Tautan-tautan Akses

UNHCR: 400 Rohingya yang Terkatung-katung di Laut Andaman Berisiko Meninggal


Pengungsi Rohingya yang baru tiba terdampar di perahu karena masyarakat sekitar memutuskan untuk tidak mengizinkan mereka mendarat setelah memberikan air dan makanan di Pineung, provinsi Aceh, 16 November 2023. (Amanda Jufrian / AFP)
Pengungsi Rohingya yang baru tiba terdampar di perahu karena masyarakat sekitar memutuskan untuk tidak mengizinkan mereka mendarat setelah memberikan air dan makanan di Pineung, provinsi Aceh, 16 November 2023. (Amanda Jufrian / AFP)

Diperkirakan 400 Muslim Rohingya yang diyakini berada di dua kapal yang saat ini terkatung-katung di Laut Andaman tanpa perbekalan yang memadai bisa meninggal jika tidak ada tindakan lebih lanjut untuk menyelamatkan mereka, menurut Badan Urusan Pengungsi PBB dan para pekerja bantuan.

Jumlah Muslim Rohingya yang melarikan diri dengan kapal dalam eksodus musiman, biasanya dari kamp pengungsi yang kumuh dan penuh sesak di Bangladesh, telah meningkat sejak tahun lalu karena pemotongan jatah makanan dan meningkatnya kekerasan geng.

“Ada sekitar 400 anak-anak, perempuan dan laki-laki yang akan menghadapi kematian jika tidak ada tindakan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa yang putus asa ini,” kata Babar Baloch, juru bicara regional UNHCRyang berbasis di Bangkok, kepada Associated Press.

Kapal-kapal tersebut tampaknya berangkat dari Bangladesh dan dilaporkan telah berada di laut selama sekitar dua minggu, katanya.

Kapten salah satu kapal yang dihubungi AP mengatakan ada 180 hingga 190 orang di dalamnya. Mereka kehabisan makanan dan air dan mesinnya rusak. Kapten kapal, yang bernama Maan Nokim, mengatakan ia khawatir semua penumpangnya akan mati jika tidak mendapat bantuan.

Pada hari Minggu, Nokim mengatakan kapal tersebut berada 320 kilometer dari pantai barat Thailand. Seorang juru bicara Angkatan Laut Thailand, yang dihubungi Senin, mengatakan ia tidak memiliki informasi tentang kapal tersebut.

Lokasinya kira-kira berjarak sama dari provinsi paling utara di Indonesia, Aceh, tempat kapal lain yang membawa 139 orang mendarat pada hari Sabtu di Pulau Sabang, di ujung Pulau Sumatera, kata Baloch. Mereka yang berada di kapal tersebut terdiri dari 58 anak-anak, 45 perempuan dan 36 laki-laki – jumlah yang sama dengan mereka yang melakukan perjalanan laut, katanya. Ratusan lainnya tiba di Aceh bulan lalu.

Sekitar 740.000 Muslim Rohingya telah meninggalkan Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha ke kamp-kamp di Bangladesh sejak Agustus 2017, setelah tindakan kontrapemberontakan yang brutal menghancurkan komunitas mereka. Pasukan keamanan Myanmar dituduh melakukan pemerkosaan massal, pembunuhan dan pembakaran ribuan rumah warga Rohingya, dan pengadilan internasional sedang mempertimbangkan apakah tindakan mereka merupakan genosida.

Sebagian besar pengungsi yang meninggalkan kamp melalui jalur laut berupaya mencapai Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim, dengan harapan mendapatkan pekerjaan di sana. Thailand menolak atau menahan mereka. Indonesia, negara lain yang mayoritas penduduknya beragama Islam, juga menempatkan mereka dalam tahanan.


Baloch mengatakan jika kedua kapal yang terkatung-katung tidak diberi bantuan, dunia “mungkin akan menyaksikan tragedi lain seperti yang terjadi pada Desember 2022, ketika sebuah perahu dengan 180 orang di dalamnya hilang dalam salah satu insiden paling kelam di kawasan ini.”

Kelompok bantuan Save the Children mengatakan dalam laporannya pada tanggal 22 November bahwa 465 anak-anak Rohingya telah tiba di Indonesia dengan perahu selama seminggu sebelumnya dan jumlah pengungsi yang melaut telah meningkat lebih dari 80 persen.

Dikatakan bahwa lebih dari 3.570 Muslim Rohingya telah meninggalkan Bangladesh dan Myanmar tahun ini, naik dari hampir 2.000 pada periode yang sama tahun 2022. Dari mereka yang meninggalkan negara tersebut tahun ini, 225 orang diketahui telah meninggal atau hilang, dan banyak lainnya yang tidak diketahui keadaannya.

“Situasi putus asa yang dialami keluarga Rohingya memaksa mereka mengambil risiko yang tidak dapat diterima akal demi mencari kehidupan yang lebih baik. Perjalanan berbahaya ini menunjukkan bahwa banyak pengungsi Rohingya telah kehilangan harapan,” kata Sultana Begum, manajer kebijakan dan advokasi kemanusiaan kelompok tersebut, dalam sebuah pernyataan. [ab/uh]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG