sebagai oasis di tengah panasnya deru bumi yang semua serba panas, serba bersaing. Tapi, di sini dengan gamelan kita membawa damai, kita membawa jalan baik, melalui musik dan tradisi," kata Peni.

Program seperti yang digalakkan oleh University of Richmond dan berbagai lembaga pendidikan di luar Indonesia menurut Peni sangat baik dan membesarkan hati. Namun, dia juga berharap agar “pemerintah Indonesia juga memfasilitasi orang-orang yang memiliki kemampuan untuk bisa berdiplomasi budaya di luar Indonesia sebagai ambasador-ambasador kebudayaan Indonesia di dunia.” Lebih jauh, Peni mengharapkan perhatian pemerintah pada para seniman tradisi secara umum.

“Datangilah para seniman tradisi yang belum memiliki ruang dan kesempatan seperti kami, supaya tumbuh generasi Peni-Peni baru, Gusti-Gusti baru yang nantinya meneruskan (jejak) kami pada masa depan sebagai ambasador budaya Indonesia di dunia,” pungkasnya. [lt/jm]

Forum

XS
SM
MD
LG