Tautan-tautan Akses

Presiden Taiwan Bantah Bahas Pemilu dalam Pembicaraan dengan China


Presiden Taiwan Ma Ying-jeou, kiri, dan Presiden China Xi Jinping.
Presiden Taiwan Ma Ying-jeou, kiri, dan Presiden China Xi Jinping.

Presiden Taiwan mengatakan pertemuan hari Sabtu (11/07) dengan Presiden China bukan untuk mempengaruhi pemilu demokratis di Taiwan pada bulan Januari, namun mendorong hubungan lebih normal dan membantu Taiwan lebih berpengaruh di dunia internasional.

"Kami membuat keputusan ini bukan karena menjelang pemilu, tetapi untuk kemakmuran generasi berikutnya," kata Presiden Ma Ying-jeou ketika berbicara dalam sebuah konferensi pers di Taipei. Ditambahkan "melalui pertemuan Ma-Xi ini, kami berharap para pemimpin negara akan mencapai kemajuan dan mengambil langkah pertama supaya pertemuan-pertemuan antara para pemimpin kedua negara itu menjadi hal yang biasa.”

Presiden Ma mengatakan dengan cara itu, siapa pun yang terpilih sebagai presiden di Taiwan dapat terus menjalin hubungan ini. Ia juga mengatakan berharap pertemuan itu akan membantu meredakan upaya China untuk mengucilkan Taiwan dari kalangan internasional.

"Taiwan telah lama menghadapi berbagai kesulitan dalam mengikuti pertemuan-pertemuan internasional pada masa lalu. Kami juga sering mendengar masukan dari masyarakat, terutama dari sejumlah organisasi seperti LSM-LSM," kata Presiden Ma. Ia berharap kedua pihak bisa mencapai kesepakatan dalam pertemuan itu supaya Taiwan lebih dapat berpartisipasi dalam komunitas internasional.

Sebagian besar negara dulunya mengakui negara Taiwan, atau Republic of China, nama resmi negara itu, tapi kini hanya 22 negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan. Amerika Serikat masih menjadi pendukung utama Taiwan, tapi Amerika juga memutuskan hubungan resmi dengan Taiwan pada tahun 1979.

Taiwan ikut dalam Olimpiade, tetapi menggunakan nama "Chinese Taipei."

Nama dan sebutan bagi Taiwan selalu menjadi pertanyaan rumit bagi kedua pemerintah, yang tidak saling mengakui satu sama lainnya. Taiwan dan China terpecah di tengah perang saudara pada tahun 1949 dan China menganggap pulau dengan pemerintahan demokratis itu merupakan bagian dari wilayah mereka.

Berapa besar hasil pertemuan itu dapat mengatasi sejumlah isu yang mengganggu hubungan, belum bisa dipastikan. Sejumlah pihak menyatakan kekhawatiran bahwa dengan tidak menggunakan gelar resminya dalam pertemuan tersebut, Presiden Ma Ying-jeoung telah merendahkan dirinya dan merugikan Taiwan.

Dalam konferensi pers, Presiden Ma mengenakan peniti bendera Taiwan pada kerah jasnya. Ketika ditanya apakah ia akan mengenakan peniti bendera itu dalam pertemuan dengan Presiden Xi hari Sabtu, Presiden Ma menjawab “tidak.”

Partai Nasionalis Presiden Ma tertinggal dalam jajak pendapat dan mungkin kehilangan kontrol, baik dalam pemilihan presiden dan badan legislatif untuk pertama kalinya pertengahan bulan Januari nanti. Sejumlah analis politik mencatat meskipun pertemuan itu mungkin ditujukan untuk mengangkat dukungan bagi partai Presiden Ma menjelang pemilu mendatang, pertemuan itu bisa membuat marah para pemilih muda di Taiwan yang semakin khawatir tentang hubungan Taiwan dengan negara komunis tetangganya. [zb/ii]

XS
SM
MD
LG