Tautan-tautan Akses

Setelah 3 Tahun Berselisih, Arab Saudi Pulihkan Hubungan dengan Qatar


KTT Tahunan ke-41 Dewan Kerjasama Teluk (GCC) di luar Riyadh, Arab Saudi hari Selasa (5/1).
KTT Tahunan ke-41 Dewan Kerjasama Teluk (GCC) di luar Riyadh, Arab Saudi hari Selasa (5/1).

Dewan Kerjasama Teluk (GCC) hari Selasa (5/1) menyelenggarakan KTT Tahunan ke-41 di luar ibu kota Riyadh, Arab Saudi, di tengah menguatnya rasa optimis dengan resolusi konflik yang sudah berlangsung sejak lama dengan Qatar. Arab Saudi setuju untuk membuka kembali perbatasan darat, laut dan udaranya dengan Qatar.

Stasiun televisi Qatar menunjukkan pemimpin Qatar Sheikh Tamim bin Hamid Al Thani tiba di bandara Riyadh dan dipeluk oleh musuhnya sejak lama Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, menjelang KTT Tahunan Dewan Kerjasama Teluk di propinsi Al Ula.

Putra Mahkota Mohammed bin Salman, yang mengepalai KTT itu, menyampaikan rasa terima kasih kepada sekutu dan sahabat negara kerajaan itu karena selama berbulan-bulan bekerjasama memediasi pemulihan hubungan dengan Qatar.

Mohammed bin Salman menyampaikan rasa terima kasihnya kepada mendiang Emir Kuwait Sheikh Sabah Al Ahmad Al Sabah dan juga pemimpin saat ini Sheikh Nawaf Al Ahmad Al Sabah, dan sekutu-sekutu lain seperti Amerika, yang memediasi Perjanjian Al Ula dengan Qatar, yang kini telah ditandatangani untuk memperkuat stabilitas dan solidaritas di Teluk.

Sebagai hasil perjanjian itu, Arab Saudi membuka kembali perbatasan darat, laut dan udaranya dengan Qatar, dan media Arab menunjukkan pembukaan kembali pos keamanan di perbatasan kedua negara. Namun yang tampaknya belum terlihat terlalu banyak adalah lalu lintas dari kedua arah. Sekitar 800 truk yang membawa bahan pangan dan pasokan lain biasanya melintasi perbatasan kedua negara setiap hari.

Analis Qatar Majid Al Ansari mengatakan kepada stasiun televisi Al Jazeera bahwa “ia tidak mengira akan ada resolusi terhadap sebagian besar tuntutan yang disampaikan Qatar pada salah satu dari empat negara yang menutup perbatasan mereka pada tahun 2017, tetapi ternyata manajemen konflik berhasil mengatasi isu-isu yang luar biasa itu.”

Arab Saudi, Mesir, Bahrain dan Uni Emirat Arab menutup perbatasan mereka dengan Qatar pada tahun 2017 karena dugaan bahwa negara itu mendukung kelompok teroris, melakukan kampanye yang bermusuhan terhadap mereka lewat Al Jazeera TV, memberi dukungan bagi kelompok Ikhwanul Muslimin dan berhubungan erat dengan Iran.

Pakar sosiologi politik Said Sadek mengatakan, “Baik Mesir, maupun Uni Emirat Arab, gembira dengan normalisasi hubungan dengan Qatar karena tidak ada lagi masalah yang perlu diselesaikan.”

Ia menambahkan, “Mesir tidak punya pilihan lain selain mengkoordiinasikan apa yang sudah dilakukan. Mereka setuju dengan keputusan itu tetapi dengan pemahaman begini : karena Qatar tidak berhasil, Sissi menolak menghadiri KTT dan mengirim Menteri Luar Negeri Sameh Shoukri.”

Analis Teluk yang berkantor di Washington DC Theodore Karasik mengatakan pemerintahan Trump “mendorong semua pihak untuk membuka kembali hubungan diplomatik karena hal ini penting untuk peremajaan kawasan akibat krisis Covid-19.”

Arab Saudi, tambahnya, “menawarkan pelabuhannya untuk membantu ekspor atau impor Qatar, tetapi cakupannya lebih besar karena melibatkan kesepakatan dengan Iran dan Turki.” Hal ini juga “dilatarbelakangi proses normalisasi hubungan diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab.”

Paul Sullivan, pakar di National Defense University di Washington DC, mengatakan “ini hanya soal waktu sebelum negara-negara Dewan Kerjasama Teluk menemukan cara agar Qatar dapat kembali bergabung,” tetapi hal ini juga hanya soal waktu “sebelum ketegangan di masa lalu muncul kembali,” termasuk tuduhan-tuduhan soal dukungan Qatar pada terorisme, hubungannya dengan Ikhwanul Muslimin – yang oleh Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dianggap sebagai ancaman – dan hubungan baik Qatar dan Iran. [em/jm]

XS
SM
MD
LG