Tautan-tautan Akses

Trump Klaim Dirinya Bersikap Paling Keras Terhadap Rusia


Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam konferensi pers dengan para pemimpin negara-negara BAltik di Gedung Putih, Washington DC, 3 April 2018. (Foto: dok).
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam konferensi pers dengan para pemimpin negara-negara BAltik di Gedung Putih, Washington DC, 3 April 2018. (Foto: dok).

Di tengah kritik atas undangannya melalui telepon kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengadakan pertemuan segera di Gedung Putih, Presiden Donald Trump mengatakan tidak ada yang lebih keras terhadap Rusia daripada dirinya.

Sebagian pakar mengatakan Rusia kemungkinan akan mengupayakan pertemuan puncak demikian untuk menghilangkan persepsi bahwa negara itu terisolasi secara internasional setelah peracunan mantan agen ganda Rusia dan putrinya di Inggris menyebabkan negara-negara Barat mengusir para diplomat Rusia.

Setelah pertemuan dengan para pemimpin dari tiga Republik Baltik, Selasa (3/4), para wartawan bertanya kepada Presiden Trump tentang ancaman dari Rusia dan hubungannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

“Tidak ada yang lebih keras terhadap Rusia. Meski demikian, saya kira saya bisa memiliki hubungan yang baik dengan Presiden Putin. Saya kira ada kemungkinan hubungan baik itu tidak akan terjadi dan jika demikian Anda akan mengetahuinya, percayalah. Ruangan ini akan mengetahuinya sebelum saya mengetahuinya,” kata Presiden Trump menanggapi pertanyaan itu.

Trump Klaim Dirinya Bersikap Paling Keras Terhadap Rusia
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:11 0:00

Presiden Trump mengatakan di bawah kepemimpinannya, Amerika fokus untuk mengekspor lebih banyak minyak dan gas, dan berinvestasi lebih banyak pada militer Amerika, dua hal yang kemungkinan tidak menyenangkan Rusia.

Namun, para pakar mengatakan meningkatnya ketegangan setelah peracunan mantan agen ganda Rusia di Inggris membuat ini adalah waktu yang “konyol” bagi Trump untuk mengundang Putin ke Gedung Putih. Rusia sendiri telah menyatakan pihaknya tidak bertanggung jawab atas insiden tersebut.

“Ini bukan waktunya mengundang Presiden Putin ke Gedung Putih untuk menghadiri pertemuan kenegaraan, dengan kehormatan yang diberikan kepadanya, ketika kita pada dasarnya mengusir diplomat Rusia,” kata Mark Simakovsky dari lembaga penelitian kebijakan Atlantic Council.

“Menjalin komunikasi teratur dengan Presiden Putin adalah satu hal, hal yang bertanggung jawab, dan sesuatu yang dulu kita lakukan bahkan pada puncak Perang Dingin. Tetapi waktunya tidak tepat untuk mengadakan pertemuan kepala negara, apakah di Moskow atau di Washington, DC,” jelas Luke Coffey dari Heritage Foundation.

Terakhir kali seorang presiden Rusia diundang ke pertemuan puncak di Gedung Putih adalah pada tahun 2005, dengan mantan Presiden George W. Bush. Kalangan pakar mengatakan para tokoh yang akan menjadi anggota tim keamanan nasional kemungkinan akan menolak undangan Trump tersebut.

"Jadi, jika dia menginginkannya, sangat mungkin bahwa pertemuan itu sebenarnya bisa terealisasi, tetapi akan ada perlawanan yang signifikan di Gedung Putih untuk itu. Saya kira Penasihat Keamanan Nasional John Bolton dan calon Menteri Luar Negeri Mike Pompeo akan sangat berkeberatan dengan pemilihan waktunya,” imbuh Mark Simakovsky dari Atlantic Council.

Pakar lainnya mengatakan Rusia telah mengincar undangan ke Gedung Putih sejak Trump mulai menjabat. Pendapat demikian di antaranya diutarakan oleh Richard Weitz dari Hudson Institute. “Rusia telah mengupayakan pertemuan puncak seperti itu sejak Presiden Trump terpilih. Mereka melihat bagaimana hubungan antara China dan Amerika, antara Jepang dan Amerika, dan sebagainya, meningkat segera setelah Presiden Trump bertemu dengan para pemimpin negara-negara itu,” jelasnya.

Richard Weitz mengatakan perlu ada pengumuman besar dan kemajuan penting, untuk membuat suatu pertemuan puncak di Gedung Putih bermanfaat. [uh]

XS
SM
MD
LG