Tautan-tautan Akses

Pengadilan Korsel Abaikan Gugatan “Perempuan Penghibur” terhadap Jepang


Mantan perempuan penghibur Lee Yong-soo dari Korea Selatan duduk di sebelah pengunjuk rasa Jepang memegang potret mantan perempuan penghibur di sebuah demonstrasi, menuntut pemerintah Jepang memberi kompensasi dan meminta maaf. (Foto: Reuters)
Mantan perempuan penghibur Lee Yong-soo dari Korea Selatan duduk di sebelah pengunjuk rasa Jepang memegang potret mantan perempuan penghibur di sebuah demonstrasi, menuntut pemerintah Jepang memberi kompensasi dan meminta maaf. (Foto: Reuters)

Sebuah pengadilan Korea Selatan telah memutuskan menolak gugatan sekelompok perempuan yang meminta kompensasi dari Jepang karena mereka dipaksa menjadi pelacur oleh pasukan pendudukan Jepang semasa Perang Dunia II.

Hakim di Pengadilan Distrik Sentral Seoul, Rabu (21/4), menyatakan bahwa Jepang memiliki imunitas dari gugatan perdata yang diajukan di negara lain berdasarkan konsep hukum internasional, seraya menambahkan bahwa mencabut kekebalan tersebut akan memicu perselisihan diplomatik yang tak terelakkan.

Satu dari 20 penggugat awal dalam kasus itu, Lee Yong-soo yang berusia 92 tahun, mengecam keputusan tersebut dan menyatakan tekad bahwa kelompok itu akan membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional.

Dalam kasus terpisah pada Januari lalu, seorang hakim lainnya memutuskan mendukung satu kelompok terdiri dari 12 orang yang disebut “perempuan penghibur” dan memerintahkan Tokyo agar membayar lebih dari 89 ribu dolar kepada masing-masing penggugat sebagai kompensasi atas penderitaan mereka semasa perang. Jepang dengan marah mengecam keputusan sebelumnya dengan alasan negara itu telah menyelesaikan masalah tersebut berdasarkan perjanjian 1965 yang menormalisasi hubungan bilateral dengan Seoul, yang mencakup pampasan 800 juta dolar, selain kesepakatan terpisah yang dicapai pada tahun 2015.

Di Tokyo, Ketua Sekretaris Kabinet Jepang Katsunobu Kato menolak mengomentari kasus baru itu, seraya menyebut alasan perlunya memeriksa kasus itu lebih lanjut. Tetapi ia mengatakan bahwa putusan dalam kasus terdahulu “sangat disesalkan dan tidak dapat diterima sama sekali” karena melanggar hukum internasional. [uh/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG