Tautan-tautan Akses

Perubahan Iklim Picu Kerugian Ekonomi


Seorang pria India di Allahabad, India, tengah memercikan air ke wajahnya di tengah udara panas yang menyengat di musim panas, 27 Mei 2012. (Foto: dok).
Seorang pria India di Allahabad, India, tengah memercikan air ke wajahnya di tengah udara panas yang menyengat di musim panas, 27 Mei 2012. (Foto: dok).

Sebuah laporan baru memperingatkan bahwa meningkatnya stress akibat pemanasan global bisa menyebabkan orang kehilangan pekerjaan dan mengalami kerugian ekonomi tahun 2030, terutama bagi negara-negara miskin. Wartawan VOA Lisa Schlein melaporkan dari Jenewa pada peluncuran laporan Organisasi Buruh Sedunia (ILO) itu yang berjudul "Bekerja di planet yang memanas: Dampak stres akibat suhu panas terhadap produktifitas kerja dan pekerjaan yang layak."

Laporan ILO mengenai naiknya suhu dan meningkatnya stres di tempat kerja akan menyebabkan hilangnya pekerjaan penuh waktu bernilai 80 juta dolar dan kerugian ekonomi global sebesar 2.4 triliun dolar pada 2030.

Para penulis studi itu menyebut perkiraan mereka itu dibuat berdasarkan kenaikan suhu global sebesar 1,5 derajat Celcius pada akhir abad. Para ilmuwan iklim memprediksi suhu bisa naik sampai 3 derajat Celcius.

Laporan itu mengatakan orang-orang yang bekerja di luar ruangan terutama di sektor pertanian dan konstruksi akan paling terkena dampaknya. Dikatakan, sektor pertanian akan kehilangan 60 persen jam kerja global, disusul sektor konstruksi yang akan kehilangan sekitar 19 persen.

Kepala departemen riset ILO dan penulis utama laporan itu, Catherine Saget, mengatakan Asia selatan dan Afrika barat adalah wilayah yang paling terkena dampak paling serius. Dia mengatakan tujuh wilayah yang paling terkena dampaknya adalah negara-negara yang paling tidak maju di Afrika.

"Stres akibat suhu panas terpusat di negara-negara, di kawasan yang sekarang ini kekurangan pekerjaan yang layak -- banyak pekerjaan yang tidak formal, kemiskinan berkepanjangan dan jaminan sosial yang terbatas. Di Afrika, misalnya, 75 persen populasi tidak punya jaminan kesehatan."

Saget mengatakan 2.3 persen jam kerja akan berkurang di Afrika tahun 2030 karena stres akibat suhu panas, lebih tinggi dibandingkan tingkat rata-rata global yaitu 2.2 persen.

Laporan itu mengatakan para pekerja di negara-negara kaya juga akan terkena dampak panas berlebihan, tapi tidak seburuk negara-negara miskin. Ini, catatnya, akan memperluas kesenjangan antara negara miskin dan kaya dan menyebabkan memburuknya kondisi kerja bagi mereka yang paling rentan.

ILO mendesak pemerintah-pemerintah untuk menegakkan kebijakan untuk mengatasi risiko stres akibat suhu panas dan melindungi para pekerja. Termasuk dengan menciptakan kondisi kerja lebih baik dan memperbaiki sistem peringatan dini bagi peristiwa panas. ILO juga menyerukan ditingkatkannya keselamatan dan kesehatan di lingkungan kerja dan untuk membantu warga mengatasi bahaya terkait suhu panas. [vm/al]

XS
SM
MD
LG