Tautan-tautan Akses

PBB: Perdagangan Senjata Ringan Jadi Faktor Perusak Perdamaian dan Keamanan


Anggota dari Unit Polisi Militer 139th berlutut dengan senjata tipe Beretta M9 9mm terpasang di pinggangnya dalam latihan penggunaan senjata ringan di Fort Stewart, AS, pada 29 September 2021. (Foto: AP/Stephen B. Morton)
Anggota dari Unit Polisi Militer 139th berlutut dengan senjata tipe Beretta M9 9mm terpasang di pinggangnya dalam latihan penggunaan senjata ringan di Fort Stewart, AS, pada 29 September 2021. (Foto: AP/Stephen B. Morton)

Perdagangan senjata ringan adalah “faktor penentu yang merusak perdamaian dan keamanan,” demikian disampaikan oleh Direktur Institut Penelitian Pelucutan Senjata PBB (UNIDIR) Robin Geiss kepada Dewan Keamanan PBB dalam debat tingkat menteri pada Senin (22/11).

Geiss mengatakan pengalihan dan perdagangan senjata telah “mengacaukan masyarakat dan memperburuk situasi menjadi tidak aman, termasuk dengan melakukan pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia, serta kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak dalam berbagai konteks.”

Dampak langsung perdagangan senjata mencakup kematian, cedera, pemidanaan, dan kerugian secara psikologis; juga konsekuensi sosial-ekonomi jangka panjang, seperti akses pada kesehatan dan pendidikan, pemberian layanan kemanusiaan dan perlindungan warga sipil.

Sepanjang tahun 2015-2020, UNIDIR mendukung 11 negara dalam melakukan pengkajian tentang pengelolaan senjata dan amunisi, atau dikenal sebagai WAM (Weapons and Ammunition Management).

Anggota Dewan Keamanan juga mendengar keterangan dari Maria Pia Devoto yang mewakili Coalición Armas Bajo Control di Argentina, suatu koalisi yang mencakup 150 organisasi masyarakat sipil yang dibentuk untuk mengimplementasikan Perjanjian Perdagangan Dunia.

Ia menegaskan bahwa “dampak yang menghancurkan” dari masalah ini “dirasakan paling parah oleh masyarakat di daerah yang terkena dampak konflik, di mana senjata-senjata (yang beredar) ini melanggengkan lingkaran setan kekerasan dan ketidakamanan.”

Devoto juga mengatakan embargo senjata yang diharuskan oleh Dewan Keamanan PBB sedang dirusak oleh pelanggaran yang dilakukan aktor non-Negara, dan bahkan anggota PBB sendiri.

Dewan Keamanan PBB melangsungkan pertemuan di bawah kepemimpinan Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard. Pertemuan ini merupakan salah satu acara penting yang menandai kepemimpinan Meksiko di Dewan Keamanan PBB pada bulan November ini.

Ebrard mengatakan “kita harus melakukan lebih banyak hal lagi untuk mengurangi pengalihan dan lalu lintas senjata api ringan dan konsekuensi negatifnya, terutama di negara-negara yang menghadapi kekerasan kriminal tingkat tinggi.”

“Di Meksiko kami percaya bahwa pemerintah dan sektor swasta harus bekerjasama untuk menghentikan perdagangan senjata dan dampaknya yang berbahaya bagi masyarakat," tambah Ebrard.

Sebelum pertemuan itu, Ebrard mengatakan kepada wartawan bahwa di Amerika Latin “sekitar 75-80 persen pembunuhan, khususnya pembunuhan terhadap perempuan, dilakukan dengan senjata yang merupakan produk perdagangan gelap. Dan bahwa perusahaan yang memproduksi senjata-senjata ini telah lalai.” [em/lt]

XS
SM
MD
LG