Tautan-tautan Akses

Pembuat Film dari Barat Beralih ke Timur


Sutradara asal Wales, Gareth Evans, yang memproduksi film laga laris "The Raid" di Indonesia. (Reuters/Alex Gallardo)
Sutradara asal Wales, Gareth Evans, yang memproduksi film laga laris "The Raid" di Indonesia. (Reuters/Alex Gallardo)

Semakin banyak pembuat film dari Eropa mewujudkan karya mereka di negara-negara Asia karena pertumbuhan pasar yang lebih besar.

Sejumlah pembuat film dari Eropa mewujudkan ambisi sinematik mereka di Timur, terodorong pertumbuhan box office yang sehat, prospek investasi dan potensi untuk kisah-kisah yang lebih menarik secara visual.

Salah satu yang terdepan adalah direktur asal Wales, Gareth Evans, dengan film laga garapannya di Indonesia “The Raid” yang telah meraup US$15 juta secara global tahun lalu untuk biaya pembuatan sekitar $1 juta. Evans sekarang sedang membuat sekuel filmnya.

“Meningkatnya ukuran pasar Asia jelas merupakan sumber motivasi,” ujar produser Perancis Christophe Bruncher, yang mengepalai program tahunan “Ties that Bind” di festival Busan di Korea Selatan dan festival Udine di Italia yang mengumpulkan produser-produser dan pembuat film dari Asia dan Eropa.

“Namun Asia dilihat pertama sebagai cadangan yang besar untuk cerita yang bagus gambar-gambar yang unik.”

Box office di wilayah Asia mencapai sekitar $10,4 miliar pada 2012, naik 15 persen dari tahun sebelumnya, dibandingkan dengan pertumbuhan 6 persen di pasar Amerika Utara, yang mengumpulkan $10,8 miliar.

Meraih nominasi Oscar untuk film pendeknya “Cashback” pada 2006, sutradara asal Inggris Sean Ellis pergi ke Asia untuk memproduksi film thriller yang ia sebut “surat cinta untuk kota Manila.”

“Metro Manila” mengeksplorasi kehidupan kota besar melalui kisah pasukan bersenjata dan memenangkan Audience Award pada festival film bergengsi Sundance di Utah pada Januari. Film ini diluncurkan di Inggris pada September.

“Sebagian besar riset dilakukan di Filipina sebelum kita memulai produksi,” ujar Ellis.

“Saya sangat memperhatikan setiap detail, saya ingin film ini otentik. Saya tidak mau orang-orang mengatakan ‘tahu apa anak kulit putih ini mengenai jalanan di Manila?’. Saya ingin tinggal di dalamnya, memprosesnya dan menceritakan sebuah kisah tentangnya.”

Ellis mengatakan bahwa meski kesempatan-kesempatan bagi para pembuat film berkembang seiring dengan meningkatnya pasar global, mencari pendanaan dan distribusi masih menjadi tantangan besar.

Memecahkan Rekor

Tahun lalu, box office internasional mencapai rekor $23,9 miliar menurut lembaga Motion Picture Association of America, dan hanya lima dari 20 film teratas yang mendapat hasil yang lebih di Amerika Utara dibandingkan dengan pendapatan di pasar-pasar internasional.

Meski film-film berbiaya besar Hollywood masih mendominasi box office Asia, dalam setahun terakhir film-film produksi lokal bersinar di wilayah ini.

Di China, film-film lokal terus memecahkan rekor box office.

Film “In China Painted Skin: Resurrection” menghasilkan $113,2 juta, “Lost in Thailand” $202,6 juta dan “Journey to the West: Conquering the Demons” sejauh ini mengumpulkan $195.2 million.

Pendapatan dari “Journey to The West” melebihi film-film laris internasional seperti “Skyfall” ($60 juta) dan Cloud Atlas ($26 juta).

Box office China baru-baru ini mengalami peningkatan yang lebih dari 30 persen per tahun dan pada 2012 melebihi $2,69 miliar. Bahkan Hong Kong naik 12 persen dan melewati $200 juta.

Dengan situasi seperti ini, festival film tahunan di kota tersebut pada bulan lalu menyertakan Forum Pendanaan Film Hong Kong-Asia (HAF), yang bekerja sama dengan kelompok dari Paris, Ateliers du Cinéma Européen (ACE).

Rencananya adalah untuk mengembangkan dan mempromosikan proyek-proyek yang memungkinkan para pembuat film dari Eropa dan Asia untuk membagi keterampilan mereka dalam upaya mewujudkan film mereka dan menjangkau penonton di masing-masing pasar.

“Kami mencari bakat, untuk mengembangkan film-film hebat untuk penonton Eropa dengan sentuhan China yang spesifik,” jelas Ronan Girre, eksekutif kepala ACE.

“Namun kami masih harus menggarap penonton yang spesifik di China, terutama penggemar budaya dan merek Eropa. Dengan anggaran yang kecil, penonton yang khusus ini akan sangat mendatangkan untung.”

Sementara masih belum jelas berapa banyak film Euro-Asia yang sedang diproduksi, program ACE di Hong Kong sedang mengerjakan 16 film, yaitu lima dari Uni Eropa, satu dari Selandia Baru, dan 10 dari pasar bahasa China, yang termasuk China, Singapura, Taiwan dan Hong Kong.

Besar di Jepang

Box office di Jepang juga mencapai rekor pada 2012 dengan $2,15 miliar, naik 7,7 persen dalam setahun menurut data industri.

Pra kritik memuji film produksi John Williams yang berbasis di Jepang, berjudul “Sado Tempest” yang dirilis secara terbatas di Tokyo bulan lalu.

Film tersebut, yang berdasar pada “The Tempest” karya Shakespeare dan mengisahkan sebuah band rock yang terpenjara di Pulau Sado, merupakan produksi bersama antara para pembuat film dari Hong Kong, Inggris, Jepang dan Afrika Selatan.

“Kelihatannya kompleks namun kami melakukannya secara sederhana dan efisien, dengan biaya legal yang rendah. Kami mulai dari gagasan sampai produksi hanya dalam tiga tahun,” ujar Williams.

“Ada semakin banyak sutradara asing yang bekerja di Jepang sekarang. Industri ini semakin terbuka dan hal ini sangat positif. Yang masih kurang di Jepang dan membuat perbedaan yang besar adalah dukungan dari pemerintah lokal atau regional. Ini yang menghambat banyak produser di sini.”

Daniel Kim, yang mengepalai acara Pasar Film yang mewadahi program “Ties That Bind” di Busan setiap Oktober, yakin bahwa pasar regional semakin berkembang, dan semakin banyak para pembuat film yang akan mengambil kesempatan itu.

“Populasi Asia sekitar lima kali lipat dari Eropa. Sudah waktunya Asia dan Eropa belajar mengenai budaya dan industri film masing-masing dan membuat jaringan yang kuat.” (AFP)
XS
SM
MD
LG