Tautan-tautan Akses

Tunisia Cari Perdana Menteri Baru


Perdana Menteri Tunisia Elyes Fakhfakh saat menghadiri sebuah forum di Tunis, Tunisia, 28 Februari 2020.
Perdana Menteri Tunisia Elyes Fakhfakh saat menghadiri sebuah forum di Tunis, Tunisia, 28 Februari 2020.

Sembilan bulan setelah pemilihan umum, Tunisia kembali menghadapi kemacetan, dengan hubungan parlemen dan pemerintah yang kacau dan berantakan, setelah pengunduran diri Perdana Menteri Elyes Fakhfakh pekan lalu.

Hal ini sering kali dihadapi oleh negara kecil di Afrika Utara itu dan satu-satunya negara yang lulus dari “Arab Spring”, yaitu harus beralih dari satu krisis ke krisis lainnya, di sepanjang jalan berliku menuju demokrasi. Ditambahkan lagi rintangan lainnya yakni virus corona yang menggoyahkan perekonomian.

Saat ini, Presiden Kais Saied harus menunjuk pengganti Fakhfakh, yang tetap menjabat sampai serah-terima kekuasaan. Jika kandidat itu tidak lolos di parlemen, kemungkinan masyarakat Tunisia akan kembali ke tempat pemungutan suara (TPS).

"Sejumlah warga benar-benar takut, bukan Covid, tapi kembali ke polarisasi," kata Michael Ayari, analis senior yang berbasis di Tunisia untuk International Crisis Group, serta menambahkan, "ada potensi untuk menghambat sepenuhnya, ketika sistem itu harus berakhir. "

Sementara itu Covid-19, penyakit yang disebabkan virus corona, mengakibatkan kerusakan ekonomi yang parah. Sementara Tunisia terkena dampak ringan, dengan kurang dari 1.400 infeksi dan 50 kematian hingga saat ini, pemberlakuan lockdown yang ketat dan penutupan sejumlah perbatasan telah menghantam negara Mediterania itu. Analis memperkirakan PDB negara itu akan menyusut sebesar 6 persen tahun ini, dan beberapa aksi protes terhadap kurangnya lapangan kerja dan investasi muncul di wilayah selatan.

Sementara karangan bunga melati menyambut sejumlah wisatawan Eropa pertama yang tiba minggu lalu, setelah penutupan wilayah atau lockdown yang panjang, tidak jelas berapa banyak yang turut serta dalam upaya untuk menyelamatkan industri yang sangat penting itu.

"Mungkin Rusia akan datang pada Agustus," kata Ayari, "tapi itu akan simbolis saja."

Masalah politik juga terus meningkat. Hanya lima bulan setelah menjabat, Fakhfakh mengajukan pengunduran dirinya pada 15 Juli di tengah tuduhan adanya konflik kepentingan yang kemudian ia bantah. [mg/pp]

XS
SM
MD
LG