Tautan-tautan Akses

PBB Didesak Lebih Serius Tangani Krisis Pengungsi Rohingya


Seorang polisi berjaga saat pengungsi Rohingya tiba di tempat penampungan sementara di Lhoksukon, provinsi Aceh (13/5).
Seorang polisi berjaga saat pengungsi Rohingya tiba di tempat penampungan sementara di Lhoksukon, provinsi Aceh (13/5).

Parlemen pusat dan pemerintah provinsi Aceh mendesak PBB dan komunitas ASEAN lebih proaktif dalam menggalang solidaritas global guna mewujudkan perdamaian dan mengatasi konflik etnis di Myanmar.

Anggota Komisi Luar Negeri Parlemen Aceh Bardan Sahidi mengatakan Jumat (15/5), Indonesia sebagai bagian dari komunitas global dapat lebih berperan dalam mengatasi krisis dan konflik etnis di Myanmar, sehingga dapat mengakhiri penderitaan warga Rohingya dari berbagai tindak kekerasan dan diskriminasi.

“Kita meminta Badan pengusngsi PBB UNHCR, badan kemanan PBB, untuk meperhatikan masalah ini. Kami melihat ada perlakukan sangat di luar batas toleransi kemanusiaan. Kita sampaikan agar Komunitas ASEAN proaktif dan strategis menghentikan (dugaan) terjadi praktik genosida, pembunuhan terhadap warga Rohingya Myanmar,” kata Bardan Sahidi.

Bardan berharap diplomasi pemerintah RI lebih efektif di tingkat global dalam mengatasi krisis Myanmar dan menangani warga Rohingya yang mencari suaka ke luar negeri.

Media jaringan lokal Aceh Utara Minggu lalu (10/5) melaporkan 504 imigran gelap Rohingya bersama kapal yang membawa mereka terdampar dan ditemukan nelayan dan petugas lokal di perairan Aceh Utara. Kondisi pengungsi Rohingya sebagian besar mengalami gangguan kesehatan serius, terutama yang diderita balita, perempuan dan lansia.

Saksi mata relawan pemuda Aceh Utara M Reza (27) mengatakan, sebelum direlokasi ditempat penampungan lebih layak, ratusan warga Rohingya, terdiri dari pria dewasa, perempuan, anak dan lansia sempat ditampung beberapa hari di gedung olah raga (GOR) Kota Lhoksukon Aceh Utara.

“Pengungsi dievakuasi dengan bus, ibu-ibu dan anak-anak, pria dewasa dievakuasi ke lokasi pengungsian yang baru di wilayah TPI Lapang, Lhoksukon lebih layak buat mereka. Bantuan warga lokal (Aceh) kepada pengungsi Rohingya macam-macam, ada yang mengantarkan nasi (makanan), ada yang langsung memberi uang dan pakaian,” kata M.Reza.

Petugas Perwakilan UNHCR dan otoritas lokal Aceh Utara hari Rabu (13/5), tambah Reza telah merelokasi ratusan pengungsi Rohingya dari GOR Kota Lhoksukon ke lokasi penampungan sementara yang dinilai lebih baik bagi pengungsi, sebuah areal komplek dinas perikanan dan kelautan (TPI) yang belum difungsikan di kawasan Desa Lapang Lhoksukon, areal tersebut terdiri dari banyak ruangan dan bangunan, memiliki sanitasi dan sejumlah fasilitas lain yang lebih lengkap.

Reza mengatakan selain petugas Badan Pengungsi PBB, UNHCR (the United Nations High Commissioner for Refugees), penanganan masalah imigran Rohingya hari-hari pertama melibatkan relawan Palang Merah Indonesia (PMI)dan petugas pemeritah lokal Aceh Utara, terutama dinas kesehatan, dinas sosial dan imigrasi setempat.

Beberapa pengamat regional memprediksi dalam kurun lima tahun terakhir jumlah etnis Rohingya yang mencari suaka ke Indonesia dan sejumlah negara di Asiaterus meningkat, di Aceh mencapai lebih 2.000 jiwa, sementara penanganan konflik dan krisis politik dinilai belum tuntas oleh junta militer Myanmar yang tengah berkuasa.

Aktivis dari sejumlah organisasi kemanusiaan dunia menduga, krisis politik di Myanmar mengakibatkan etnis Rohingya mengalami berbagai tindakan kekerasan dan diskriminasi oleh rezim pemerintah lokal yang otoriter.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah DPD RI Fachrul Razi memuji petugas pemerintah dan kalangan organisasi relawan Aceh dan internasional dalam merespon dan menangani warga Rohingya yang terdampar di Aceh.

“Bantuan penanganan Rohingya di Aceh sudah sampai dan menyentuh, kita apresiasi pemerintah Aceh Utara dan warga Aceh, ini permasalahan kemanusiaan ya, yang pasti mendesak dunia internasional, khususnya PBB untuk bisa memberi perlindungan hukum dan Hak Asasi Manusia bagi etnis Rohingya yang ada di banyak negara, dan khususnya yang hari ini ada di Aceh. Kita minta UNHCR agar kembali membuka kantor di Aceh berkaitan penanganan pengungsi ini,” kata Fachrul Razi.

Fachrul Razi mendesak PBB dan sejumlah organisasi kemanusiaan global agar kembali membuka kantor perwakilan di Aceh guna mengatasi dan menangani masalah-masalah imigran yang mencari suaka ke Indonesia lebih komprehensif, terutama di provinsi Aceh.

Otoritas pemerintah RI menyatakan, terdapat dua kategori dalam hal penanganan pengungsi Rohingya, Myanmar yang mencari suaka ke Indonesia, pertama mereka yan masih ditampung di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kementerian Hukum dan HAM RI, dan mereka yang berada di luar Rudenim yang telah diproses dan dinyatakan sebagai pengungsi oleh Badan Pengungsi PBB UNHCR.

Terkait pembiayaan pengungsi dan proses legal lainnya, pihak Indonesia berkoordinasi dengan Badan Pengungsi PBB UNHCR dan organiasi kemanusiaan dunia lainnya seperti badan urusan migrasi internasional (International Organization for Migration - IOM). Jalur laut dilaporkan menjadi salah satu cara para pengungsi pencari suaka dari beberapa negara yang masuk ke wilayah Indonesia .

Analis memperkirakan, terdapat sekitar 2 juta etnis Rohingya di seluruh dunia, sebagian besar masih bermukim dan tinggal di bawah kendali pemerintah junta militer di Myanmar.

Sejak kudeta tahun 1988, menurut kalangan pengamat,Pemerintah Amerika Serikat dan sejumlah negara barat, belum mengakui legitimasi kekuasaan junta militer Myanmar.

Pada 1988, terjadi gelombang demonstrasi besar menentang pemerintahan junta militer. Gelombang demonstrasi ini berakhir dengan tindak kekerasan yang dilakukan tentara. Lebih dari 3.000 warga sipil terbunuh. Pada pemilu 1990 partai pro-demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi memenangi 82 persen suara namun hasil pemilu ini tidak diakui rezim militer yang berkuasa.

Myanmar berada di bawah kendali pemerintahan junta militer, merupakan sebuah negara di Asia Tenggara, seluas 680 ribu kilometer per segi dengan populasi lebih dari 50 juta jiwa.

XS
SM
MD
LG