Tautan-tautan Akses

Polisi Mesir Geledah Rumah Paman Aktivis AS yang Gugat Mantan PM


Polisi berjaga di depan gedung pengadilan di Kairo, Mesir. (Foto: dok).
Polisi berjaga di depan gedung pengadilan di Kairo, Mesir. (Foto: dok).

Polisi menggeledah rumah-rumah milik dua paman seorang aktivis AS keturunan Mesir yang baru-baru ini menggugat mantan perdana menteri Mesir atas tuduhan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, kata Human Rights Watch (HRW), Kamis (11/6).

Organisasi HAM internasional yang berbasis di New York itu mengatakan dalam sebuah pernyataan, keluarga Mohamed Soltan, aktivis tersebut, mengabarkan, belasan polisi berpakaian preman menggeledah rumah-rumah dua paman Soltan di Provinsi Menoufeya, Mesir.

Mereka mencari paspor, buku telepon dan laptop sebelum bertanya mengenai Soltan dan apakah keluarga tersebut menjalin kontak dengan Soltan. Tak ada seorangpun yang ditangkap dan tidak ada barang yang disita, kata HRW.

“Pasukan keamanan menggeledah rumah keluarga Soltan di Mesir merupakan pola yang jelas menarget keluarga pembangkang di luar negeri,” kata Joe Stork, wakil direktur HRW untuk Timur Tengah dan Afrika Utara.

Mantan PM Mesir Hazem el-Beblawi di Abu Dhabi, 27 Oktober 2013. (Foto: dok).
Mantan PM Mesir Hazem el-Beblawi di Abu Dhabi, 27 Oktober 2013. (Foto: dok).

Tanggal 1 Juni lalu, Soltan, 32, yang kini tinggal di Virginia, mengajukan gugatan hukum terhadap mantan Perdana Menteri Mesir Hazem el-Beblawi, menuduhnya berusaha menyiksa dan membunuhnya sewaktu ia ditahan di Kairo antara tahun 2013 hingga 2015. Soltan menggunakan sebuah UU AS yang memungkinkan korban penyiksaan dan usaha pembunuhan yang dilakukan pihak asing di luar negeri mencari keadilan dalam sistem pengadilan AS.

“Mohamed Soltan melakukannya di AS karena ia tidak berpeluang mencari keadilan di Mesir atas penyiksaan dan tindakan-tindakan pelanggaran lain yang dilakukan polisi,” kata Stork.

El-Beblawi saat ini berada di Washington, di mana ia bekerja sebagai seorang direktur eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF). Pada musim panas 201, setelah penggulingan presiden Mohamed Morsi yang dipimpin militer, pasukan keamanan menyerbu sebuah kamp protes yang dipadati para pendukung Morsi, dan membunuh ratusan di antara mereka.

Soltan, lulusan Universitas Ohio dan putra seorang anggota terkemuka Ikhwanul Muslimin, organisasi yang mendukung Morsi, tertembak di tangannya sewaktu bekerja sebagai wartawan bagi sejumlah organisasi berita Barat di Lapangan Rabaa al-Adawiya.

Ia akhirnya ditangkap pasukan keamanan dan dihukum penjara seumur hidup atas tuduhan menyebarkan berita bohong, menyusul pengadilan massal yang banyak dikecam kelompok-kelompok HAM.

Di kompleks penjara Tora yang berkeamanan maksimum, Soltan mengatakan, ia disiksa dalam pengawasan el-Beblawi dan sejumlah pejabat tinggi lainnya. Ia tidak diberikan layanan kesehatan untuk menyembuhkan luka tembaknya, dipukul hingga tak sadarkan diri, ditahan di sel yang terisolasi dan dipaksa mendengarkan jeritan ayahnya yang disiksa di sel penjara di dekatnya.

Di bawah tekanan pemerintahan Obama, Mesir akhirnya membebaskan Soltan pada 2015, meskipun ayahnya tetap dipenjarakan.

Gugatan hukum Soltan menyebutkan sejumlah nama yang dianggap ikut bertanggung jawab, termasuk Presiden Abdel Fattah el-Sissi dan kepala dinas intelijen Abbas Kamel. Menurut gugatan itu, mereka harus diadili seandainya menginjakan kaki di AS. [ab/uh

XS
SM
MD
LG