Tautan-tautan Akses

Ratusan Aktivis Filipina Gelar Protes Menentang RUU Anti-Terorisme


Para demonstran mengepalkan tangan mereka saat berunjuk rasa di Universitas Filipina dalam Perayaan Hari Kemerdekaan Filipina di Manila, Jumat, 12 Juni 2020.
Para demonstran mengepalkan tangan mereka saat berunjuk rasa di Universitas Filipina dalam Perayaan Hari Kemerdekaan Filipina di Manila, Jumat, 12 Juni 2020.

Ratusan aktivis di ibu kota Filipina, Manila, Jumat (12/6), menggelar protes menentang rancangan undang-undang (RUU) antiterorisme yang menurut mereka akan mengekang kebebasan sipil dan membungkam kelompok-kelompok oposisi. Mereka turun ke jalan-jalan tanpa mengindahkan ancaman polisi bahwa mereka bisa ditangkap karena melanggar peraturan larangan berkumpul dalam jumlah besar terkait pengendalian wabah virus corona.

RUU, yang telah dikirim Kongres untuk ditandatangani Presiden Rodrigo Duterte untuk menjadi undang-undang, tersebut memungkinkan polisi menahan tersangka hingga 24 hari tanpa mengenakan dakwaan, dan memberi dewan antiterorisme pemerintah kewenangan untuk menyatakan individu atau kelompok sebagai tersangka teroris sehingga bisa menahan dan mengawasinya.

Para pejabat militer mengatakan, ancaman terorisme yang berlanjut, termasuk dari kelompok militan Abu Sayyaf, sebagai alasan mengapa UU itu diperlukan. Para penentangnya mengatakan, legislasi itu melanggar konstitusi yang membatasi penahanan tidak lebih dari tiga hari bila tidak ada dakwaan yang jelas. Mereka juga mengatakan, UU itu bisa disalahgunakan untuk menarget para pengecam pemerintah.

Unjuk rasa di depan Universitas Filipina di Manila, Jumat, 12 Juni 2020.
Unjuk rasa di depan Universitas Filipina di Manila, Jumat, 12 Juni 2020.


“Mereka tidak bisa membohongi kita dengan mengatakan bahwa RUU ini ditujukan untuk menangani teroris, karena pada kenyataannya ini ditujukan terhadap kita yang memprotes dan membangkang,” kata Neri Colmenares, seorang mantan anggota DPR yang berpartisipasi dalam protes tersebut.

Tentangan yang menguat terhadap legislasi itu terjadi sewaktu pemerintah Filipina menghadapi beragam isu terkait wabah virus corona, termasuk kemungkinan terjadinya resesi, tingkat pengangguran yang mencapai rekor tertinggi, dan meluasnya keluhan terhadap penundaan bantuan bagi jutaan orang miskin.

Tentangan terhadap UU itu juga muncul dari gereja-gereja Katolik, Asosiasi Pengacara Filipina, kelompok-kelompok HAM dan bahkan sejumlah pejabat PBB.

Jika ditandatangani menjadi UU oleh Duterte, legislasi itu akan menggantikan UU anti-terorisme tahun 2007 yang disebut Human Security Act. UU lama itu jarang digunakan karena penegak hukum bisa didenda 9.800 dolar per hari bila keliru menahan tersangka terorisme. UU baru melindungi para penegak hukum karena mereka kini bisa menahan tersangka selama 24 hari tanpa mengenakan dakwaan. [ab/uh]

Recommended

XS
SM
MD
LG