Laporan Pemantau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencakup perkembangan hak asasi manusia di Ukraina dari Februari hingga akhir Juli. Laporan itu menemukan bahwa 15 warga sipil telah tewas dan 47 terluka sejak pertempuran meningkat di wilayah Luhansk dan Donetsk, Ukraina timur.
Laporan itu mencatat jumlahkekerasan meningkat sebanyak 51 persen dari jumlah kasus selama enam bulan sebelumnya.
Wakil Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Nada Al-Nashif mengatakan pemantau PBB telah mendokumentasikan 13 kasus penahanan sewenang-wenang terkait konflik di wilayah yang dikuasai kelompok-kelompok bersenjata. Dia menambahkan 11 orang masih dalam tahanan.
“Kedua wilayah yang memproklamasikan diri sebagai republik mengeluarkan dekrit, pada Maret dan April, dan merekrut paksa 400 orang ke dalam kelompok bersenjata," ujar Al-Nashif.
Selain itu, kata Al-Nashif, dekrit lain yang dikeluarkan pada 1 Oktober menetapkan perekrutan 500 orang lagi.
"Langkah itu menghadapkan warga sipil laki-laki pada bahaya mematikan, melucuti hak mereka atas perlindungan yang diberikan kepada warga sipil oleh hukum kemanusiaan internasional, dan menghadapkan mereka pada risiko penuntutan pidana," ujarnya.
Laporan itu mengatakan suasana ketakutan dan sensor diri berlaku di wilayah yang dikuasai oleh kelompok-kelompok bersenjata. Laporan itu menegaskan bahwa republik-republik yang memproklamirkan diri terus membatasi kebebasan beragama, terutama bagi orang Kristen evangelis.
Al-Nashif mengatakan pemerintah Ukraina juga memiliki catatan hak asasi manusia yang tidak menentu. Misalnya, dia menyebutkan 22 kasus yang terdokumentasi mengenai ancaman dan serangan terhadap jurnalis, pembela hak asasi manusia, orang-orang LGBTI (lesbian, gay, biseksual, transgender, dan interseks) dan minoritas.
“Ujaran kebencian juga ditujukan pada orang Roma, LGBTI, perempuan, penyandang disabilitas, dan orang-orang yang dianggap memiliki pandangan pro-Rusia. Sangat penting bahwa pihak berwenang secara efektif menyelidiki setiap insiden semacam itu dengan sepenuhnya mengakui adanya motif bias," katanya.
Misi pemantau PBB menuduh Rusia melakukan berbagai pelanggaran kebebasan sipil dan perampasan hak pengadilan yang adil di Semenanjung Krimea, yang dicaploknya secara ilegal pada tahun 2014. Laporan tersebut mendokumentasikan kasus-kasus penyiksaan dan perlakuan buruk terhadap warga negara Ukraina di Krimea.
Duta Besar Ukraina untuk PBB di Jenewa, Yevheniia Filipenko, mengatakan jutaan warga Ukraina yang tinggal di wilayah yang diduduki Rusia kehilangan hak-hak dasar dan kebebasan mereka. Dia mengecam upaya Rusia untuk melegitimasi pencaplokannya atas Krimea. [lt/jm/ft]