Tautan-tautan Akses

Tes Darah Pendahuluan untuk Diagnosa Cedera Otak Dapat Persetujuan


Jururawat Kim Gates sedang mengambil darah dari Heidi Wyandt, 27 tahun, di Altoona Center for Clinical Research di Altoona, Pa., hari Rabu, 29 Maret 2017 (foto: AP Photo/Chris Post)
Jururawat Kim Gates sedang mengambil darah dari Heidi Wyandt, 27 tahun, di Altoona Center for Clinical Research di Altoona, Pa., hari Rabu, 29 Maret 2017 (foto: AP Photo/Chris Post)

Tes darah pendahuluan untuk membantu dokter mendiagnosa trauma cedera otak telah mendapat persetujuan dari pemerintah AS.

Artinya Banyan Biomakers dapat mulai mengkomersialisaikan tesnya, menjadikan perusahaan tersebut yang terdepan dalam perlombaan industri bioteknologi guna menemukan cara mendiagnosa gegar otak.

Tes tersebut tidak dapat mendeteksi gegar otak dan persetujuan tersebut tidak akan langsung mengubah bagaimana pasien yang dicurigai menderita gegar otak atau trauma otak lainnya mendapat perawatan. Namun persetujuan yang diberikan pada hari Rabu oleh Food and Drug Administration “adalah sesuatu yang berarti karena dengan demikian maka terbuka pintu untuk memacu teknologi,” ujar Michael McCrea, seorang pakar cedera otak di Medical College of Wisconsin.

Tes yang mendeteksi dua protein yang ada di sel-sel otak yang dapat mengalami kebocoran dan memasuki aliran darah setelah terjadi benturan ke kepala. Penelitian Banyan menunjukkan tes tersebut dapat mendeteksi dalam waktu 12 jam setelah terjadinya cedera. Hal ini dirancang untuk membantu dokter dengan segera menentukan pasien mana yang dicurigai menderita gegar otak yang kemungkinan mengalami pendarahan di otak atau cedera otak lainnya.

Pasien dengan hasil tes positif akan harus menjalani CT scan untuk mengkonfirmasi hasilnya dan menentukan apabila pembedahan atau perawatan lainnya dibutuhkan. Tes ini akan pertama kali dilakukan di ruang gawat darurat, kemungkinan sesegera akhir tahun ini, namun harapan Banyan adalah secara berangsur-angsur tes ini akan digunakan di medan perang dan lapangan sepakbola.

Komisioner FDA, Dr. Scott Gottlieb mengatakan tes ini sesuai dengan tujuan badan tersebut untuk memperkenalkan teknologi baru kepada para pasien dan mengurangi paparan radiasi yang tidak diperlukan.

Tes ini “menawarkan standar perawatan yang lebih dimodernisir untuk pengujian kasus-kasus pasien yang dicurigai menderita cedera otak,” ujar Gottlieb dalam sebuah pernyataan.

Trauma cedera otak melanda sekitar 10 juta orang secara global setiap tahunnya; palng tidak 2 juta orang darinya dirawat di ruang-ruang gawat darurat AS. Mereka acapkali menjalani CT scan untuk mendeteksi pendarahan otak dan kondisi abnormal lainnya. Pemindaian ini menyebabkan pasien terpapar radiasi, namun pada beberapa pasien dengan cedera otak ringan termasuk gegar otak, kondisi abnormal lainnya tidak terdeteksi pada tes pencitraan ini.

Dengan pendanaan dari Departemen Pertahanan, penelitian Banyan menunjukkan Indikator Trauma Otaknya dapat secara akurat mengenali trauma otak yang kemudian akan terlihat pada CT scan. Indikator tersebut juga menunjukkan bahwa ketiadaan dua protein dalam tes adalah indikasi yang baik bahwa hasil CT scan akan menunjukkan kondisi normal. Artinya pasien dengan hasil uji darah negatif tidak harus menjalani CT scan dan mencegah paparan pada radiasi yang tidak perlu, ujar Dr. Jeffrey Bazarian, seorang profesor kedokteran darurat pda University of Rochester yang terlibat dalam penelitian Banyan.

Bazarian menyebutkan tes tersebut sebagai “langkah besar” menuju pemanfaatan tes darah yang dapat mendeteksi cedera otak termasuk gegar otak.

Dr. Walter Koroshetz, direktur pada National Institute of Neurological Disorders and Stroke, dan para pakar cedera otak lainnya mengatakan tes ini tidak cukup sensitif untuk mengabaikan terjadinya gegar otak.

“Ini bisa jadi sebuah awal. Ini bukanlah pundi emas diujung pelangi,” ujar Koroshetz.

Keberhasilan akan diakui apabila tes ini dapat mendeteksi dan memandu perawatan gegar otak dan trauma cedera otak, serupa dengan uji darah di rumah sakit yang biasa digunakan untuk mengevaluasi pasien yang dicurigai mengalami serangan jantung, ujar Koroshetz.

“Ini yang ingin kita lihat untuk otak,” ujarnya.

Banyan yang berpusat di San Diego telah bermitra dengan perusahaan Perancis bioMerieux SA untuk memasarkan tes tersebut ke rumah sakit-rumah sakit dengan menggunakan mesin penganalisa darah buatan perusahaan itu.

Perusahaan-perusahaan lain mengembangkan uji darah serupa untuk mendeteksi cedera otak. Abbott telah mengajukan lisensi biomarker protein dari Banyan dan sedang mengembangkan tes darahnya sendiri. BioDirection mengembangkan tes yang melibatkan satu dari protein yang ada dalam tes Banyan ditambah satu lagi dan menggunakan peralatan portabel yang dapat menunjukkan hasil dari satu tetes darah dalam waktu kurang dari dua menit.

Quanterix juga sedang mengembangkan tes darah untuk mendiagnosa gegar otak dan cedera otak lainnya. Perusahaan itu telah mengajukan lisensi penggunaan kedua protein pada tes Banyan untuk digunakan dalam teknologi miliknya sendiri. [ww]

XS
SM
MD
LG