Tautan-tautan Akses

Penobatan KGPAA Paku Alam X di Era Modern


KGPAA Paku Alam X melambaikan tangannya dari dalam kereta Kyai Manik Kumolo yang sudah berusia 200 tahun dalam prosesi kirab seusai penobatan, Kamis, 7 Januari 2016 (Foto: VOA/Munarsih).
KGPAA Paku Alam X melambaikan tangannya dari dalam kereta Kyai Manik Kumolo yang sudah berusia 200 tahun dalam prosesi kirab seusai penobatan, Kamis, 7 Januari 2016 (Foto: VOA/Munarsih).

Penobatan Putra Mahkota Puro Pakualaman Yogyakarta menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam X berlangsung Kamis siang (7/1).

Alunan Gendhing Jawa dari Gamelan Pusaka Kyai Rinding di Bangsal Sewotomodisusul penghormatan oleh dua bregodo prajurit Plangkir dan Lombok Abang menandai penobatan putra mahkota Kanjeng Bendoro Pangeran Haryo (KBPH) Prabu Suryodilogo menjadi Ganjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam X Puro Pakualaman Yogyakarta.

Kepada Paku Alam yang baru juga dikenakan Keris Kyai Buntit dan dipergelarkan tari Bedoyo Angron Akung ciptaan Paku Alam II. KPH Indro Kusumo dari urusan adat Puro Pakualaman Yogyakarta mengatakan, jumenengan (penobatan) dilakukan setelah putra mahkota mengambil alih kekuasaan dari ayahandanya yang wafat beberapa waktu lalu.

“Secara simbolis resmi beliau naik tahta. Kita menunjuk kerabat yang sudah sepuh (senior) sebagai wakil dari saudara dan kerabat semuanya melakukan prosesi. Waktu surut , Paku Alam IX meninggal, kita sudah sampaikan ke masyarakat beliau menyatakan melingsir keprabon (mengambil alih kekuasaan almarhum ayahnya) dan semua kerabat dan keluarga tidak keberatan,” kata KPH Indro Kusumo.

Pada penobatan itu Paku Alam X menyampaikan pidato mengenai visi Kadipaten Pakualaman kedepan yaitu mengembangkan kebudayaan.

“Saya akan terus menerus berada dalam tegangan antara tradisi dan pembaruan karena proses berkreasi selalu menuntut adanya inovasi. Sehubungan itu tradisi di Kadipaten Pakualaman sebagai bagian tak terpisahkan dari Kasultanan Yogyakarta akan saya jadikan tolok ukur untuk memahami perkembangan dan perubahan yang terjadi dengan cepat sehingga tidak terlepas dari akarnya,” jelas KGPAA Paku Alam X.

Persiapan Kirab di depan Bangsal Sewotomo, Yogyakarta, Kamis, 7 Januari 2015 (Foto: VOA/Munarsih)
Persiapan Kirab di depan Bangsal Sewotomo, Yogyakarta, Kamis, 7 Januari 2015 (Foto: VOA/Munarsih)

Di antara tamu yang hadir adalah sejumlah menteri termasuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan. Anies menekankan pentingnya mengembangkan tradisi ditengah budaya modern.

"Mengembangkan tradisi, bukan saja melestarikan tapi mengembangkan. Selama ini Kadipaten Pakualaman dan Kasultanan sudah berhasil melakukan itu. Bagaimana Pakualaman dan Kasultanan mampu mengembangkan itu sebagai bagian dari Indonesia modern, menjaga nilai-nilai Jawa, nilai agung dan disisi lain menjadi bagian dari dunia modern," kata Mendikbud Anies Baswedan.

Upacara penobatan, menurut panitia KRMT Tirtodiprojo, dibuat sederhana menghabiskan dana sekitar 500 juta rupiah, tanpa hidangan makan siang dan separo dari biaya itu merupakan sumbangan masyarakat.

“Partisipasi masyarakat yang utama, sebagaimana tenda, sound system dan konsumsi , mereke menyediakan untuk kami dan kami tinggal menyediakan packing doosnya saja. Kami tidak pernah mengajukan proposal, kami tidak pernah minta kepada siapapun. Ada yang nyumbang makanan 100 box, 300 box, berapa saja kami terima,” jelas KRMT Tirtodiprojo.

Usai penobatan, Kamis sore dilakukan kirab meriah menempuh jarak hampir empat kilometer melibatkan antara lain beberapa ekor gajah dan enam kereta kerajaan. Paku Alam X menaiki kereta Kyai Manik Kumolo yang sudah berusia 200 tahun, sumbangan Sir Thomas Stamford Raffles kepada Paku Alam I tahun1812. Panitia Kirab Raden Wedono Hasto Prakoso mengatakan, ratusan orang dengan sukarela mendukung kirab.

Penobatan KGPAA Paku Alam X di Era Modern
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:03 0:00

“Tidak ada hubungan darah dengan kadipaten Pakualaman tetapi mereka dengan kesetiakawanan, katresnan (sayang) sehingga semuanya saiyeg saekokapti nyengkuyung hajad dalem jumenengan (mendukung sepenuhnya acara penobatan),” kata Raden Wedono Hasto Prakoso.

Masyarakat pun berbondong-bondong menyaksikan kirab yang merupakan acara tradisi yang langka itu, termasuk Bekti dari Pakualaman dan Aryok pedagang dari Sleman. “Karena paduka baru kita terkesan kembali tahun-tahun yang lalu ternyata kerajaan itu juga bagus, mengenang kejayaan sejarah zaman dulu lah,” katanya.

“Supaya merakyat seperti Paku Alam IX itu, terus para penjual yang berdagang disini jangan sampai digusur,” kata Aryok.

Sementara itu, KPH Anglingkusumo salah satu paman Paku Alam X menyatakan menolak penobatan yang dianggap tidak sah dan berjanji akan menyampaikan tuntutan secara hukum. [ms/em]

XS
SM
MD
LG