Tautan-tautan Akses

Perludem: Keputusan MK Soal Dinasti Politik Mengecewakan


Mantan gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah (tengah), saat ditahan KPK di Jakarta, 2013.
Mantan gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah (tengah), saat ditahan KPK di Jakarta, 2013.

Masyarakat semakin tidak mendapatkan kesempatan untuk berkompetisi dalam pemilihan umum dengan prinsip persamaan dan keadilan.

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai putusan Mahkamah Konstitusi soal dinasti politik mengecewakan karena masyarakat semakin tidak mendapatkan kesempatan untuk berkompetisi dalam pemilihan umum dengan prinsip persamaan dan keadilan.

Pada hari Rabu (8/7) Mahkamah Konstitusi (MK) melegalkan pencalonan keluarga petahana dalam pemilihan kepala daerah. Direktur Eksekutif Perludem, Titi Angraini mengatakan, MK hanya melihat dari sisi perlindungan hak konstitusi warga negara tetapi tidak melihat mandat bahwa pilkada harus dijalankan secara demokratis.

Titi mengatakan banyak warga selama ini karena kondisi yang ada tidak mendapatkan kesempatan dalam konteks persamaan dan keadilan akibat akses dinasti politik dan kerabat yang sangat luar biasa terhadap kekuasaan, menggunakan pengaruh dan kekuasaan.

Sebenarnya Undang-undang Pilkada telah mengatur larangan memiliki konflik kepentingan ini, ujar Titi, yang jika diberlakukan akan mewujudkan pilkada yang demokratis.

Dalam aturan tersebut, peluang keluarga petahana untuk mencalonkan diri masih diakomodasi setelah si petahana melewati jeda satu kali masa jabatan, ujarnya.

"Ini masyarakat kita memimpikan bahwa pilkada kita berlangsung dengan demokratis. Fakta di lapangan membuktikan ada problematika terkait dengan konflik kepentingan kerabat petahana dengan petahana, maka harus dilakukan pengaturan kepemiluan kita dengan membuat undang-undang yang bahasanya melarang adanya konflik kepentingan," ujarnya.

Mahkamah Konstitusi menilai kekhawatiran terhadap munculnya dinasti politik tak akan terjadi jika pengawasan berjalan dengan baik. Dalam putusannya, MK tidak menampik anggapan bahwa petahana cenderung menggunakan kekuasaannya dalam proses pilkada tapi kekhawatiran itu tak perlu ada jika pengawasan bekerja terutama oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Inspektorat serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Larangan konflik kepentingan, menurut Hakim MK Patrialis Akbar, seharusnya spesifik diperuntukkan bagi pejabat petahana dan bukan mengatur keluarga petahana yang ingin mencalonkan sebagai kepala daerah.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menyatakan keputusan Mahkamah Konstitusi soal dinasti politik ini melemahkan upaya memajukan demokrasi dan budaya anti-korupsi di Indonesia.

Ade mencontohkan dinasti politik keluarga mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang terlibat sejumlah kasus korupsi. Dinasti politik yang sama, lanjutnya, juga mulai bermunculan di banyak daerah dengan kecenderungan yang sama.

Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo mengatakan dengan posisi saat ini, politik dinasti tetap akan bisa berkembang. Padahal, aturan sudah dibuat agar partai politik tidak seenaknya mencalonkan kepala daerah yang memiliki hubungan keluarga dengan petahana, tambahnya.

"Kalau ini dibiarkan, sistem ini memfasilitasi, aturan hukum juga menguatkan maka tidak akan ada kemajuan yang dicapai bangsa ini. Cita-cita menjadikan bangsa ini demokratis pasti akan sulit terwujud," ujarnya.

Recommended

XS
SM
MD
LG