Tautan-tautan Akses

Rekrut Petani dan Guru, Upaya Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit Perangi Sentimen Anti-Sawit


Perkebunan kelapa sawit berfoto di samping hutan yang terbakar di dekat Banjarmasin di Kalimantan Selatan, 29 September 2019. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)
Perkebunan kelapa sawit berfoto di samping hutan yang terbakar di dekat Banjarmasin di Kalimantan Selatan, 29 September 2019. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Industri kelapa sawit raksasa Indonesia, yang telah lama menjadi target kelompok pemerhati lingkungan dunia, meningkatkan pertahanannya di dalam negeri dengan mencoba melawan sentimen anti-kelapa sawit yang berkembang di antara generasi muda yang lebih sadar lingkungan.

Indonesia, produsen minyak sawit terbesar dunia, sedang melatih petani dan guru serta menjalankan kampanye media sosial untuk menyoroti "aspek positif" dari industri senilai $50 miliar tersebut

"Kita harus memberi tahu dunia tentang manfaat minyak sawit," kata Achmad Maulizal, Kepala Divisi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP), dalam lokakarya pelatihan media untuk petani di Kalimantan melalui Zoom, sebagaimana dikutip dari Reuters, Rabu (10/11).

Minyak sawit, yang ditemukan di banyak produk konsumen mulai dari keripik kentang hingga sabun, telah dikaitkan dengan pembukaan lahan, perusakan habitat, dan kebakaran hutan oleh para pencinta lingkungan.

Foto udara perkebunan kelapa sawit di Batanghari, Jambi, 28 November 2018. (Foto: Antara/Wahdi Septiawan via REUTERS)
Foto udara perkebunan kelapa sawit di Batanghari, Jambi, 28 November 2018. (Foto: Antara/Wahdi Septiawan via REUTERS)

Indonesia memiliki kawasan hutan hujan terbesar ketiga di dunia, hutan belantara luas yang dianggap penting untuk membatasi dampak perubahan iklim, dan rumah bagi spesies yang rentan termasuk orangutan, harimau, dan badak.

Setidaknya 1,6 juta hektar hutan dan lahan lainnya terbakar pada 2019 dan kerugian akibat kabut asap menyelimuti Tanah Air dan negara-negara tetangga diperkirakan mencapai $5,2 miliar.

Analisis Greenpeace menunjukkan sekitar sepertiga kebakaran hutan tersebut terjadi di areal perkebunan sawit dan perusahaan yang memproduksi bubuk kertas.

Namun pemerintah ingin menyoroti aspek positif dari industri yang mempekerjakan lebih dari 15 juta orang dan menghasilkan sekitar 13 persen dari total ekspor nasional itu.

Seorang pekerja memuat buah sawit milik PT Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya di Banten, 19 Juni 2012. (Foto: REUTERS/Supri)
Seorang pekerja memuat buah sawit milik PT Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya di Banten, 19 Juni 2012. (Foto: REUTERS/Supri)

BPDP telah bekerja sama dengan Asosiasi Petani Kecil untuk memberikan program pelatihan media kepada petani kelapa sawit agar mereka dapat berkontribusi pada artikel berita dan konten media sosial yang menyentuh inovasi di industri kelapa sawit, serta pentingnya kelapa sawit bagi perekonomian nasional dan mata pencaharian masyarakat.

BPDP juga telah bekerja sama dengan Persatuan Guru Indonesia untuk mengadakan lokakarya bagi guru di seluruh nusantara untuk "Mengungkap Mitos dan Fakta" tentang kelapa sawit.

Pekerja memuat buah kelapa sawit dengan berat masing-masing hingga 22 kilogram ke dalam truk di perkebunan kelapa sawit di Sumatera, 13 November 2017. (Foto: AP)
Pekerja memuat buah kelapa sawit dengan berat masing-masing hingga 22 kilogram ke dalam truk di perkebunan kelapa sawit di Sumatera, 13 November 2017. (Foto: AP)

MUDA DAN HIJAU

Aktivis lingkungan selama beberapa dekade mencoba menyebarkan pesan anti-kelapa sawit di kalangan anak muda, yang lebih mudah menerima imbauan dunia dari internet dan media sosial untuk memerangi perubahan iklim.

Hal itu mendorong industri kelapa sawit nasional untuk mencoba melawan apa yang dilihatnya sebagai penyebaran informasi sepihak di dalam negeri, kata Toggar Sitanggang, Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) kepada Reuters.

"Ini membuat kami lebih mendesak untuk mengimbangi informasi di luar sana," kata Toggar.

Lebih dari 50 persen orang Indonesia berusia sembilan hingga 40 tahun - populasi yang dikenal sebagai Gen Z dan Milenial.

Dalam survei Gen Z dan Milenial yang dilakukan oleh lembaga survei Indikator Politik, 95 persen responden setidaknya "sedikit khawatir" tentang masalah iklim - jauh lebih banyak daripada kelompok yang lebih tua.

Studi menunjukkan bahwa krisis iklim dipandang sebagai masalah paling mendesak kedua di negara ini, setelah korupsi.

Helga Angelina, 30 tahun, pendiri rantai restoran vegan Burgreens dan produsen daging tiruan vegan bebas minyak sawit Green Rebel Foods, mengatakan tren membuat pilihan yang lebih sadar lingkungan telah membuat pendapatannya melonjak 20 kali lipat sejak dia memulai usahanya pada 2013.

Orang-orang berjalan melewati gerai Burgreens, jaringan restoran nabati, di Serpong, Tangerang Selatan, 23 September 2021. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)
Orang-orang berjalan melewati gerai Burgreens, jaringan restoran nabati, di Serpong, Tangerang Selatan, 23 September 2021. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Burgreens sekarang memiliki 15 gerai di seluruh kota dan bisnis manufaktur daging tiruannya sekarang memasok produknya ke raksasa makanan internasional seperti Starbucks dan raksasa furnitur IKEA.

"Dalam dua tahun terakhir, kami telah menarik grup Gen Z ini, yang merupakan pelanggan generasi baru... mereka lebih didorong oleh (kesadaran akan) lingkungan," kata Helga kepada Reuters. Sebelumnya, kliennya sebagian besar adalah ekspatriat yang sadar kesehatan atau kelas menengah ke atas di Indonesia.

Beberapa pemilik bisnis yang berbicara dengan Reuters yang menghindari penggunaan minyak dari kelapa sawit mengatakan meskipun mereka waspada dengan praktik buruk yang berkaitan dengan industri ini, mereka terbuka untuk menggunakan minyak sawit berkelanjutan ketika komoditas itu menjadi lebih mudah tersedia dan dijual dengan harga yang kompetitif.

Hampir sepertiga dari pasokan minyak sawit nasional dikonsumsi secara lokal, dibandingkan dengan 23,4 persen pada 2015, data resmi menunjukkan.

Jumlah tersebut diperkirakan akan melonjak menjadi 40 persen pada 2025, kata Togar. Dan dapat meningkat hingga 70 persen pada 2030 jika rencana Indonesia untuk mengamanatkan penggunaan kandungan minyak sawit sebesar 40 persen dalam biodieselnya membuahkan hasil.

Meskipun seruan untuk memboikot kelapa sawit relatif tidak terdengar di Indonesia dibandingkan dengan negara lain, anak muda menuntut praktik yang lebih berkelanjutan.

“Kami tahu bisnis seperti biasa tidak bisa lagi dilanjutkan,” Melati Wijsen, seorang aktivis iklim berusia 19 tahun dan pendiri Youthtopia, organisasi nirlaba yang berbasis di Bali, mengatakan kepada Reuters.​ [ah/rs]

Recommended

XS
SM
MD
LG