Badan Penuntutan Publik Irlandia Utara (PPS) telah mengumumkan bukti yang cukup untuk menuntut seorang tentara Inggris terhadap pembunuhan yang terjadi di Irlandia Utara hampir 50 tahun lalu, atau dikenal sebagai “Bloody Sunday.”
“Bloody Sunday” atau "Minggu Berdarah" adalah sebutan untuk sebuah insiden yang terjadi selama demonstrasi hak-hak sipil pada 30 Januari 1972. Dalam insiden itu, 13 orang yang melarikan diri dari polisi atau mencoba membantu merkea yang luka-luka dalam demonstrasi itu ditembak dan dibunuh. Korban ke-14 meninggal beberapa bulan setelah insiden itu.
Pemerintah Inggris pada Kamis (14/3) mengumumkan bahwa seorang prajurit, yang hanya dikenal sebagai “prajurit F” akan dituntut karena membunuh James Wray dan William McKinney, yang ikut berdemonstrasi ketika itu. Prajurit itu juga akan menghadapi dakwaan terhadap percobaan pembunuhan Patrick O’Donnell, Joseph Friel, Joe Mahon dan Michael Quinn.
Direktur Badan Penuntut Umum Stephen Herron mengatakan tidak ada bukti yang cukup untuk prajurtit-prajurit lain dalam penembakan itu. Tetapi PPS telah mengumumkan akan mulai mempertimbangkan tuduhan sumpah palsu terhadap mereka.
“Saya sadar, untuk mencapai hal sekarang ini, hari ini, merupakan jalan panjang bagi keluarga, dan akan menjadi hari yang sulit bagi mereka,” ujar Herron. “Sebagai jaksa penuntut umum kami dituntut untuk benar-benar obyektif.”
eorang perwakilan keluarga korban, John Kelly, mengatakan kepada wartawan, “ada kekecewaan yang mendalam terhadap hasil pengadilan ini. Dampak Bloody Sunday ini tidak dapat diukur hanya pada korban yang tewas pada hari itu.”
Setelah pengumuman itu, Menteri Pertahanan Inggris Gavin Williamson berjanji akan memberikan dukungan penuh kepada “prajurit F,” termasuk membayar biaya pengadilan. Ia juga berjanji bahwa pemerintah akan memberikan paket pengamanan baru untuk melindungi keluarga pasukan bersenjata itu dari perlakuan yang tidak adil. [em]