Tautan-tautan Akses

Rasisme, Konflik, Pelanggaran Hukum Menjadi Agenda Utama Dewan HAM PBB


Sekjen PBB Antonio Guterres berbicara dalam sidang dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss (foto: dok).
Sekjen PBB Antonio Guterres berbicara dalam sidang dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss (foto: dok).

Dalam beberapa hari mendatang, Dewan Hak Asasi Manusia PBB dihadapkan pada sejumlah masalah penting yang belum terselesaikan ketika sidang ditunda bulan Maret lalu akibat COVID-19. Pertemuan yang dibuka pada Senin (15/6), akan menggunakan mekanisme, yang disebut sebagai pendekatan hybrid, kombinasi dari presentasi baik secara langsung maupun virtual.

Untuk memastikan keamanan para peserta selama pandemi virus corona, para pejabat PBB menyatakan beberapa langkah jarak sosial akan diberlakukan secara ketat.

Presentasi sejumlah laporan dan dialog interaktif terkait isu-isu hak asasi manusia (HAM) akan melibatkan para ahli yang hadir secara fisik atau dalam konferensi melalui video. Negara-negara yang akan ditinjau termasuk Republik Demokratik Kongo, Mali, Ukraina, Libya, Afghanistan, dan Republik Afrika Tengah.

Salah satu agenda pertemuan selama seminggu itu adalah debat penting yang mendesak mengenai rasisme sistematis di Amerika yang ditandai dengan pembunuhan warga keturunan kulit hitam George Floyd ketika berada dalam tahanan polisi.

Direktur Human Rights Watch di Jenewa, John Fisher menyebut hal tersebut menjadi sebuah momen yang penting di Amerika. Fisher mengatakan peristiwa itu kemungkinan dapat dipergunakan beberapa negara untuk mendorong isu serupa di negara masing-masing.

“Kami juga sangat prihatin pada China yang berusaha untuk memanfaatkan kekacauan global dan kerusuhan di Amerika, untuk menumpas kebebasan di Hong Kong ... Kepada banyak negara, kami menyerukan memberi lebih banyak perhatian pada Hong Kong. Kalau tidak, China akan lebih berani untuk bertindak lebih jauh,” ujar Fisher.

Setahun yang lalu, pelapor khusus mengenai pembunuhan di luar proses hukum, Agnes Callemard, menyampaikan laporan terkait pembunuhan kolumnis warga Saudi, Jamal Khashoggi yang katanya dilakukan oleh agen agen pemerintah Saudi. Meskipun masalah itu tidak secara resmi masuk dalam agenda sidang Dewan HAM, Fisher yakin hal itu harus mendapat perhatian baru.

“Selain pembunuhan Khashoggi, sejumlah perempuan pembela HAM telah dibebaskan dari penjara, walaupunmasih ada lainnya yang dipenjara. Masih ada tuduhan penyiksaan. Mereka masih menghadapi dakwaan pidana ... adanya penggunaan hukuman mati, hukum cambuk, penumpasan atas perbedaan pendapat, dan gelombang penangkapan baru juga masih terus berlanjut,“ tambah Fisher.

Pada akhir minggu pada sesi tersebut, Dewan HAM PBB berencana menentukan tindakan atas sejumlah keputusan, dan mengadopsi lebih dari 40 resolusi baru. Hal itu termasuk rekomendasi peningkatan hak asasi manusia di negara-negara seperti Libya, Iran, Nikaragua, Sudan Selatan, dan Myanmar. [mg/ii]

XS
SM
MD
LG