Tautan-tautan Akses

Sekjen PBB Serukan Gencatan Senjata di Libya


Seorang pria bertopeng anggota pasukan pro-pemerintah Libya yang didukung komunitas internasional tampak dalam sebuah kendaraan militer di pinggiran Tripoli, Libya, 10 April 2019 (foto: Reuters/Hani Amara)
Seorang pria bertopeng anggota pasukan pro-pemerintah Libya yang didukung komunitas internasional tampak dalam sebuah kendaraan militer di pinggiran Tripoli, Libya, 10 April 2019 (foto: Reuters/Hani Amara)

Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyerukan diakhirinya pertempuran yang pecah pekan lalu antara saingan politik Libya untuk menguasai ibukota, Tripoli.

"Masih ada waktu untuk menghentikannya. Masih ada waktu untuk gencatan senjata untuk menghentikan permusuhan dan menghindari yang terburuk, yang akan menjadi pertempuran berdarah dramatis bagi Tripoli," kata Guterres kepada wartawan Rabu malam setelah mengadakan pertemuan tertutup dengan Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara selama lebih dari dua jam.

"Masih ada waktu untuk mengakui bahwa tidak ada penyelesaian militer. Hanya solusi politik yang bisa diterapkan pada situasi seperti di Libya," katanya.

Guterres mengunjungi Libya minggu lalu. Hanya beberapa jam setelah ia meninggalkan negara itu, pasukan yang setia kepada Jenderal Khalifa Haftar mendesak maju dari posisi mereka di timur ke Tripoli, yang dikendalikan oleh Dewan Presiden dan Perdana Menteri Fayez al-Serraj yang didukung PBB. Guterres bertemu dengan kedua pemimpin itu selama misinya.

"Jelas seruan saya agar tidak terjadi serangan dan agar permusuhan dihentikan, tidak didengar," kata sekjen PBB itu. "Namun saya kira jika kita melihat situasi hari ini, jelas situasinya sangat berbahaya, dan kita benar-benar harus menghentikannya."

Pertempuran itu telah membatalkan rencana PBB untuk mengadakan konferensi nasional pada hari Minggu guna mempersatukan pihak-pihak yang bertikai. PBB pada hari Selasa mengatakan mereka menunda, karena kekerasan membayangi proses politik tersebut.

Pada hari Rabu, pertempuran berpusat di pinggiran selatan ibukota, dengan ribuan warga sipil melarikan diri dari rumah mereka. Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mengatakan lebih dari 5.800 orang mengungsi pada putaran kekerasan terbaru ini. [my]

Recommended

XS
SM
MD
LG