Tautan-tautan Akses

Uni Eropa Persiapkan Sanksi Terhadap Para Pemimpin Kudeta Myanmar


Uni Eropa menyerukan deeskalasi krisis di Myanmar melalui penghentian segera keadaan darurat, pemulihan pemerintah sipil yang sah dan pembukaan parlemen yang baru terpilih. (Foto: ilustrasi).
Uni Eropa menyerukan deeskalasi krisis di Myanmar melalui penghentian segera keadaan darurat, pemulihan pemerintah sipil yang sah dan pembukaan parlemen yang baru terpilih. (Foto: ilustrasi).

Para menteri luar negeri Uni Eropa, Senin (22/2) menugaskan diplomat tertinggi blok itu dan sayap eksekutifnya untuk menyusun serangkaian tindakan yang menarget mereka yang bertanggung jawab atas kudeta militer di Myanmar, sementara demonstrasi berlangsung di jalan-jalan di kota terbesar di negara itu.

“Uni Eropa menyerukan deeskalasi krisis saat ini melalui penghentian segera keadaan darurat, pemulihan pemerintah sipil yang sah dan pembukaan parlemen yang baru terpilih," kata para menteri dalam sebuah pernyataan bersama mereka pada sebuah pertemuan di Brussel.

“Menanggapi kudeta militer, Uni Eropa siap untuk mengadopsi langkah-langkah pembatasan yang menarget mereka yang bertanggung jawab secara langsung. Semua opsi lain yang tersedia bagi Uni Eropa dan negara-negaranya akan terus ditinjau,'' kata para menteri itu.

Sanksi-sanksi semacam itu biasanya melibatkan pembekuan aset pejabat dan larangan bepergian ke Eropa.

Junta militer Myanmar mencegah Parlemen bersidang pada 1 Februari. Mereka mengklaim bahwa pemilihan November lalu, yang dimenangkan oleh partai Aung San Suu Kyi secara meyakinkan, dinodai oleh penipuan. Komisi pemilihan yang mengonfirmasi kemenangan itu telah digantikan oleh junta.

Kudeta tersebut merupakan kemunduran besar bagi transisi Myanmar menuju demokrasi setelah 50 tahun pemerintahan militer yang dimulai dengan kudeta tahun 1962. Suu Kyi berkuasa setelah partainya memenangkan pemilu 2015, tetapi para jenderal mempertahankan kekuasaannya yang substansial di bawah konstitusi yang dirancang militer.

Tentara Myanmar berjaga di jalanan, di tengah aksi unjuk rasa menentang kudeta militer di Naypyidaw, 17 Februari 2021. (Foto: STR / AFP)
Tentara Myanmar berjaga di jalanan, di tengah aksi unjuk rasa menentang kudeta militer di Naypyidaw, 17 Februari 2021. (Foto: STR / AFP)

Sekitar 640 orang telah ditangkap, didakwa atau dihukum, dengan 593 orang di antaranya termasuk Suu Kyi dan Presiden Win Myint, masih dalam tahanan, menurut Asosiasi Bantuan independen untuk Tahanan Politik.

Para menteri Uni Eropa mengutuk penangkapan tersebut dan menyerukan pembebasan tanpa syarat presiden, Suu Kyi dan semua yang ditahan sejak kudeta. Mereka juga mengutuk tindakan keras keamanan, dan menyatakan solidaritas dengan warga, dengan mengatakan bahwa sanksi apa pun yang mereka berikan tidak ditujukan kepada rakyat.

Terlepas dari ancaman terselubung junta untuk menggunakan kekuatan mematikan jika orang-orang menjawab seruan untuk melangsungkan pemogokan umum, dan pemblokiran jalan-jalan di sekitar Kedutaan Besar AS di Yangon, lebih dari seribu pengunjuk rasa berkumpul di sana Senin. Truk militer dan polisi antihuru-hara berada di dekatnya. [ab/uh]

XS
SM
MD
LG