Tautan-tautan Akses

Para Pencari Suaka di Perbatasan Meksiko Hadapi Banyak Ketidakpastian


Carlos Catarldo Gomez, dari Honduras (tengah), dikawal oleh pejabat Meksiko setelah meninggalkan Amerika Serikat, orang pertama kembali ke Meksiko untuk menunggu tanggal persidangan suaka di Tijuana, Meksiko, 29 Januari 2019. (Foto: dok).
Carlos Catarldo Gomez, dari Honduras (tengah), dikawal oleh pejabat Meksiko setelah meninggalkan Amerika Serikat, orang pertama kembali ke Meksiko untuk menunggu tanggal persidangan suaka di Tijuana, Meksiko, 29 Januari 2019. (Foto: dok).

Para migran pencari suaka datang dalam jumlah ribuan di perbatasan selatan Amerika Serikat. Reporter VOA Mike O’Sullivan melaporkan dari Tijuana, para migran dari Meksiko, Haiti dan negara-negara lain itu menunggu di Meksiko untuk mengajukan kasus mereka di pengadilan imigrasi AS.

Mereka datang dengan berjalan kaki, menaiki bus atau dengan menumpang truk-truk yang bersedia mengangkut mereka.

Mereka mendapat bantuan, secara fisik dan mental, di tempat-tempat penampungan di Tijuana.

Angela Escalante datang bersama keluarganya dari Nikaragua. “Situasinya sangat buruk. Di bawah pemerintahan Presiden Daniel Ortega, di sana tidak ada pekerjaan, dan sering terjadi kekerasan. Keamanan tidak terjamin sehingga kita tidak bisa jalan dengan aman di jalan-jalan.”

Para migran pencari suaka itu ada juga yang berasal dari kawasan-kawasan lain di Meksiko. Mereka berusaha menghindari kekerasan di kawasan tempat tinggal mereka. Jorge Alejandro Valencia, seorang pemuda berusia 19 tahun, datang bersama ibu dan keluarganya untuk menyelamatkan diri. “Sekitar 14 tahun lalu, mereka membunuh saudara laki-laki kakek saya dan paman saya. Dan karena ini, mereka kini mengejar kami,” jelasnya.

Para Pencari Suaka di Perbatasan Meksiko Hadapi Banyak Ketidakpastian
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:19 0:00

Ia mengatakan geng narkoba kemudian membunuh kakeknya. Banyak migran pencari suaka di AS mengatakan, mereka pernah menghadapi kekerasan dan ancaman kekerasan.

Gordon Finkbeiner dari organisasi Dokter Tanpa Tapal Batas, mengatakan kepada VOA, banyak migran memerlukan bantuan psikologi. “Mereka menghadapi sindikat-sindikat kejahatan terorganisir sepanjang rute perjalanan mereka. Kami melihat banyak migran menderita kecemasan tinggi, depresi dan gangguan stres pasca trauma.”

Alasan para migran dari Afrika dan Haiti hingga Amerika Tengah dalam mencari suaka sangat beragam. Seorang perempuan dari Honduras memiliki putra berusia 12 tahun yang berkewarganegaraan Amerika.

Efren Galindo dilahirkan di Meksiko dan dibesarkan di Texas. Ia dideportasi ke Meksiko karena status kewarganegaraannya dan kemudian hampir dibunuh di negaranya sendiri oleh kartel narkoba. “Sudah 46 tahun saya hidup di Amerika. Saya menikah dengan perempuan Amerika. Saya mempunyai empat putra, satu putri dan 16 cucu yang semuanya berkewarganegaraan Amerika.”

Mencari suaka di Amerika Serikat bukanlah hal mudah. Para migran yang mengusahakannya harus bisa membuktikan bahwa mereka benar-benar dalam bahaya karena menghadapi penindasan dan penyiksaan.

Amerika Serikat kewalahan memproses ratusan ribu kasus permohonan suaka.

Tekae Michael, seorang agen patroli perbatasan, mengatakan, “Semua fasilitas terkait, termasuk pusat-pusat penahanan, bersifat sementara. Saya tahu Badan Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat (ICE) sangat kewalahan. Kita tidak punya cukup hakim imigrasi untuk bisa memproses secara efisien, efektif dan segera.”

Meksiko memberikan surat izin tinggal sementara kepada para migran dari negara-negara Amerika Tengah, namun para relawan dan pekerja bantuan merasa frustasi dengan adanya blokade-blokade jalan yang dibangun di wilayah Amerika Serikat.

Carlos Yee dari Casa del Migrante, sebuah organisasi yang menangani masalah migran, mengungkapkan, “Kita tidak memiliki wewenang untuk menembus birokrasi besar ini. Kami hanya bisa mengatakan kepada para migran untuk bersabar.” [ab/lt]

XS
SM
MD
LG