Tautan-tautan Akses

Penyelidik PBB: Israel Sengaja Target Warga Sipil dalam Penumpasan Demonstran di Gaza Tahun Lalu


Seorang pria membawa, Fares Sersawi (12 tahun), yang terluka parah akibat tembakan pasukan Israel dan kemudian meninggal, dalam aksi protes di perbatasan Gaza dengan Israel, 5 Oktober 2018.
Seorang pria membawa, Fares Sersawi (12 tahun), yang terluka parah akibat tembakan pasukan Israel dan kemudian meninggal, dalam aksi protes di perbatasan Gaza dengan Israel, 5 Oktober 2018.

Penyelidik PBB menuduh tentara Israel sengaja menarget warga sipil dalam penumpasan tahun lalu di Gaza terhadap orang-orang Palestina yang melancarkan protes mingguan. Mereka menilai beberapa insiden mungkin menyamai kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan.

Komisi Penyelidik Independen PBB terhadap Protes Gaza tahun 2018 yang beranggotakan tiga orang mengatakan akan menyerahkan laporannya kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada bulan Maret.

Komisi itu mengatakan, antara 30 Maret dan 31 Desember tahun lalu, 189 warga Palestina tewas dan lebih dari 6.000 demonstran tidak bersenjata ditembak oleh penembak jitu militer Israel di lokasi protes di dekat pagar pemisah di Gaza. Komisi itu melaporkan empat tentara Israel terluka dalam demonstrasi-demonstrasi itu.

Seorang ibu Palestina meratapi bayinya: Leila al-Ghandour (8 bulan) yang meninggal akibat terhirup gas air mata yang ditembakkan pasukan Israel di Gaza 15 Mei tahun lalu.
Seorang ibu Palestina meratapi bayinya: Leila al-Ghandour (8 bulan) yang meninggal akibat terhirup gas air mata yang ditembakkan pasukan Israel di Gaza 15 Mei tahun lalu.

Kepada VOA, anggota komisi Sara Hossain dari Bangladesh mengatakan, tidak ada pembenaran atas penembakan dan pembunuhan warga sipil Palestina yang tidak bersenjata.

“Yang kami katakan adalah, mereka sengaja menembak anak-anak. Mereka sengaja menembak orang-orang cacat. Mereka sengaja menembak wartawan - dan mereka ditembak oleh penembak jitu yang mengetahui bahwa mereka adalah anak-anak, penyandang cacat dan wartawan, penembak jitu yang dilengkapi juga dengan pengintai berteknologi tinggi, yang sangat canggih, untuk mengetahui siapa yang ada di lapangan sana," ungkap Sara Hossain.

Israel membantah laporan itu, menyebutnya "sandiwara yang tidak masuk akal" dan menilai laporan itu "bermusuhan, palsu dan bias."

Penyelidik PBB menilai pemerintah Israel tidak bersedia bekerja sama. Menurut mereka, pihak berwenang Israel tidak menanggapi berulangkali permintaan akan informasi dan tidak memberi mereka akses ke Israel atau wilayah Palestina yang diduduki.

Akibatnya, penyelidik PBB mengatakan, mereka mengandalkan ribuan gambar dan rekaman yang dibuat demonstran, media dan pasukan Israel. Anggota komisi juga melakukan 325 wawancara dengan para korban, saksi dan sumber-sumber lain, termasuk organisasi non-pemerintah Israel, dan mengumpulkan lebih dari 8.000 dokumen.

Ketua Komisi Santiago Canton dari Argentina mengatakan komisi penyelidik itu mendapati alasan yang masuk akal untuk mempercayai bahwa pasukan keamanan Israel telah melakukan pelanggaran serius hak asasi berdasar hukum kemanusiaan internasional.

"Jelas perlu penyelidikan pidana atas pelanggaran-pelanggaran ini dan penuntutan, dan kami mengimbau Israel agar melakukan penyelidikan yang berarti atas pelanggaran-pelanggaran serius ini dan memberi keadilan dan ganti rugi segera bagi mereka yang terbunuh dan terluka," ujar Santiago.

Israel menuduh Hamas, penguasa de facto di Gaza, menggunakan protes-protes keras itu sebagai kedok bagi militan untuk menyelinap masuk ke Israel. Hamas mengatakan, para demonstran mendesakkan "hak untuk kembali" bagi keturunan pengungsi Palestina ke rumah leluhur, tempat yang kini disebut Israel. Hamas juga mengatakan orang-orang memrotes blokade Jalur Gaza dan pemindahan Kedutaan Besar Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem pada Mei lalu. (ka)

XS
SM
MD
LG