Tautan-tautan Akses

Goldman Sachs Dituduh Korbankan Kepentingan Klien untuk Raih Laba


Menurut mantan direktur eksekutif Goldman Sachs, perusahaan itu mencari laba semaksimal mungkin dengan sengaja menjual produk-produk keuangan yang salah kepada klien.
Menurut mantan direktur eksekutif Goldman Sachs, perusahaan itu mencari laba semaksimal mungkin dengan sengaja menjual produk-produk keuangan yang salah kepada klien.

Mantan eksekutif senior Goldman Sachs, perusahaan investasi raksasa di Wall Street, mengungkapkan perusahaan itu lebih mengedepankan upaya mencari laba sendiri daripada kepentingan klien.

Greg Smith mundur dari jabatannya sebagai Direktur Eksekutif Goldman Sachs di London yang menangani bisnis ekuitas dan derivatif di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Pengunduran dirinya setelah 12 tahun bekerja pada Goldman dilengkapi dengan artikel opini yang ditulisnya di surat kabar New York Times. Ia mengatakan lingkungan kerja Goldman Sachs sekarang beracun dan merusak. Menurutnya, analis-analis junior mencerminkan kebijakan pimpinan Goldman Sachs, dengan mencari laba semaksimal mungkin bagi perusahaan, bahkan dengan sengaja menjual produk-produk keuangan yang salah kepada klien.

Menurut pialang di sejumlah perusahaan investasi lain, tuduhan Smith bisa merugikan mereka juga. Angus Campbell, direktur penjualan pada London Capital Group, mengatakan, “Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah hal itu hanya terjadi pada Goldman Sachs? Hampir pasti tidak. Saya yakin kejadian semacam ini terjadi di sektor perbankan secara menyeluruh, dan bank-bank investasi lainnya juga. Ini bukan humas yang baik.”

CEO Goldman Sachs, Lloyd Blankfine, menganggap tuduhan Smith sama seperti seorang pegawai yang tidak puas. Perusahaan itu juga mengeluarkan pernyataan “Kami membantah pandangan Smith, yang menurut kami tidak mencerminkan cara kami berbisnis. Dalam pandangan kami, kami hanya akan sukses jika klien kami juga sukses. Prinsip fundamental ini menjadi inti dari bisnis kami.”

Curahan hati Smith muncul di tengah meluasnya kemarahan publik pada Wall Street yang diduga berperan dalam krisis keuangan 2008, dan menyusul pemberian dana talangan pemerintah untuk bank-bank besar. William Cohan, pengarang buku berjudul “How Goldman Sachs Came to Rule the World,” mengatakan publik mungkin tidak akan mengubah pandangan negatif mereka terhadap Wall Street.

“Alasan bagi kelangkaan perubahan di Wall Street adalah karena insentif untuk Wall Street tidak berubah,” ujarnya.

Jason Thomas, mantan pegawai Goldman Sachs dan sekarang menjabat sebagai CEO Aspiriant, perusahaan pengelolaan dana di Los Angeles, menyebut insentif-insentif itu termasuk uang, kekuasaan, dan gengsi. Menurut Thomas, budaya kerja Goldman Sachs berubah sejak perusahaan ini menjual saham ke publik tahun 1999.

“Ada tekanan untuk memenuhi pendapatan kuartalan. Menurut saya, itu adalah aspek paling merusak dalam sebuah perusahaan publik. Perusahaan itu diawasi publik, dan pada saat bersamaan tidak mampu melihat ke depan ketika membuat keputusan jangka panjang,” paparnya.

Greg Smith menulis Goldman Sachs sebelumnya pernah menggalakkan budaya integritas, kesederhanaan, dan membangun kepercayaan dari kliennya dan selalu berusaha berbuat benar. Jason Thomas sepakat dengan hal ini, dan menambahkan pegawai-pegawai junior senantiasa diingatkan bahwa mereka bisa secara mudah menciptakan citra perusahaan yang buruk daripada mengembangkan citra positif.

“Jadi, dengan kata lain, batasilah diri, karena hal itu jauh lebih menguntungkan perusahaan. Tetapi, ternyata hal itu terlupakan dalam proses perjalanan perusahaan,” tambahnya.

Greg Smith menuduh turunnya moral Goldman Sachs merupakan ancaman paling serius pada kelangsungan perusahaan itu dalam jangka panjangnya. Jason Thomas menambahkan pengakuan Smith memunculkan sebuah proses pencarian jati diri di Goldman Sachs yang didirikan pada1869.

XS
SM
MD
LG