Tautan-tautan Akses

Survei Indikator: Kejaksaan Paling Dipercaya Publik, Polri Paling Bawah


Survei lembaga Indikator Politik Indonesia mengatakan 75 persen publik sangat percaya atau cukup percaya dengan Kejaksaan Agung dalam penegakan hukum. (Foto: Courtesy)
Survei lembaga Indikator Politik Indonesia mengatakan 75 persen publik sangat percaya atau cukup percaya dengan Kejaksaan Agung dalam penegakan hukum. (Foto: Courtesy)

Hasil survei Indikator Politik Indonesia menyebutkan Kejaksaan Agung menjadi lembaga yang paling dipercaya publik dalam penegakan hukum.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan 75 persen publik sangat percaya atau cukup percaya dengan Kejaksaan Agung dalam penegakan hukum. Urutan kedua dan ketiga diduduki Pengadilan dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Sedangkan Polri yang sempat menempati urutan pertama melorot ke posisi terakhir (empat) dengan 63 persen tingkat kepercayaan publik.

Grafis Kepercayaan dalam Penegakan Hukum (courtesy: Indikator Politik Indonesia)
Grafis Kepercayaan dalam Penegakan Hukum (courtesy: Indikator Politik Indonesia)

Survei ini melibatkan 1.200 responden yang diwawancara langsung pada 13-20 September 2022 dengan tingkat kesalahan kurang lebih 2,9 persen.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi. (Foto: screenshot)
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi. (Foto: screenshot)

"Sejak saya aktif dalam dunia riset opini publik tahun 1999 sampai sekarang. Baru belakangan, Kejaksaan Agung paling dipercaya publik," jelas Burhanuddin dalam konferensi pers secara daring, Minggu (2/10).

Burhanuddin menambahkan lembaga yang berada di tingkat teratas posisi dalam hal kepercayaan publik pada lembaga yang memberantas korupsi juga diduduki oleh Kejaksaan Agung, sementara Polri berada dalam posisi paling akhir.

Sebuah mural bertuliskan "Saya Bangga Punya Tiga Rumah Mewah (Kiri), Saya Bangga Punya Lima Mobil Mewah (C), Saya Bangga Tidak Melakukan Korupsi", di dinding sebuah jalan di Jakarta pada tanggal 18 November 2009 .(Foto: AFP/Adek Berry)
Sebuah mural bertuliskan "Saya Bangga Punya Tiga Rumah Mewah (Kiri), Saya Bangga Punya Lima Mobil Mewah (C), Saya Bangga Tidak Melakukan Korupsi", di dinding sebuah jalan di Jakarta pada tanggal 18 November 2009 .(Foto: AFP/Adek Berry)

Survei ini juga menunjukkan kesadaran publik terhadap sejumlah kasus korupsi dalam setahun terakhir tidak mengalami perubahan yakni sekitar 50 persen. Beberapa kasus korupsi yang menjadi sorotan di antaranya, yaitu kasus korupsi minyak goreng, Bansos COVID-19, dan Jiwasraya.

"Jadi semakin berhubungan isu korupsi, semakin publik mengikuti berita itu tadi," tambahnya.

Polri yang sempat menempati urutan pertama dalam survei Indikator Politik Indonesia melorot ke posisi terakhir (empat) dengan 63 persen tingkat kepercayaan publik. (Indra Yoga/VOA)
Polri yang sempat menempati urutan pertama dalam survei Indikator Politik Indonesia melorot ke posisi terakhir (empat) dengan 63 persen tingkat kepercayaan publik. (Indra Yoga/VOA)

Isu pemberantasan korupsi juga masuk dalam lima besar masalah mendesak yang harus diselesaikan pemimpin nasional dalam lima tahun dengan persentase 9 persen atau urutan keempat. Sedangkan tiga besar masalah mendesak yang harus diselesaikan yaitu pengendalian harga kebutuhan pokok (42,9 persen), lapangan kerja (16 persen), dan mengurangi kemiskinan (9,3 persen).

Menko Polhukam Mahfud MD mengapresiasi survei Indikator Politik Indonesia dan akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pemerintah. Kata dia, pemerintah dan Polri juga sudah berkomitmen untuk melakukan reformasi di tubuh Polri. Utamanya reformasi kultural dan pemecahan kewenangan Divisi Propam Polri.

Namun, untuk penanganan korupsi di Mahkamah Agung (MA) dan hakim, Mahfud menuturkan tidak mudah bagi pemerintah untuk mengambil langkah perbaikan. Ia beralasan hakim memiliki kemerdekaan dalam sebuah perkara sehingga pemerintah tidak boleh campur tangan.

Tangkapan layar Menko Polhukam Mahfud MD (Youtube Kemenko Polhukam)
Tangkapan layar Menko Polhukam Mahfud MD (Youtube Kemenko Polhukam)

"Pengawasan ke Mahkamah Agung tidak mudah. Ketika reformasi kita membentuk Komisi Yudisial karena MA tidak mampu mengawasi sendiri. Tapi begitu dibentuk, hakim agung resisten digugat ke MK dipreteli kewenangannya," jelas Mahfud.

Mahfud menambahkan pemotongan kewenangan Komisi Yudisial ini membuat lembaga ini seperti tidak ada dalam pengawasan hakim-hakim di tanah air. Karena itu, kata Mahfud, yang dapat dilakukan pemerintah yaitu dengan masuk melalui kebijakan panitera dan jabatan struktural di pengadilan untuk mengurangi korupsi.

Survei Indikator: Kejaksaan Paling Dipercaya Publik, Polri Paling Bawah
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:25 0:00


Pemerintah, kata dia, juga akan segera mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset agar orang-orang takut melakukan tindak pidana korupsi. Sebab, seseorang dapat dirampas kekayaannya jika terlibat dalam kasus korupsi. [sm/em]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG