Tautan-tautan Akses

“REDress” Soroti Nasib Perempuan Suku Asli Amerika yang Hilang, Dibunuh


Warga suku asli Amerika mengadakan acara doa bersama untuk menghormati dan mengenang perempuan dan anak-anak Indian Amerika dan suku asli Alaska yang hilang dan dibunuh. Acara digelar di Museum Nasional Indian Amerika di Washington, 11 September 2018. (Foto: AP)
Warga suku asli Amerika mengadakan acara doa bersama untuk menghormati dan mengenang perempuan dan anak-anak Indian Amerika dan suku asli Alaska yang hilang dan dibunuh. Acara digelar di Museum Nasional Indian Amerika di Washington, 11 September 2018. (Foto: AP)

Empat puluh gaun merah digantung di luar Museum Indian Amerika Nasional di Washington, DC belum lama ini. Gaun-gaun itu dipamerkan 24 jam sehari, dalam segala cuaca, untuk menarik perhatian mengenai nasib perempuan suku asli yang hilang dan dibunuh.

Gaun-gaun merah yang tertiup angin itu mengundang perhatian.

Ada 40 gaun digantung di luar Museum Nasional Indian Amerika di Washington, DC. Masing-masing dari gaun itu mewakili seorang perempuan suku asli yang hilang atau dibunuh.

Instalasi itu adalah hasil karya seniman visual Jaime Black, yang bertujuan meningkatkan kepedulian masyarakat mengenai tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan suku asli. Pameran itu diadakan di AS untuk pertama kalinya.

"Yang saya lakukan adalah memasang gaun-gaun merah di tempat umum supaya orang-orang bisa terhubung dengan ketiadaan para perempuan ini, sekaligus dengan kekuatan dan kehadiran para perempuan ini lewat gaun merah," kata Jaime.

Pada hari yang dingin di luar museum, Jaime memberikan penghormatan kepada para perempuan yang diwakili gaun-gaun itu -- dengan sebuah penampilan khusus.

Museum Nasional Indian Amerika di Washington, 15 Agustus 2015. (Foto: AP/Andrew Harnik)
Museum Nasional Indian Amerika di Washington, 15 Agustus 2015. (Foto: AP/Andrew Harnik)

"Saya ingin sekali memanfaatkan talenta dan bakat saya untuk terus menyuarakan banyak orang yang tidak bisa bersuara... dan para perempuan suku asli yang terbungkam," papar Jaime.

Jaime sengaja memilih warna merah.

"Merah melambangkan warna darah. Sumber vitalitas, energi dan kekuatan kita sebagai manusia, tapi juga mencerminkan kekerasan dan hilangnya nyawa lewat kekerasan," kata Jaime menambahkan.

Dia menyebut instalasinya "Proyek REDress."

"Redress adalah sebuah kata yang berarti untuk memperbaiki kesalahan, dan para perempuan suku asli telah menghadapi ketidakadilan di Amerika Utara selama ratusan tahun," ujar Jaime.

Tapi lebih banyak perempuan suku asli menolak dibungkam, dan menjadi lebih proaktif.

"Menurut saya lewat cara-cara ini dan gerakan-gerakan, seperti Standing Rock dan Idle No More, kita melihat kekuatan para perempuan suku asli untuk benar-benar mempertahankan budaya di tengah kekerasan kolonial semacam itu,” kata Jaime

Seorang perempuan peserta kompetisi menari suku asli Amerika di Taos, New Mexico, 8 Juli 2017.(Foto: Reuters)
Seorang perempuan peserta kompetisi menari suku asli Amerika di Taos, New Mexico, 8 Juli 2017.(Foto: Reuters)

Jaime dan para pendukung lain juga terdorong dengan adanya dua perempuan suku asli Amerika di Kongres sekarang ini.

​"Saya rasa Kongres 2019 sangat luar biasa karena kita sekarang punya banyak perempuan duduk di Kongres, terlebih lagi bagi para warga suku asli. Dengan adanya dua perempuan suku asli mewakili Kansas dan New Mexico adalah sesuatu yang belum pernah kita saksikan sebelumnya, dan semoga kita bisa menyoroti isu-isu yang dialami warga suku asli,” kata Machel Monenerkit, wakil direktur museum itu.

Untuk sementara ini, Jaime berharap gaun-gaun merah itu bisa berdampak pada semua yang melihatnya.

"Menurut saya karya seni dan kreativitas bisa menyentuh hati orang-orang yang melihat gaun-gaun itu. Mereka akan mengenangnya untuk waktu yang sangat lama, dan saya rasa itu berdampak emosional pada orang-orang bahkan sebelum mereka mengetahui tujuannya sekalipun," tutur Jaime. [vm]

XS
SM
MD
LG