Tautan-tautan Akses

Perokok Pasif Bisa Alami Gangguan Jiwa


Studi baru menunjukkan perokok pasif yang tinggal dengan perokok lebih besar kemungkinan lebih sering masuk rumah sakit dan menderita gangguan jiwa.
Studi baru menunjukkan perokok pasif yang tinggal dengan perokok lebih besar kemungkinan lebih sering masuk rumah sakit dan menderita gangguan jiwa.

Dalam beberapa tahun terakhir, bukti-bukti medis mengacu pada dampak kesehatan yang buruk bagi perokok pasif. Kini, sebuah studi terbaru menambah bukti bahwa orang tidak merokok yang bekerja atau tinggal di sekitar perokok bisa mengalami gangguan kejiwaan.

Dr. Mark Hamer dari University College London mengatakan penelitian sebelumnya menunjukkan perokok berisiko tinggi terkena gangguan mental, khususnya depresi.

“Masalahnya, penelitian semacam ini tidak mudah ditafsirkan karena jelas orang yang sudah terkena gangguan mental menggunakan rokok untuk mengobati dirinya,”katanya.

Dalam studi ini, Hamer dan rekan-rekannya menggabungkan tingkat penghirupan asap tembakau dengan berbagai wawancara yang terfokus pada isu kesehatan jiwa. Mereka mendapati bahwa orang yang tidak merokok tetapi secara rutin terkena asap tembakau berisiko lebih besar mengalami gangguan kejiwaan, dan gangguan kesehatan mental meningkat seiring dengan meningkatnya frekuensi menghirup asap tembakau.

“Kami temukan bahwa perokok pasif berisiko tinggi terkena depresi dan kegelisahan,” jelas Dr. Hamer.

Hamer menambah mereka juga mendapati orang yang menghirup asap rokok orang lain lebih besar kemungkinannya masuk rumah sakit akibat penyakit kejiwaan ketimbang mereka yang tidak menghirup asap rokok.

Untuk menyimpulkan secara tepat asap rokok yang terhirup, tim peneliti mengetes kotinin, yang dihasilkan nikotin setelah terjadi metabolisasi. Selain itu, mereka juga mengajukan pertanyaan kepada orang-orang dalam studi itu di mana mereka menghirup asap rokok. Barangkali yang mengherankan adalah jawabannya bukan di tempat kerja, restoran, atau klub malam.

"Orang menghirup asap rokok orang lain lebih banyak di rumah mereka,” katanya.

Studi Dr. Mark Hamer ini dimuat di jurnal Archives of General Psychiatry (VOA/Budi Setiawan).

XS
SM
MD
LG