Tautan-tautan Akses

Pemilu AS 2020 Berpotensi Tentukan Nasib Twitter dan Facebook


Foto kombinasi logo Twitter dan Facebook di Beijing, 28 April 2018. (Foto: AP)
Foto kombinasi logo Twitter dan Facebook di Beijing, 28 April 2018. (Foto: AP)

Facebook, Twitter, dan perusahaan-perusahaan internet lainnya meluncurkan kebijakan baru tentang konten kontroversial selama kampanye pemilihan presiden Amerika.

Presiden Amerika Donald Trump, dikenal aktif di Twitter. Namun, dalam beberapa pekan terakhir, Twitter telah memberikan peringatan pada beberapa cuitan Trump, seperti tentang virus corona dan pemilihan lewat pos. @TeamTrump, akun Twitter kampanye Trump, juga diblokir sementara karena mencuit artikel tentang putra lawannya dari Demokrat, Joe Biden.

Sebagian orang menyambut baik tindakan Twitter untuk mengurangi penyebaran informasi yang salah. Yang lain mengkritik keputusan itu sebagai bias, membatasi kebebasan menyatakan pendapat konservatif dengan cara yang dapat mempengaruhi hasil pemilihan umum di Amerika.

Bukan hanya Twitter, Facebook juga membatasi kemampuan Trump untuk berbagi cerita tentang putra Biden. Situs lain telah mengambil tindakan keras serupa.

YouTube, milik Google, mengatakan telah melarang konten yang terkait dengan QAnon, yang oleh perusahaan itu disebut sebagai “konten teori konspirasi yang digunakan untuk membenarkan kekerasan di dunia nyata.”

Logo media sosial terpasang di sebuah jendela di New York, 13 Januari 2016. (Foto: AP)
Logo media sosial terpasang di sebuah jendela di New York, 13 Januari 2016. (Foto: AP)

Mengapa perusahaan-perusahaan bertindak sekarang?

“Mengenai pemilu yang akan datang, seperti yang dikatakan oleh seorang rekan, ini seperti gudang disinformasi. Semua mata tertuju ke situ. Kita sedang menantikannya. Kita mengantisipasi hal itu akan terjadi. Ini adalah acara besar,” ujar Lisa Kaplan adalah kepala eksekutif Alethea Group, sebuah perusahaan yang memberikan jasa konsultasi kepada perusahaan dan organisasi tentang disinformasi.

Belum lama ini, perusahaan-perusahaan internet membiarkan penggunanya berbicara tanpa banyak gangguan. Setelah pemilu Amerika 2016, perusahaan-perusahaan itu dikritik karena tidak berbuat cukup untuk menghentikan informasi yang salah pada layanan mereka, termasuk membiarkan jaringan yang disponsori asing menjalankan kampanye secara online untuk mempengaruhi pemilih.

Selama setahun terakhir, dan semakin meningkat dalam beberapa minggu terakhir, Twitter, Facebook, Google, dan lainnya telah memperketat aturan dan menegakkan kebijakan mereka.

“Saya pikir mereka perlu menerima kenyataan bahwa mereka harus menjadi pihak yang mengatasi masalah ini dan tidak melakukan pembiaran seperti sebelumnya,” kata Ann, ketua Komisi Pemilihan Federal.

Ann adalah seorang Demokrat yang mencalonkan diri sebagai senator negara bagian di California.

Pemilu AS 2020 Berpotensi Tentukan Nasib Twitter dan Facebook
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:15 0:00

Kalangan Republik mengatakan bahwa aturan-aturan baru itu ditegakkan secara tidak adil, sehingga membungkam suara-suara konservatif.

Para senator Republik telah meminta CEO Twitter dan Facebook untuk bersaksi tentang kebijakan mereka.

Anggota Senat dari kedua partai kini mempertimbangkan untuk mengubah undang-undang yang saat ini mengatakan perusahaan-perusahaan Internet tidak bertanggung jawab atas isi yang dipublikasikan oleh orang lain di situs mereka.

Seiring dengan semakin mendekatnya Hari Pemilu, apa yang diputuskan oleh Kongres nantinya akan menentukan nasib perusahaan-perusahaan Internet dan masyarakat umum. [lt/jm]

XS
SM
MD
LG