Tautan-tautan Akses

Proses Politik dan Teknologi Informasi, Tantangan Pemilu Masa Kini


Relawan Pemilu menyerahkan kertas suara pada pemilu 2009 lalu di Denpasar Bali. Pengamat dari IDEA mengatakan proses politik dan teknologi informasi menjadi tantangan pemilu saat ini. (Foto: dok)
Relawan Pemilu menyerahkan kertas suara pada pemilu 2009 lalu di Denpasar Bali. Pengamat dari IDEA mengatakan proses politik dan teknologi informasi menjadi tantangan pemilu saat ini. (Foto: dok)

The International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA) menilai tidak ada pemilu yang sempurna dimanapun. Pada era global seperti sekarang, tantangan pemilu ada pada proses politik dan teknologi informasi.

Dalam sepuluh tahun terakhir, transisi kepemimpinan di Indonesia dipantau secara internasional karena dalam waktu singkat dianggap mampu melakukan perubahahan politik melalui pemilu yang demokratis dan kredibel.

Hal ini diungkapkan oleh Direktur The International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA), sebuah lembaga yang mengkaji penyelenggaraan pemilu) untuk Asia Pasifik, Andrew Ellis, di Istana Negara, Senin siang, di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah menteri, serta para peserta Pertemuan Konsultasi Penyelenggara Pemilu Negara ASEAN.

Secara khusus, kata Ellis, pemilu yang kredibel saat ini menghadapi tantangan teknis dan politik.

“Beberapa hal memang sudah diketahui, misalnya bagaimana memastikan setiap orang yang memenuhi syarat itu terdaftar untuk memilih. Tantangan lainnya adalah bagaimana KPU memastikan partai-partai politik dalam pemilu mampu ikut serta secara semestinya, dan memikirkan jalan keluar bagi setiap konflik dapat diselesaikan dengan adil dan transparan,“ ujar Ellis.

Ia lalu menyebutkan tantangan lain dalam bentuk baru, yaitu kemajuan teknologi informasi.

Andrew Ellis mengatakan, “Harus dipikirkan bagaimana supaya teknologi informasi dapat mendukung pemilu yang transparan, agar dalam abad migrasi penduduk seperti sekarang semua warga; baik yang tinggal di rumah atau sedang bekerja dan bertempat tinggal di luar negeri, misalnya, dipastikan tetap dapat menggunakan hak pilihnya.“

Sementara, Presiden Yudhoyono menggarisbawahi proses demokrasi yang sudah dialami Indonesia terkait pemilu sejak 1998, dengan segala permasalahan yang tidak ringan.

“Boleh dikata, Indonesia mengalami proses “pasang-surut” dan juga 'trial & tribulations' (cobaan dan masalah). Proses panjang, yang juga sering “painful” (menyakitkan) inilah yang mengantarkan demokrasi Indonesia sekarang ini pada tingakatan yang lebih matang dewasa ini. Saya setuju apa yang disampaikan oleh Mr. Andrew Ellis, bahwa meskipun demokrasi itu merupakan nilai-nilai global, tetapi tidak bisa dipaksakan dari luar, dan tidak bisa didektekan dari bangsa manapun menyangkut demokrasi yang hendak dijalankan oleh sebuah bangsa. Pengalaman Indonesia membenarkan tesis itu," ujar Presiden SBY.

Pemerintah dan Komisi II DPR sendiri saat ini masih terus menyempurnakan revisi UU Pemilu dan UU Pilkada (Pemilihan Umum Kepala Daerah). Pro dan kontra mengenai sistem pemilihan langsung dan jumlah kursi yang diperebutkan masih belum ada kesepakatan.

Dalam sepuluh tahun terakhir, sejumlah pilkada di daerah pun sempat rusuh, terakhir di Papua Barat beberapa waktu lalu. Sementara di Aceh, perdebatan sengit antara DPRA dan Gubernur tentang Qanun yang mengatur keikutsertaan calon independen belum berakhir.

Disinggung mengenai hal ini, Andrew Ellis mengatakan kepada VOA, bahwa tidak ada pemilu yang sempurna dimanapun.

Ellis mengatakan, Indonesia berhasil mengadakan tiga pemilu sejak reformasi dan mengalami masa peralihan yang luar biasa sukses.

“Selalu ada kesalahan dan hal-hal yang mungkin tidak diperbaiki. Namun yang terpenting adalah KPU terus menerus berupaya untuk memikirkan cara-cara terbaik untuk sebuah pemilu yang lebih baik lagi, adil dan transparan, untuk periode selanjutnya, “ ujar Andrew Ellis.

XS
SM
MD
LG