Tautan-tautan Akses

Thailand, Australia, India Putuskan Tetap Gunakan Vaksin AstraZeneca


Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha menerima suntikan vaksin COVID-19 AstraZeneca di Bangkok, Thailand, 16 Maret 2021. (Foto: Reuters)
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha menerima suntikan vaksin COVID-19 AstraZeneca di Bangkok, Thailand, 16 Maret 2021. (Foto: Reuters)

Perdana Menteri Thailand menerima suntikan vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh AstraZeneca, Selasa (16/3). Keputusan itu diambil menyusul sikap sebagian besar negara di Asia yang mengabaikan kekhawatiran tentang laporan penggumpalan darah di beberapa negara di Eropa dengan alasan bahwa sejauh ini tidak ada bukti untuk menghubungkan keduanya.

AstraZeneca telah mengembangkan basis produksinya di Asia, dan Serum Institute of India, pembuat vaksin terbesar di dunia, telah dikontrak oleh perusahaan itu untuk memproduksi satu miliar dosis vaksin untuk negara-negara berkembang. Ratusan juta lagi akan diproduksi tahun ini di Australia, Jepang, Thailand, dan Korea Selatan.

“Ada orang-orang yang khawatir,'' kata Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha setelah menerima dosis pertama vaksin AstraZeneca. “Tapi kita harus percaya dokter, percaya pada profesional medis kita."

Thailand pekan lalu menjadi negara pertama di luar Eropa yang menghentikan sementara penggunaan vaksin AstraZeneca. Indonesia mengikutinya pada hari Senin (15/3), dengan mengatakan sedang menunggu laporan lengkap dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai efek-efek samping vaksin tersebut.

Namun otoritas kesehatan Thailand kemudian memutuskan untuk tetap menggunakan vaksin AstraZeneca, dengan Prayuth dan para anggota kabinetnya menerima suntikan pertama.

Sejumlah besar negara Eropa -- termasuk Jerman, Perancis, Italia, dan Spanyol -- menangguhkan penggunaan vaksin AstraZeneca, Senin (15/3), karena laporan penggumpalan darah yang berbahaya di beberapa penerima suntikan vaksin itu, meskipun perusahaan itu dan badan-badan pengawas internasional mengatakan tidak ada bukti bahwa suntikan vaksin itu adalah penyebabnya.

Badan pengawas obat Uni Eropa menyerukan diselenggarakannya pertemuan, Kamis (18/3), untuk meninjau temuan para ahli tentang vaksin AstraZeneca dan untuk memutuskan apakah perlu mengambil tindakan.

Negara-negara lain di kawasan Asia mengatakan mereka akan terus menjalankan program-program vaksinasi mereka.

Menteri Kesehatan Australia Greg Hunt mengatakan negaranya tidak akan menghentikan penggunaan vaksin itu. Australia telah memvaksinasi sekitar 200 ribu orang sejauh ini dan berencana untuk mengimpor dan memproduksi 70 juta dosis vaksin dari AstraZeneca.

“Pemerintah jelas, tegas, sangat mendukung penggunaan vaksin AstraZeneca. Alasannya sangat sederhana, yakni vaksin itu akan membantu menyelamatkan nyawa dan melindungi nyawa, dan itu dilakukan atas dasar pertimbangan medis, '' kata Hunt kepada Parlemen Australia.

Kepala petugas medis Australia, Paul Kelly, mengatakan sejauh ini tidak ada bukti bahwa vaksin tersebut menyebabkan penggumpalan darah. “Penggumpalan darah sering terjadi di Australia, '' katanya. “Tapi, dari sudut pandang saya, saya tidak melihat adanya hubungan khusus antara vaksin AstraZeneca dan penggumpalan darah, dan tidak hanya saya yang berpendapat seperti ini. ''

Pengguna terbesar vaksin AstraZeneca sejauh ini adalah India.

India menggunakan dua vaksin -- vaksin AstraZeneca yang dibuat oleh Serum Institute of India, dan vaksin yang diproduksi India Bharat Biotech -- untuk mengimunisasi populasinya yang besar. Dari lebih dari 25,6 juta orang di India yang telah menerima setidaknya satu suntikan vaksin, lebih dari 23,4 juta telah menerima suntikan vaksin AstraZeneca, menurut data pemerintah.

Para pejabat kesehatan mengatakan kepada kantor berita Press Trust of India, Sabtu (13/3) lalu, ada 234 efek samping yang ditemukan, termasuk 71 kematian, setelah menerima salah satu vaksin itu. Namun, kata mereka, tidak ada hubungan sebab akibat ditemukan. Pemerintah sekarang sedang meninjau kasus-kasus itu untuk membuat penilaian akhir. [ab/uh]

XS
SM
MD
LG