Tautan-tautan Akses

Parlemen Iran Ajukan RUU untuk Akhiri Inspeksi Nuklir PBB


Bendera Iran berkibar di fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir Bushehr Iran, saat upacara peresmian reaktor kedua di fasilitas tersebut, 10 November 2019. (Foto: dok).
Bendera Iran berkibar di fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir Bushehr Iran, saat upacara peresmian reaktor kedua di fasilitas tersebut, 10 November 2019. (Foto: dok).

Parlemen Iran, Selasa (1/12), mengajukan RUU yang akan mengakhiri inspeksi PBB atas fasilitas-fasilitas nuklirnya dan mengharuskan pemerintah meningkatkan pengayaan uraniumnya jika negara-negara Eropa penandatangan kesepakatan nuklir 2015 tidak memberikan keringanan terkait sanksi-sanksi minyak dan perbankan.

Pemungutan suara untuk memperdebatkan RUU tersebut, yang harus melewati beberapa tahap lain sebelum menjadi undang-undang, adalah unjuk pembangkangan Iran menyusul pembunuhan seorang ilmuwan nuklir terkemuka negara itu bulan lalu.

Kantor berita resmi IRNA mengatakan 251 anggota parlemen di majelis dengan 290 kursi itu memberikan suara mendukung, dan setelah itu banyak di antara mereka meneriakkan kata-kata: `”Matilah Amerika!'' daan “Matilah Israel!''

RUU itu akan memberi negara-negara Eropa waktu tiga bulan untuk meringankan sanksi-sanksi pada sektor minyak dan gas utama Iran, dan memulihkan aksesnya ke sistem perbankan internasional. Amerika Serikat memberlakukan sanksi-sanksi yang melumpuhkan terhadap Iran setelah Presiden Donald Trump secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir itu, sehingga memicu serangkaian eskalasi antara kedua belah pihak.

RUU tersebut akan mengharuskan pihak berwenang melanjutkan pengayaan uranium hingga 20 persen, di bawah ambang batas yang dibutuhkan untuk mengembangkan senjata nuklir tetapi lebih tinggi dari yang diperlukan untuk aplikasi sipil. RUU itu juga akan mengharuskan beroperasinya sentrifugal-sentifugal baru di fasilitas nuklir di Natanz dan fasilitas nuklir bawah tanah Fordo. RUU itu akan membutuhkan pemungutan suara parlemen lainnya untuk dapat disahkan, serta persetujuan oleh Dewan Wali, sebuah lembaga pengawas konstitusi.

RUU itu sebetulnya pertama kali diajukan di parlemen pada Agustus lalu tetapi mendapatkan momentum baru setelah pembunuhan Mohsen Fakhrizadeh, yang diduga Israel dan Barat memimpin operasi militer untuk meninjau kelayakan pembangunan senjata nuklir.

Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan bahwa program pembangunan senjata nuklir Iran telah berakhir pada 2003. Badan-badan intelijen AS setuju dengan penilaian itu, seperti tertulis dalam laporan mereka pada 2007.

Israel menegaskan Iran masih mempertahankan ambisinya untuk mengembangkan senjata nuklir dengan merujuk pada program rudal balistik Teheran dan penelitian-penelitian teknologi lainnya. Iran telah lama menyatakan bahwa program nuklirnya adalah untuk tujuan damai.

Iran menuding Israel yang telah lama mengobarkan perang rahasia melawan Teheran dan proksi-proksinya di wilayah tersebut, mendalangi pembunuhan Fakhrizadeh. Para pejabat Israel menolak mengomentari pembunuhan itu, dan tidak ada pihak yang mengaku bertanggung jawab.

Beberapa pejabat Iran mencurigai IAEA mungkin telah menjadi sumber intelijen bagi para pembunuh Fakhrizadeh. Badan pengawas nuklir PBB itu telah secara teratur memeriksa fasilitas-fasilitas nuklir Iran dalam beberapa tahun terakhir sesuai perjanjian 2015. [ab/lt]

XS
SM
MD
LG