Tautan-tautan Akses

Pemerintah Kembali Hadapi Persoalan BBM Bersubsidi


Menko Perekonomian, Hatta Rajasa menilai penambahan kuota dirasa tidak perlu sebelum ada upaya maksimal untuk pengendalian penggunaan BBM bersubsidi (Foto: dok).
Menko Perekonomian, Hatta Rajasa menilai penambahan kuota dirasa tidak perlu sebelum ada upaya maksimal untuk pengendalian penggunaan BBM bersubsidi (Foto: dok).

Menko Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan BBM bersubsidi masih dapat dikelola hingga akhir tahun tanpa harus menambah kuota.

Sehari setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik menegaskan akan menambah kuota bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi karena stok tidak cukup hingga akhir tahun, timbul berbagai reaksi dalam pemerintahan dan pengamat migas.

Kepada pers di Jakarta, Jum’at (30/11), Menko bidang Perekonomian, Hatta Rajasa berpendapat penambahan kuota BBM bersubsidi dirasa tidak perlu, sebelum ada upaya maksimal untuk pengendalian penggunaan BBM bersubsidi.

“Kita itu tidak bisa begitu saja melampaui kuota karena semua dana dalam APBN itu sudah teralokasi dengan baik. Jadi kalau ada sesuatu, maka di dalam APBN kita (akan) ada yang dikurangi," jelas Menko Hatta Rajasa. "Lakukan pengendalian dulu. Nanti kalau tidak cukup, saya tidak setuju kalau kita menjadi kaku (sehingga tidak bisa Pertamina mengambil tindakan). Kita bisa meminta Pertamina untuk mengatasi (hal) itu segera (dengan) tetap menyalurkan (BBM), toh selisih harinya tidak banyak juga prediksi tanggal 22 habis, stok satu minggu kira-kira,” lanjutnya.

Persoalan BBM bersubsidi juga muncul karena masih maraknya penyelundupan. Menurut Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, BBM bersubsidi masih diselundupkan ke negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Timor Leste melalui jalur laut dan marak terjadi di wilayah perbatasan. Padahal ditegaskan Menteri Agus Martowardojo, BBM bersubsidi untuk masyarakat di tanah air yang membutuhkan dan disediakan pemerintah tersebut berasal dari anggaran negara. Kondisi tersebut menurut Menkeu sangat menyakitkan.

“(Masalah) BBM itu adalah BBM yang sebetulnya dibeli oleh oknum yang membeli dalam jumlah besar. Dan mereka itu sebetulnya memanfaatkan bentuk-bentuk kolusi untuk bisa mendapatkan jatah, kemudian nanti dijual dan istilahnya tentu istilah harga yang lebih dibandingkan harga subsidi. Namun mereka mendapatkan manfaat, dan itu sudah menjadi trend yang begitu luas,” demikian penjelasan Menkeu Agus Martowardojo.

Sementara menurut pengamat migas dari Pusat Kajian Strategi untuk Kepentingan Nasional, Dirgo Purbo, butuh langkah serius untuk memperbaiki masalah BBM di tanah air terutama sistem distribusi BBM bersubsidi. Selain itu ditambahkannya jika pemerintah masih butuh pihak asing untuk membantu mengatasi persoalan penyediaan BBM di tanah air, berbagai kebijakan terkait investasi migas harus segera diperbaiki.

“Terus terang itu menurut saya agak brutal ya. Apakah kita masih menganggap minyak ini strategis atau hanya sebagai komoditi kayak kopi atau batu bara? Kalau di negara-negara lain kecuali Indonesia posisi perusahaan minyak dia akan selalu cooperate. Dia tetap akan bekerjasama dengan Republik Indonesia, tapi intinya jangan mereka juga dibikin tidak pasti," kata Dirgo Purbo.

Sebelumnya Menteri ESDM, Jero Wacik mengatakan dalam waktu dekat akan mengajukan penambahan kuota BBM bersubsidi ke DPR RI karena diperkirakan BBM bersubsidi akan habis pada tanggal 20 Desember mendatang. Tambahan kuota yang dibutuhkan sebesar 1,2 juta kilo liter senilai sekitar Rp 6 triliun. Kuota BBM bersubsidi yang digunakan saat ini sebesar 44,04 juta kilo liter menggunakan anggaran sebesar Rp 216,8 triliun.

Recommended

XS
SM
MD
LG