Tautan-tautan Akses

Pemerintah Mulai Negosiasi dengan Perompak Somalia


Seorang bajak laut Somalia dengan senjatanya (foto: dok).
Seorang bajak laut Somalia dengan senjatanya (foto: dok).

Pemerintah mulai menawarkan sejumlah opsi kepada kepala pembajak untuk membebaskan 20 WNI, yang nasibnya berada di tangan para perompak Somalia. Putri nakhoda kapal juga telah menulis surat kepada Presiden, meminta pemerintah lekas bertindak.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan pemerintah telah menawarkan beberapa pilihan kepada kepala pembajak melalui PT Samudera Indonesia, pemilik kapal Sinar Kudus, yang dibajak kawanan perompak Somalia sejak 16 Maret lalu.

Tapi, Djoko tidak bersedia menyampaikan bentuk-bentuk pilihan yang ditawarkan, karena kuatir para perompak akan menaikkan uang tebusan yang diminta. Ia menyampaikan hal ini di Jakarta, Senin.

“Pihak pembajak tidak pernah menghubungi orang lain selain pemilik kapal, dan komunikasi itu senantiasa dijalankan. Oleh karena itu, koordinasi kita dengan pemilik kapal, Menteri Luar Negeri, dan dengan para pembajak. Komunikasi ini harus kita jalin terus, sampai dengan nanti diperoleh satu kesepakatan. Ini tindakan opsi pertama yang senantiasa kita kerjakan dari awal, hingga tadi malam (Minggu malam),” ujar Menkopulhukam Djoko Suyanto.

Djoko menambahkan bahwa sejak awal jumlah uang tebusan yang diminta oleh para pembajak selalu naik turun. Semula mereka meminta sembilan juta dolar AS, kemudian turun hampir dua juta dolar, lalu naik lagi menjadi enam juta dolar, dan terakhir, mereka meminta 3,5 juta dolar kepada pemilik kapal atau sekitar 30,3 miliar rupiah.

Rezky Judiana, putri nahkoda kapal Sinar Kudus, Slamet Juari, telah mengirimkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pekan lalu. Ia meminta pemerintah bertindak untuk membebaskan ayahnya, serta 19 anak buah kapal (ABK) yang disandera perompak Somalia.

Djoko mengaku tidak tahu-menahu apakah surat tersebut telah sampai di tangan Presiden, tapi ia mengatakan penjelasan yang ia sampaikan adalah jawaban pemerintah. PT Samudera Indonesia mengatakan asuransi hanya diberikan untuk kapal beserta isinya, tapi tidak termasuk awak kapal. Dalam hal ini, kata Djoko, pemerintah akan mencoba semaksimal mungkin melindungi ke-20 awak warga asal Indonesia tersebut.

Soal kemungkinan pelibatan militer, Menkopolhukam mengatakan untuk sementara pemerintah hanya berfokus pada upaya negosiasi. Tempo negosiasi dapat bervariasi, sekitar 3-6 bulan atau bahkan setahun.

“Ini kita berurusan dengan sindikat, dengan mafia yang terorganisasi, jadi kita tidak tahu mood di tempat itu. Ada permintaan tebusan yang naik turun. Nilainya juga harus yang bisa disepakati bersama. Kita merujuk pada kejadian serupa pada maskapai lain,” ujar Menkopulhukam.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR, Sidarto Danusubroto, dari PDIP, mengungkapkan beberapa kasus operasi penyelamatan WNI di Somalia beberapa tahun silam, yang harus dilakukan dalam operasi rahasia, dengan melibatkan kerjasama internasional.

“Banyak penyelesaian ABK yang bekerja di kapal asing itu tidak pernah terpublikasi, tapi selesai. Itu dilakukan oleh pihak KBRI Kenya, karena kita tidak punya KBRI di Somalia dengan operasi rahasia. Mereka melakukan pendekatan melalui kurir-kurir. Tetapi makin terpublikasi, makin mahal (uang tebusuan yang diminta)," ujar Sidarto.

Ia menilai penggunaan kekuatan militer juga bukan tanpa resiko, karena bila tidak berhati-hati maka korban dapat jatuh. Negara lain, seperti India, melibatkan militer karena peralatan perangnya lebih maju dibandingkan Indonesia. Menurut Sidarto, ini memang bukan pilihan yang mudah dan tergantung dari negosiasi antara pemilik kapal dengan perompak.

XS
SM
MD
LG