Tautan-tautan Akses

Sebagian Besar Shanghai Jalani ‘Lock Down’, Sementara Tes Massal COVID-19 Dimulai


Seorang petugas mengenakan baju hazmat ketika berjaga di area Distrik Huangpu di Shanghai, China, yang tengah menjalani lockdown pada 21 Maret 2022. (Foto: AFP/Hector Retamal)
Seorang petugas mengenakan baju hazmat ketika berjaga di area Distrik Huangpu di Shanghai, China, yang tengah menjalani lockdown pada 21 Maret 2022. (Foto: AFP/Hector Retamal)

China mulai menerapkan lockdown terhadap sebagian wilayah kota terbesarnya, Shanghai, pada Senin (28/3), sewaktu wabah virus corona melonjak dan di tengah-tengah pertanyaan mengenai kerugian ekonomi akibat strategi “nol-COVID” yang diterapkan di negara tersebut.

Distrik finansial Pudong di Shanghai dan daerah-daerah sekitarnya di-lockdown mulai Senin pagi hingga Jumat (1/4), sementara tes massal COVID berlangsung, kata pemerintah setempat. Dalam tahap kedua lockdown, daerah pusat kota yang luas di sebelah barat Sungai Huangpu yang membelah kota itu akan memulai lockdown lima hari pada Jumat (1/4) mendatang.

Warga akan diminta tinggal di rumah dan barang-barang kiriman akan ditinggalkan di pos pemeriksaan untuk memastikan tidak ada kontak dengan dunia luar. Kantor-kantor dan bisnis yang tidak dianggap esensial akan ditutup dan transportasi umum dihentikan.

Banyak komunitas di kota berpenduduk 26 juta itu yang telah menjalani lockdown, dengan warga mereka diharuskan untuk melakukan beberapa tes COVID-19. Taman hiburan Disney di Shanghai termasuk bisnis yang telah ditutup sebelumnya.

Shanghai mendeteksi 3.500 kasus infeksi lagi pada Minggu (27/3), meskipun semua, kecuali 50 kasus, dites positif tetapi tidak menunjukkan gejala COVID-19. China menggolongkan kasus-kasus semacam itu terpisah dari “kasus terkonfirmasi”- mereka yang jatuh sakit – yang menyebabkan angkanya totalnya jauh lebih rendah dalam laporan harian.

China telah melaporkan lebih dari 56 ribu kasus di berbagai penjuru negara itu pada Marte, dengan lonjakan terjadi di Jilin, provinsi di timur laut, yang menyumbang sebagian besar kenaikan jumlah kasus tersebut.

Para petugas medis tampak mengenakan baju hazmat ketika bekerja di area permukiman yang tengah menjalani lockdown di Shanghai, China, pada 25 Maret 2022. (Foto: Reuters/Aly Song)
Para petugas medis tampak mengenakan baju hazmat ketika bekerja di area permukiman yang tengah menjalani lockdown di Shanghai, China, pada 25 Maret 2022. (Foto: Reuters/Aly Song)

Sebagai upaya untuk mengatasi wabah terbesarnya dalam dua tahun, China terus menjalankan apa yang disebutnya sebagai pendekatan “nol-COVID yang dinamis,” menyebutnya sebagai strategi pencegahan melawan COVID-19 yang paling ekonomis dan efektif.

Strategi tersebut mewajibkan lockdown dan tes massal, dengan kontak dekat kerap kali menajalani karantina di rumah atau di fasilitas pemerintah pusat. Strategi ini berfokus pada pemberantasan penularan virus di komunitas sesegera mungkin, kerap kali dengan me-lockdown seluruh kota.

Meskipun para pejabat, termasuk ketua Partai Komunis Xi Jinping, mendorong langkah-langkah yang lebih terarah, para pejabat lokal cenderung mengambil pendekatan yang lebih ekstrem, karena khawatir akan dipecat atau dihukum atas tuduhan gagal mencegah wabah.

Dengan pertumbuhan ekonomi Chinak yang telah melamban, langkah-langkah ekstrem itu dianggap sebagai kesulitan yang kian besar yang melanda lapangan kerja, konsumsi dan bahkan rantai pasokan global.

Meskipun tingkat vaksinasi China berkisar 87 persen, angkanya jauh lebih rendah di kalangan lansia.

Data nasional yang dirilis awal bulan ini menunjukkan bahwa lebih dari 52 juta orang berusia 60 tahun ke atas belum divaksinasi COVID-19 sama sekali. Tingkat pemberian booster juga rendah, dengan hanya sekitar 56,4 persen warga berusia 60-69 telah menerima suntikan penguat, dan 48,4 persen pada warga berusia 70-79 yang sudah menerima booster. [uh/rs]

Recommended

XS
SM
MD
LG