Tautan-tautan Akses

Prancis Katakan akan Sampaikan ‘Teguran Keras’ kepada Dubes China


Bendera nasional Prancis berkibar tertiup angin saat Presiden China Xi Jinping dan sejawatnya dari Prancis Emmanuel Macron menghadiri upacara penyambutan resmi untuk Macron di Beijing pada 6 April 2023. (Foto: AFP)
Bendera nasional Prancis berkibar tertiup angin saat Presiden China Xi Jinping dan sejawatnya dari Prancis Emmanuel Macron menghadiri upacara penyambutan resmi untuk Macron di Beijing pada 6 April 2023. (Foto: AFP)

Pemerintah Prancis akan menggunakan pertemuannya dengan duta besar China di Paris pada Senin (24/4) untuk menyampaikan “teguran keras” setelah pernyataannya tentang negara-negara pasca-Soviet memicu kemarahan, kata Kementerian Luar Negeri Prancis.

Duta Besar Beijing untuk Prancis Lu Shaye memicu kehebohan setelah mengatakan di televisi Prancis bahwa negara-negara yang muncul setelah jatuhnya Uni Soviet “tidak memiliki status efektif di bawah hukum internasional karena tidak ada perjanjian internasional yang menegaskan status negara-negara itu sebagai negara berdaulat.”

Seorang pejabat di Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan kepada AFP bahwa pertemuan kepala stafnya dengan duta besar China – yang telah dijadwalkan sebelum dia membuat pernyataan kontroversial – “akan menjadi kesempatan untuk menyampaikan teguran keras.”

Komentar Lu pada hari Jumat itu memicu gelombang kemarahan di seluruh Eropa, membuat tiga negara Baltik Uni Eropa pada hari Senin memanggil utusan China untuk menjelaskan pernyataan tersebut.

Menteri Luar Negeri Lithuania Gabrielius Landsbergis menulis di Twitter bahwa “jika ada yang masih bertanya-tanya mengapa Negara-negara Baltik tidak mempercayai China untuk ‘menjadi perantara perdamaian di Ukraina,’ inilah duta besar China yang berpendapat bahwa Krimea adalah Rusia dan perbatasan negara kita tidak memiliki dasar hukum,”

Komentar duta besar China itu tampaknya tidak hanya merujuk ke Ukraina, yang diinvasi sejak 24 Februari 2022, tetapi juga ke semua bekas republik Soviet yang muncul sebagai negara-negara merdeka setelah jatuhnya Uni Soviet pada 1991, termasuk negara-negara yamg kemudian menjadi anggota Uni Eropa.

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mencap pernyataan itu “tidak dapat diterima.” Dia menambahkan dalam sebuah cuitan di Twitter bahwa Uni Eropa “menganggap deklarasi itu tidak mewakili kebijakan resmi China.” [lt/uh]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG