Tautan-tautan Akses

Terdampar di Thailand, Pengungsi Myanmar Berusaha Cari Jawaban atas Nasib Mereka


Para warga Myanmar yang kehilangan tempat tinggal akibat situasi yang tak menentu di negaranya, berjalan membawa bantuan makan siang yang mereka dapat ke tenda tempat mereka tinggal di tepian sungai Moei di Mae Sot, Thailand, pada 5 Februari 2022. (Foto: AP)
Para warga Myanmar yang kehilangan tempat tinggal akibat situasi yang tak menentu di negaranya, berjalan membawa bantuan makan siang yang mereka dapat ke tenda tempat mereka tinggal di tepian sungai Moei di Mae Sot, Thailand, pada 5 Februari 2022. (Foto: AP)

Sejumlah pengungsi asal Myanmar telah terdampar di Thailand selama lebih dari setahun. Mereka saat ini masih menunggu izin untuk melakukan perjalanan ke negara ketiga. Menurut sejumlah LSM yang membantu para pengungsi tersebut, terdapat sekitar 1.100 orang yang telah disetujui untuk dimukimkan kembali di Amerika Serikat dan beberapa negara lain namun mereka belum diizinkan untuk meninggalkan Thailand.

Para warga tersebut telah menerima status pengungsi dari Komisaris Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi di Thailand. Mereka menerima bantuan dari Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), yang menempatkan para pengungsi itu di rumah sementara, sambil menunggu diizinkan untuk meninggalkan negara tersebut.

Namun, setelah lebih dari setahun, “Kami rasanya seperti dalam penjara,” kata Kalayar, seorang pengungsi yang terdampar di Thailand. Ia setuju diidentifikasi hanya dengan satu nama karena khawatir akan keamanannya di Thailand. Sudah lebih dari setahun sejak dia dan keluarganya ditempatkan di hotel, yang disebut rumah aman, di Mae Sot, sebuah kota yang terletak di perbatasan Thailand dan Myanmar.

Mantan tahanan politik, Kalayar, 53, dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara oleh junta militer sebelumnya dari tahun 1995 hingga 2001 karena aktivitas politiknya. Setelah dibebaskan dari penjara, ia menjadi jurnalis lepas dan bekerja untuk berbagai media. Ketika pihak militer melancarkan kudeta pada Februari 2021 dan menindak protes dan organisasi media, ia bersembunyi selama berbulan-bulan sebelum melarikan diri ke Thailand bersama keluarganya pada September 2021.

Dia mengatakan kepada VOA lewat wawancara melalui Zoom bahwa keluarganya telah tinggal di rumah aman sejak 1 November 2021.

"Pada 23 Maret 2022, kami menerima surat persetujuan dari pemerintah Amerika Serikat yang mengizinkan kami tinggal di AS dengan status pengungsi," ujarnya, seraya menjelaskan bahwa keluarganya lalu melengkapi persyaratan kesehatan wajib dan vaksinasi yang diperlukan untuk datang ke AS pada akhir April.

"Jadi, kami telah melengkapi persyaratan yang diperlukan untuk memasuki AS," tambah Kalayar.

Hingga kini, keluarga tersebut masih belum mengetahui mengapa mereka belum diizinkan untuk meninggalkan Thailand.

"Kami dengar bahwa pemerintah Thailand telah menyetujui proses pelepasan para pengungsi," ujarnya. "(Proses) tersebut dibatasi oleh pemerintah Thailand tapi kami tidak tahu alasan pembatasan tersebut."

Kalayar telah menghubungi IOM dan Pusat Dukungan Pemukiman Kembali, organisasi AS yang bertanggung jawab untuk memproses kasus pengungsi, tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang jelas tentang pembatasan perjalanan tersebut.

VOA belum menerima tanggapan atas pertanyaan yang diajukan kepada kedua organisasi tersebut.

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat di Washington sendiri belum memberi penjelasan atas penundaan tersebut.

Kalayar juga mengatakan bahwa ia dan para pengungsi lainnya tidak bisa mengakses layanan kesehatan dan berisiko untuk ditangkap jika mereka pergi keluar dari rumah aman untuk mencari bantuan pengobatan.

"Jika kami sakit, kami meminta bantuan secara virtual dari teman kami yang berprofesi sebagai dokter," ujarnya.

"Kami meminta bantuan staf hotel untuk membelikan obat yang diresepkan oleh para dokter itu. Kami tidak bisa ke luar membeli obat." [ka/rs]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG