Tautan-tautan Akses

Pengamat: China Pegang Kendali dalam Ekspor Gas Rusia


FILE - Sebuah mobil melaju di dekat fasilitas pabrik pemrosesan gas Amur, bagian dari proyek "Power of Siberia" Gazprom, di luar kota Svobodny di timur jauh, di wilayah Amur Rusia, 29 November 2019.
FILE - Sebuah mobil melaju di dekat fasilitas pabrik pemrosesan gas Amur, bagian dari proyek "Power of Siberia" Gazprom, di luar kota Svobodny di timur jauh, di wilayah Amur Rusia, 29 November 2019.

Pipa gas baru yang besar ke China dapat membantu mengurangi ketergantungan Rusia pada pembeli Eropa, tetapi para analis mengatakan proyek tersebut mengungkapkan ketidakseimbangan yang tumbuh antara kedua negara yang telah lama menjalin persekutuan strategis itu.

Beijing muncul sebagai penyokong ekonomi bagi Moskow tahun lalu, terutama melalui pembelian energi, setelah sanksi Barat atas invasi Rusia ke Ukraina memutuskan hubungan-hubungan perdagangan penting.

Moskow yakin bahwa pipa baru, Power of Siberia 2, akan terus berjalan, tetapi Beijing sejauh ini belum menyatakan komitmennya secara terbuka.

Para analis mengatakan respons yang lamban menunjukkan ketidakseimbangan yang menguntungkan Beijing dalam kesepakatan energi antara kedua negara, serta kewaspadaan China yang terlalu bergantung pada Rusia untuk bahan bakar.

China "tidak terburu-buru untuk menandatangani apa pun kecuali proposal itu menguntungkan dan dibentuk berdasarkan ketentuan China," kata peneliti Marina Shagina di Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS) di Berlin kepada AFP.

Proyek itu dibahas selama pertemuan puncak Presiden China Xi Jinping dengan pemimpin Rusia Vladimir Putin di Moskow pekan ini.

Putin mengatakan setelah berbicara dengan Xi bahwa "semua kesepakatan telah tercapai" pada proyek Power of Siberia 2.

Tetapi pernyataan bersama mereka hanya mengatakan kedua belah pihak akan berusaha memajukan "penelitian dan konsultasi" mengenai jalur pipa itu

Kementerian Luar Negeri China tidak menanggapi permintaan untuk memberikan rincian lebih lanjut.

Power of Siberia 2 dapat memfasilitasi pengangkutan 50 miliar meter kubik gas ke China setiap tahun, kira-kira setara dengan total kapasitas pipa Nord Stream 2 yang kontroversial dari Rusia ke Jerman.

Seorang pejabat senior Rusia mengatakan tahun lalu bahwa manfaat jalur pipa itu secara strategis dapat menggantikan Nord Stream 2.

Rusia Putus Asa

Sebelumnya tercatat sebagai pengekspor gas alam cair (LNG) terbesar di dunia, ekspor gas Rusia anjlok pada tahun 2022 setelah serangkaian sanksi Barat atas perang Ukraina.

Saat Eropa mencari pemasok lain, Moskow beralih ke para pembeli alternatif termasuk China, yang sudah terhubung dengan pipa Power of Siberia 1.

Pada tahun 2022, China mengambil alih posisi Jerman sebagai pembeli utama energi Rusia. Perusahaan-perusahaan energi China telah membayar total $12,2 miliar untuk batu bara, gas, dan minyak dari Rusia sepanjang tahun ini, menurut Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih yang berbasis di Helsinki.

Pengiriman gas Rusia ke China melalui pipa Power of Siberia 1 mencapai rekor 15,5 miliar meter kubik tahun lalu.

Namun penjualan ke Asia itu tidak seberapa jika dibandingkan dengan 155 miliar meter kubik gas yang diekspor Rusia ke Eropa sebelum perang Ukraina.

"Rusia sangat ingin mengirim gas sebanyak mungkin ke arah timur karena Eropa berusaha untuk mengurangi ketergantungannya pada gas Rusia," kata Philip Andrews-Speed, peneliti senior di Institut Studi Energi Universitas Nasional Singapura.

Dan potensi kesepakatan gas Power of Siberia 2 akan mengonsolidasikan China sebagai pasar jangka panjang, kata Jaime Concha, pakar pasar gas di firma analisis industri Energy Intelligence.

Infrastruktur pipa Rusia yang ada "sebagian besar disusun untuk memenuhi pasar Eropa", kata Concha kepada AFP.

Membangun jaringan yang setara di Asia akan memakan biaya dan waktu, katanya, "yang menunjukkan betapa sedikit alternatif yang dimiliki Rusia".

Pelajaran dari Eropa

China, sementara itu, telah berusaha untuk memastikan beragam pemasok energi.

Negara itu telah menandatangani kesepakatan gas jangka panjang di berbagai penjuru dunia dalam beberapa tahun terakhir, termasuk perjanjian selama 27 tahun dengan Qatar yang bernilai $60 miliar,

"Para pembuat kebijakan China juga mempelajari ketergantungan berlebihan Eropa pada impor energi Rusia," kata Yan Qin, analis karbon utama di Refinitiv.

"Dengan posisi yang diperkuat dalam negosiasi energi dengan Rusia, China muncul sebagai pemenang dari perang di Ukraina," kata peneliti IISS Shagina kepada AFP.

"Beijing memanfaatkan isolasi internasional Moskow dan meningkatkan pembelian minyak, gas, dan batu bara Rusia yang didiskon besar-besaran," imbuhnya.

Pada saat yang sama, China telah merasakan dampak gejolak di pasar energi global.

Perang di Ukraina telah mendorong harga batu bara termal di pelabuhan Qinhuangdao China "hampir setinggi harga di Eropa," kata Qin, sementara kenaikan harga LNG telah memukul pembangkit listrik tenaga gas dan pengguna industri.

Pada akhirnya, katanya, pipa Power of Siberia 2 dapat "meningkatkan kapasitas impor gas China secara besar-besaran dan berpotensi mengurangi permintaan impor LNG China". [ab/uh]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG